Jakarta (Antara Kalbar) - Juru Bicara Presiden Julian A Pasha membantah jika Sylvia Soleha alias Ibu Pur merupakan Kepala Rumah Tangga Cikeas sebagaimana disebutkan oleh anak buah M Nazaruddin, Mindo Rosalina Manullang, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (3/12).

Kesaksian Mindo Risalina, terkait pihak-pihak yang memperebutkan Proyek Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

"Pada kesempatan kali ini saya harus mengatakan lagi bahwa tidak benar Ibu Pur atau Ibu Sylvia Soleha adalah Kepala Rumah Tangga Cikeas. Tidak pernah ada nomenklatur sebagai kepala rumah tangga Cikeas, tidak ada juga kami kenal istilah Rumah Tangga Cikeas," kata Julian di Bandara Juanda Surabaya, Rabu, saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kerja ke Bali dan Jawa Timur.

Ia menjelaskan bahwa Presiden Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono memang mengenal Ibu Pur sebagai kolega, mengingat suami Ibu Sylvia Soleha merupakan teman satu angkatan Presiden Yudhoyono saat menjalani pendidikan taruna Akabri di tahun 1973.

Yang bersangkutan, tambah Julian, adalah taruna dari Kepolisian, mengingat pada tahun 1973 masih digabung antara taruna TNI dan Kepolisian.

"Benar mengenal, tetapi tidak berarti kemudian itu, disebutkan ada macam-macam...Sejauh yang saya ketahui hubungannya adalah karena satu angkatan saat menjalani pendidikan taruna dan hanya sebatas itu," ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa komunikasi antara Presiden dan Ibu Ani dengan Sylvia Soleha tetap berjalan, tetapi tidak pernah ada komunikasi terkait proyek-proyek tertentu.

Lebih lanjut ia mengatakan pihak Istana Presiden belum mengetahui sebutan kepala rumah tangga Cikeas itu berasal dari mana. Namun, ia menambahkan, Istana sepenuhnya menghormati hukum dan proses peradilan yang sedang berjalan.

"Jadi perlu saya klarifikasi tidak benar disebutkan untuk kemudian dikait-kaitkan dengan keluarga Cikeas," tukasnya.

Sementara itu Kepala Sekretariat Presiden Nanang Djuana Priadi mengatakan bahwa selama masa kepemimpinan Presiden Yudhoyono ada lima pejabat kepala rumah tangga kepresidenan.

Ia menjelaskan selain dirinya, keempat orang yang lain adalah Kemal Munawar (telah pensiun), Ahmad Rusli (sekarang kepala protokol negara Kementerian Luar Negeri), Setia Purwoko (telah pensiun), dan Winata (sekarang menjabat sebagai Staf Khusus Presiden bidang Administrasi dan Keuangan).

"Sejak 2011 nomenklatur Kepala Rumah Tangga Kepresidenan diubah menjadi Kepala Sekretariat Presiden. Jadi tidak benar kalau ada nomenklatur Kepala Rumah Tangga Cikeas," ungkapnya.

Menurut Nanang, di Cikeas ada petugas pelayanan rumah tangga presiden yang dalam hal ini dikoordinasikan oleh Haji Makmur.

Saat ditanya apakah Sylvia Soleha pernah bekerja di Istana atau di Cikeas, Nanang mengatakan bahwa empat nama yang dia sebut sebelumnya itulah yang terdapat dalam struktur organisasi lembaga kepresidenan.

Sebelumnya Mindo Rosalina Manullang mengatakan dalam kesaksiannya jika "Hambalang rebutan Pak Anas, Pak Andi, Pak Nazar, Bu Pur juga mau, Pak Wafid mengatakan, dia (Bu Pur) khusus untuk pengadaannya saja."

Rosa yang merupakan bekas anak buah bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, menjadi saksi dalam sidang mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar, sedangkan Wafid adalah mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram yang sedang menjalani vonis karena menerima suap dari Mindo dalam proyek Wisma Atlet Palembang.

"Pak Nazar mengatakan kalau kita tidak dapat di (pembangunan) fisik (Hambalang) kita ambil di pengadaan alat prasarana aja, tapi Pak Wafid mengatakan 'maaf Bu Pur sudah ke sini, Bu Pur itu dari kepala rumah tangga Cikeas', lalu saya sampaikan ke Pak Nazar," jelas Rosa.

Rosa kemudian melaporkan hal itu ke Nazarrudin yang selanjutnya mengecek kebenaran informasi dari Wafid tersebut. "Besoknya dicek, lalu Pak Nazar sampaikan 'ya sudah Ros kamu mundur saja'," ungkap Rosa.

Padahal, PT Duta Graha Indah sudah mengeluarkan uang Rp10 miliar untuk mendapatkan proyek tersebut karena memberikan uang ke sejumlah pihak.

"Saya disuruh Pak Nazar untuk minta uangnya kembali dari Pak Wafid, Pak Wafid mengatakan uang itu sudah diberikan yaitu Rp5 miliar ke Andi (Mallarangeng) lewat adiknya Choel (Mallarangeng), Rp3 miliar diberikan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto dan Rp2 miliar diberikan ke Komisi X DPR kepada koordinator anggaran Angelina Sondakh dan Ketua Komisi X Prof Mahyudin," tambah Rosa.

Sidang juga mengungkapkan peran Sylvia Soleha alias Ibu Pur yang juga diketahui pernah datang menemui pejabat di Kementerian Keuangan Sudarto untuk membahas mengenai pengurusan proyek Hambalang. Sylvia seharusnya juga hadir dalam sidang namun batal hadir karena sakit, sedangkan Widodo hadir memberikan kesaksian.

Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.

Deddy Kusdinar didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.

Pewarta: M Arif Iskandar

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013