Pontianak (Antara Kalbar) - Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Faturrahman, mengaku ikut prihatin atas kasus tertangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi AM di kediamannya, karena diduga telah menerima uang terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Saya sangat prihatin atas kasus itu, karena AM saat ini sedang mengangkat nama Kalbar, tetapi tiba-tiba anak bangsa itu tersandung kasus dugaan suap," kata Turiman Faturrahman di Pontianak, Kamis.
Turiman menjelaskan, meskipun saat ini statusnya AM baru terperiksa, karena KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan nasib AM.
"Menurut saya kalau sudah tertangkap tangan akan sulit untuk dibantah," ujarnya.
Pada Rabu (2/10) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di kediamannya, yang diduga telah menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.
"AM itu dahulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Kamis dini hari.
KPK menyatakan dugaan praktik suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi AM, di kediamannya kawasan Widya Chandra, Jakarta, diduga bernilai sekitar Rp2-3 miliar, yang diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
"Penyidik mendapati uang dalam bentuk dolar Singapura. Perkiraan sementara, karena harus dihitung secara akurat, kalau dirupiahkan sekitar Rp2-3 miliar," kata Johan.
Johan mengatakan pemberian tersebut dilakukan oknum anggota DPR berinisial CHN dan seorang pengusaha berinisial CN. Keduanya diduga memberikan kepada AM, dan setelah proses serah terima dilakukan KPK langsung melakukan tangkap tangan.
Menurut Johan praktik suap itu diduga berkaitan dengan sengketa pilkada di sebuah kabupaten di Kalimantan yaitu Kabupaten Gunung Mas.
Sementara itu setelah melakukan tangkap tangan terhadap AM, CHN dan CN, KPK juga melakukan tangkap tangan terhadap seorang kepala daerah berinisial HB dan DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat.
Hingga saat ini, kata Johan, status kelima orang tersebut masih terperiksa. Penyidik KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk memastikan apakah benar terjadi praktik suap.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Saya sangat prihatin atas kasus itu, karena AM saat ini sedang mengangkat nama Kalbar, tetapi tiba-tiba anak bangsa itu tersandung kasus dugaan suap," kata Turiman Faturrahman di Pontianak, Kamis.
Turiman menjelaskan, meskipun saat ini statusnya AM baru terperiksa, karena KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan nasib AM.
"Menurut saya kalau sudah tertangkap tangan akan sulit untuk dibantah," ujarnya.
Pada Rabu (2/10) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di kediamannya, yang diduga telah menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.
"AM itu dahulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Kamis dini hari.
KPK menyatakan dugaan praktik suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi AM, di kediamannya kawasan Widya Chandra, Jakarta, diduga bernilai sekitar Rp2-3 miliar, yang diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
"Penyidik mendapati uang dalam bentuk dolar Singapura. Perkiraan sementara, karena harus dihitung secara akurat, kalau dirupiahkan sekitar Rp2-3 miliar," kata Johan.
Johan mengatakan pemberian tersebut dilakukan oknum anggota DPR berinisial CHN dan seorang pengusaha berinisial CN. Keduanya diduga memberikan kepada AM, dan setelah proses serah terima dilakukan KPK langsung melakukan tangkap tangan.
Menurut Johan praktik suap itu diduga berkaitan dengan sengketa pilkada di sebuah kabupaten di Kalimantan yaitu Kabupaten Gunung Mas.
Sementara itu setelah melakukan tangkap tangan terhadap AM, CHN dan CN, KPK juga melakukan tangkap tangan terhadap seorang kepala daerah berinisial HB dan DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat.
Hingga saat ini, kata Johan, status kelima orang tersebut masih terperiksa. Penyidik KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk memastikan apakah benar terjadi praktik suap.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013