Denpasar (Antara Kalbar) - Umat Hindu Dharma di Bali, Sabtu, merayakan Hari suci Kuningan, rangkaian Hari Raya Galungan yang bermakna memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawaan Adharma (keburukan).
Pada hari raya yang jatuh 10 hari setelah Galungan itu, umat Hindu menghaturkan sesaji di Pura, tempat suci umat Hindu maupun di merajan, tempat suci milik keluarga masing-masing.
Umat Hindu di Kota Denpasar dan sekitarnya setelah melakukan persembahyangan di tempat suci keluarga, kemudian melakukan kegiatan yang sama di Pura Jagatnatha di jantung Kota Denpasar.
Setelah persembahyangan di Pura Jagatnatha, mereka melakukan hal yang sama ke Pura Sakenan, Kelurahan Serangan, sekitar 12 kilometer selatan Kota Denpasar.
Dengan mengenakan busana adat Bali, umat berduyun-duyun ke Pura Sakenan, tempat suci yang sebelumnya terpisah dengan daratan Pulau Dewata, sehingga umat Hindu yang bersembahyang di tempat itu sebelum tahun 2000, harus menggunakan jasa perahu motor atau jukung.
Namun, saat ini lokasi tersebut menyatu dengan daratan Pulau Bali, berkat pengerukan dan perluasan yang dilakukan bekerja sam dengan satu perusahaan swasta nasional. Daerah tersebut, saat ini menyatu dengan daratan Bali.
Masyarakat secara mudah dapat menjangkau lokasi pura dengan kendaraan bermotor. Hari Raya Kuningan jatuh bertepatan dengan upacara besar (piodalan) di Pura Sakenan.
Pura Sakenan, salah satu Pura "Sad Kahyangan" (pura besar) memiliki keunikan dan keistimewaan dibandingkan dengan tempat suci lainnya di Pulau Dewata, yakni terdapat "Persada" berupa bangunan yang bertingkat-tingkat seperti limas.
Menurut catatan sejarah, pura Sakenan dibangun oleh Asthapaka, seorang pendeta Buddha. Hal itu dilakukan karena sang pendeta kagum akan keindahan laut terpadu dengan keindahan daratan.
Sang pendeta merasakan bahwa di tempat itu ada suatu kekuatan suci yang baik untuk memuja Tuhan demi keselamatan dan kesejahteraan manausia.
Ketua Program Studi Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi mengharapkan umat Hindu pada Hari Suci Kuningan agar mampu mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan sinar suci.
Selain itu, memohon kemakmuran (amertha), mengasah kemampuan intelektual, dan memperhalus budi pekerti. Umat Hindu pada Hari Suci Kuningan juga menghormati para leluhur dengan harapan kehidupan saat ini menjadi lebih baik ketimbang masa lalu.
"Leluhur telah berjasa dalam memenangkan kebaikan dan menegakkan kebenaran termasuk menjaga keserasian dan keharmonisan antara sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa," ujar Ketut Sumadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Pada hari raya yang jatuh 10 hari setelah Galungan itu, umat Hindu menghaturkan sesaji di Pura, tempat suci umat Hindu maupun di merajan, tempat suci milik keluarga masing-masing.
Umat Hindu di Kota Denpasar dan sekitarnya setelah melakukan persembahyangan di tempat suci keluarga, kemudian melakukan kegiatan yang sama di Pura Jagatnatha di jantung Kota Denpasar.
Setelah persembahyangan di Pura Jagatnatha, mereka melakukan hal yang sama ke Pura Sakenan, Kelurahan Serangan, sekitar 12 kilometer selatan Kota Denpasar.
Dengan mengenakan busana adat Bali, umat berduyun-duyun ke Pura Sakenan, tempat suci yang sebelumnya terpisah dengan daratan Pulau Dewata, sehingga umat Hindu yang bersembahyang di tempat itu sebelum tahun 2000, harus menggunakan jasa perahu motor atau jukung.
Namun, saat ini lokasi tersebut menyatu dengan daratan Pulau Bali, berkat pengerukan dan perluasan yang dilakukan bekerja sam dengan satu perusahaan swasta nasional. Daerah tersebut, saat ini menyatu dengan daratan Bali.
Masyarakat secara mudah dapat menjangkau lokasi pura dengan kendaraan bermotor. Hari Raya Kuningan jatuh bertepatan dengan upacara besar (piodalan) di Pura Sakenan.
Pura Sakenan, salah satu Pura "Sad Kahyangan" (pura besar) memiliki keunikan dan keistimewaan dibandingkan dengan tempat suci lainnya di Pulau Dewata, yakni terdapat "Persada" berupa bangunan yang bertingkat-tingkat seperti limas.
Menurut catatan sejarah, pura Sakenan dibangun oleh Asthapaka, seorang pendeta Buddha. Hal itu dilakukan karena sang pendeta kagum akan keindahan laut terpadu dengan keindahan daratan.
Sang pendeta merasakan bahwa di tempat itu ada suatu kekuatan suci yang baik untuk memuja Tuhan demi keselamatan dan kesejahteraan manausia.
Ketua Program Studi Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi mengharapkan umat Hindu pada Hari Suci Kuningan agar mampu mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan sinar suci.
Selain itu, memohon kemakmuran (amertha), mengasah kemampuan intelektual, dan memperhalus budi pekerti. Umat Hindu pada Hari Suci Kuningan juga menghormati para leluhur dengan harapan kehidupan saat ini menjadi lebih baik ketimbang masa lalu.
"Leluhur telah berjasa dalam memenangkan kebaikan dan menegakkan kebenaran termasuk menjaga keserasian dan keharmonisan antara sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa," ujar Ketut Sumadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013