Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia atau KSBSI Kalimantan Barat Suherman mendesak pemerintah daerah memperketat pengawasan terhadap penerapan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota oleh perusahaan.

"Jangankan untuk tahun depan, yang sekarang saja banyak yang melanggar aturan itu," ujar Suherman di Pontianak, Sabtu.

Menurut dia, salah satunya disebabkan minimnya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi masing-masing. Saat ini, lanjut dia, hanya terdapat 12 pengawas ketenagakerjaan di Kalbar.

Bahkan, ungkap dia, ada pengawas yang sudah "mengkapling" sendiri perusahaan mana saja yang diawasi. "Ketika perusahaan tersebut bermasalah, para pengawas itu sudah tidak objektif lagi," katanya.

Jumlah tersebut tidak ideal kalau dibanding perusahaan yang diawasi. Di Kota Pontianak misalnya, ada dua pengawas untuk 400 lebih perusahaan. Sedangkan untuk tingkat provinsi, ada tiga ribu lebih perusahaan di Kalbar.

Selain itu, kata dia, pekerja cenderung belum melihat serikat pekerja sebagai pendukung hak-hak mereka.

"Kalau ada kasus, baru mencari serikat pekerja. Perusahaan pun terkadang menakut-nakuti karyawan yang berupaya menuntut haknya," ujar Suherman.

Sementara berdasarkan nilai, UMP Kalbar tahun 2014 naik cukup tinggi yakni Rp320 ribu dibanding tahun 2013 menjadi Rp1.380.000.

Namun kenaikan tersebut masih 85 persen dibandingkan angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Kalbar.

Ia menjelaskan, UMP maupun UMK bersifat sebagai jaring pengaman sosial bagi lajang yang bekerja antara 0 - 5 tahun.

Bagi yang bekerja di atas itu, harus dilihat berdasarkan berbagai hal diantaranya produktivitas, kinerja dan tunjangan keluarga.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013