Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan mengatakan peran kalangan Tionghoa dalam mendorong nasionalisme Indonesia sampai tercapainya kemerdekaan hingga kini masih tercerabut dari akar sejarah.
"Puluhan tahun Orde Baru melakukan pemutusan dan penggelapan sejarah, maka hingga saat ini Tionghoa seakan tercabut dari akar sejarahnya sendiri," kata Daniel Johan disela kunjungan ke Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Jumat.
Menurut dia, menjadi tugas generasi saat ini untuk mencatat dan mengembalikan kembali akar sejarah tersebut agar politikrasis dan "devide et impera" tidak pernah terulang lagi.
"Sebaliknya, kita harus memperkuat persaudaraan dan gotong royong di antara sesama anak bangsa, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita," kata Daniel yang juga Staf Khusus Asistensi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu.
Ia melanjutkan, pemuda Tionghoa sudah terlibat aktif sejak awal abad 16 dan menjadi perintis Sumpah Pemuda seperti Kwee Thiam Hong dan Oey Kay Siang.
"Artinya, Tionghoa adalah bagian utuh dari bangsa Indonesia seperti suku lainnya dan menjadi bagian utama yang mendorong kesadaran nasionalisme sejak awal jauh sebelum kemerdekaan," ujar Daniel yang tengah mempersiapkan pertunjukan wayang menyambut Sumpah Pemuda dengan lakon `Wahyu untuk Pemimpin yang Setia dengan Rakyat dan Janji` di Lapangan Merarai, Sungai Tebelian, Sintang pada 26 Oktober pukul 20.00 WIB bersama Menakertrans Muhaimin Iskandar, Dalang Ki Joko Edan, dan penyanyi/sinden Novi KDI.
Di era kemerdekaan tahun 1945, ada Oei Hok San, mantan tentara pelajar Kediri yang menjadi saksi gugurnya 50 pejuang Tionghoa oleh tentara Belanda dalam perang kemerdekaan.
Kemudian, jauh sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan, rakyat Tionghoa dipimpin Souw Phan Chiang (Sepanjang) dan Tan Sin Ho (Singseh) bersama rakyat Jawa dipimpin Raden Mas Garendi (Amangkurat V) dan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyowo) telah melakukan perlawanan keras terhadap kesewenang-wenangan Belanda. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Sepanjang (1740-1743).
Ia mengatakan, dari koalisi tersebut akhirnya muncul benih-benih kesadaran baru, yang akhirnya melahirkan entitas para modernisator yang terus melakukan perlawanan terhadap penjajah. Koalisi itu juga melibatkan orang keturunan Bali di Batavia, yakni Untung Surapati.
"Keakraban dan persaudaraan antaretnis yang beragam ini, akhirnya secara sistematis dipisahkan oleh penjajah pasca Perang Sepanjang, agar Tionghoa dan etnis lain tidak pernah lagi bersatu karena bisa membahayakan posisi Belanda," katanya menjelaskan.
Ia juga menyebutkan peran Djiaw Kie Siong, pemilik rumah dalam peristiwa Rengasdengklok, anggota BPUPKI Oey Tiang Tjoe dan Oey Tjong Hauw, Soe Hok Gie, Yap Yun Hap di zaman reformasi 1998, hingga Kwik Kian Gie menteri yang sangat nasionalis di zaman Presiden Gus Dur.
"Di Kalbar kita juga bangga memiliki Wagub Kalbar Christiandy Sanjaya yang bersahaja, maupun mantan Wali Kota Singkawang Hasan Karman," ungkap Daniel.
Ia melanjutkan, catatan dalam sejarah itu menjadi dasar refleksi bahwa dengan persatuan dan persaudaraan yang kokoh, Indonesia bisa menghadapi segala tantangan yang ada.
