Tawau (Antara Kalbar) - Pemerintah Malaysia rupanya belum menerapkan kesepakatan dalam perjanjian Sosek Malindo yang menyebabkan masih terjadinya perdebatan antara warga negara Indonesia dengan aparat setemat di Pelabuhan Tawau Sabah soal batas maksimal belanja yang tidak dikenakan cukai.

Makmur, pejabat di Jabatan Kastom Diraja Malaysia (KDRM) Tawau Sabah mengaku belum mengetahui adanya kesepakatan melalui Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo) itu sehingga pihaknya tetap memberlakukan ketentuan yang lama yakni maksimal 500 ringgit Malaysia atau Rp1,750.000 per orang setiap hari dengan kurs saat ini Rp3.500.

"Kami belum mengetahui kalau ada perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan negara kami soal adanya kesepahaman melalui Sosek Malindo," kata dia di Tawau, Rabu.

Ia menegaskan, belum diterapkannya ketentuan batas maksimal nilai belanja produk dalam negeri Malaysia karena belum mendapatkan arahan dari pemerintahnya terkait ketentuan batas maksimal sebesar 600 ringgit Malaysia atau maksimal Rp2,1 juta per orang setiap hari.

"Sepanjang pihaknya belum mendapatkan arahan dari pemerintah Malaysia soal adanya kesepakatan bersama pada  pertemuan Sosek Malindo maka pihaknya tetap menjalankan peraturan yang lama yakni maksimal 500 ringgit Malaysia," ujar dia.

Makmur mengemukakan, warga negara Indonesia (WNI) khususnya yang berada perbatasan kedua negara di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara sebagian besar kebutuhan sehari-harinya masih mengandalkan suplai bahan makanan dan lain-lain produk Malaysia.

Namun, lanjut dia, apabila melebihi ketentuan batas maksimal nilai belanja setiap hari tetap akan dikenakan cukai kecuali untuk konsumsi pribadi.

Sebab ketentuan maksimal 500 ringgit Malaysia itu hanya diberlakukan bagi WNI yang akan memperdagangkan barang-barang tersebut atau dikomersilkan, katanya.  

Beberapa produk barang produksi Malaysia yang dilarang dibawa keluar negara melebihi 500 ringgit Malaysia diantaranya gula pasir, beras dan tabung gas, ujar Makmur kepada Antara.

Oleh karena belum adanya arahan tersebut, sambung dia, maka pejabat kastom di Tawau seringkali menangkap barang-barang yang dimaksud ketika tenaga kerja Indonesia (TKI) akan pulang kampung.

"Kami sering menangkap gula pasir yang dibawa warga negara Indonesia apabila melebihi batas maksimal yang ditentukan pemerintah Malaysia yaitu lebih dari 500 ringgit Malaysia karena tidak dilaporkan," kata dia.

Makmur mengatakan, apabila membeli barang Malaysia melebihi daripada ketentuan itu maka harus melalui prosedur resmi yaitu mendapatkan permit dari Jabatan Kastom Diraja Malaysia di Tawau.

"Sepanjang tidak menggunakan izin resmi (ekspor) maka kami tetap tangkap meskipun ada perjanjian Sosek Malindo karena kami belum mendapatkan arahan untuk menerapkannya," tegas dia.

Pewarta: M Rusman

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013