"Itulah semangat Sumpah Pemuda yang harus terus berkobar di jiwa kita, sebuah janji untuk kebangsaan Indonesia yang adil dan sejahtera," tegas Daniel yang juga Korwil PKB untuk Kalbar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Puluhan tahun Orde Baru melakukan pemutusan dan penggelapan sejarah, maka hingga saat ini Tionghoa seakan tercabut dari akar sejarahnya sendiri," kata Daniel Johan disela kunjungan ke Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Jumat.
Menurut dia, menjadi tugas generasi saat ini untuk mencatat dan mengembalikan kembali akar sejarah tersebut agar politikrasis dan "devide et impera" tidak pernah terulang lagi.
"Sebaliknya, kita harus memperkuat persaudaraan dan gotong royong di antara sesama anak bangsa, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita," kata Daniel yang juga Staf Khusus Asistensi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu.
Ia melanjutkan, pemuda Tionghoa sudah terlibat aktif sejak awal abad 16 dan menjadi perintis Sumpah Pemuda seperti Kwee Thiam Hong dan Oey Kay Siang.
"Artinya, Tionghoa adalah bagian utuh dari bangsa Indonesia seperti suku lainnya dan menjadi bagian utama yang mendorong kesadaran nasionalisme sejak awal jauh sebelum kemerdekaan," ujar Daniel yang tengah mempersiapkan pertunjukan wayang menyambut Sumpah Pemuda dengan lakon `Wahyu untuk Pemimpin yang Setia dengan Rakyat dan Janji` di Lapangan Merarai, Sungai Tebelian, Sintang pada 26 Oktober pukul 20.00 WIB bersama Menakertrans Muhaimin Iskandar, Dalang Ki Joko Edan, dan penyanyi/sinden Novi KDI.
Di era kemerdekaan tahun 1945, ada Oei Hok San, mantan tentara pelajar Kediri yang menjadi saksi gugurnya 50 pejuang Tionghoa oleh tentara Belanda dalam perang kemerdekaan.
Kemudian, jauh sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan, rakyat Tionghoa dipimpin Souw Phan Chiang (Sepanjang) dan Tan Sin Ho (Singseh) bersama rakyat Jawa dipimpin Raden Mas Garendi (Amangkurat V) dan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyowo) telah melakukan perlawanan keras terhadap kesewenang-wenangan Belanda. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Sepanjang (1740-1743).
Ia mengatakan, dari koalisi tersebut akhirnya muncul benih-benih kesadaran baru, yang akhirnya melahirkan entitas para modernisator yang terus melakukan perlawanan terhadap penjajah. Koalisi itu juga melibatkan orang keturunan Bali di Batavia, yakni Untung Surapati.
"Keakraban dan persaudaraan antaretnis yang beragam ini, akhirnya secara sistematis dipisahkan oleh penjajah pasca Perang Sepanjang, agar Tionghoa dan etnis lain tidak pernah lagi bersatu karena bisa membahayakan posisi Belanda," katanya menjelaskan.
Ia juga menyebutkan peran Djiaw Kie Siong, pemilik rumah dalam peristiwa Rengasdengklok, anggota BPUPKI Oey Tiang Tjoe dan Oey Tjong Hauw, Soe Hok Gie, Yap Yun Hap di zaman reformasi 1998, hingga Kwik Kian Gie menteri yang sangat nasionalis di zaman Presiden Gus Dur.
"Di Kalbar kita juga bangga memiliki Wagub Kalbar Christiandy Sanjaya yang bersahaja, maupun mantan Wali Kota Singkawang Hasan Karman," ungkap Daniel.
Ia melanjutkan, catatan dalam sejarah itu menjadi dasar refleksi bahwa dengan persatuan dan persaudaraan yang kokoh, Indonesia bisa menghadapi segala tantangan yang ada.
"Itulah semangat Sumpah Pemuda yang harus terus berkobar di jiwa kita, sebuah janji untuk kebangsaan Indonesia yang adil dan sejahtera," tegas Daniel yang juga Korwil PKB untuk Kalbar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013