Pontianak  (Antara Kalbar) - Anggota Komisi VII DPR RI Milton Pakpahan menyatakan, langkah Pertamina menaikkan harga elpiji tabung 12 kilogram atau elpiji non subsidi sudah tepat dalam menekan kerugian negara karena menjual juah dari harga pasar.

"Langkah Pertamina melakukan tindakan koreksi dan penyesuaian harga elpiji 12 kilogram untuk menghindari kerugian yang semakin besar yang berakibat buruk bagi Pertamina sebagai korporasi, saya nilai sudah tepat," kata Milton Pakpahan dari Fraksi Partai Demokrat itu dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Sabtu.

Ia menjelaskan, apabila Pertamina tidak menaikkan harga elpiji 12 kilogram maka Pertamina akan mengalami kerugian sebesar Rp5,7 triliun/tahun dengan harga jual yang berlaku selama ini sebesar Rp4.944/kilogram, sementara harga keekonomiannya saat ini mencapai Rp10.785/kilogram atau selisih Rp5.841/kilogram, artinya kenaikan Rp 3.500/kuilogram masih menyisakan kerugian sebesar Rp5.481/kilogram yang masih harus ditanggung oleh Pertamina.

"Dari data resmi yang kami peroleh, Pertamina ternyata selama enam tahun terakhir mengalami kerugian bisnis elpiji 12 kilogram secara akumulasi mencapai Rp22 triliun," ungkapnya.

Apalagi dari pengamatan dilapangan, dan berdasarkan hasil statistik penggunaan elpiji 12 kilogram penggunaannya malah mayoritas rumah tangga kelas atas, dan beberapa sektor usaha menengah seperti restoran dan kafe, katanya.

"Oleh karenanya menurut pengamatan kami penyesuaian harga ini tidak akan terlalu memberatkan masyarakat luas, karena untuk kebutuhan rumah tangga atau masyarakat ekonomi lemah pemerintah melalui Pertamina telah menyediakan elpiji tiga kilogram yang masih disubsidi penuh oleh pemerintah," katanya.

Dalam kesempatan itu, Anggota Fraksi Partai Demokrat menyarankan, dalam upaya pengamanan untuk mencegah terjadinya upaya perpindahan dari pengguna elpiji 12 kilogram ke elpiji tiga kilogram, maka dia meminta Pertamina untuk melakukan pengawasan ketat terhadap penyaluran elpiji bersubsidi tersebut.

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, kenaikan harga elpiji non subsidi atau tabung 12 kilogram yang mencapai Rp50 ribu/tabungnya, tidak akan berdampak pada kenaikan inflasi.

"Saya yakin, kenaikan harga elpiji non subsidi tidak berdampak terhadap inflasi, apalagi penggunaan elpiji sebagai alat memasak pada rumah tangga sangatlah terukur," katanya.

Ia menjelaskan, kenaikan harga elpiji non subsidi tidak berdampak terhadap inflasi, karena harga elpiji subsidi masih tetap tidak naik.

"Apalagi dengan kenaikan sebesar Rp50 ribu/tabung, Pertamina masih tetap mensubsidi untuk golongan masyarakat menengah ke atas/usaha kelas atas mencapai Rp2 triliun/tahun," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Sofyano menambahkan, laporan hasil pemeriksaan BPK Februari 2013, tahun 2011 hingga Oktober 2012 menyatakan Pertamina rugi pada penjualan elpiji 12 kilogram sebesar Rp7,73 triliun, dan menganggap itu sebagai penyebab kerugian negara.

"Tetapi anehnya, kenapa pemerintah diam tidak menyikapi temuan BPK tersebut?. Kenapa Kejagung dan DPR RI juga ikutan diam," katanya.

Sofyano menyatakan, jika pemerintah ikut campur atau melarang Pertamina menaikan harga elpiji 12 kilogram, harus terlebih dulu merevisi peraturan Menteri ESDM No. 26/2009 yang jelas-jelas penentuan harga jual elpiji non subsidi domain badan usaha.

"Jika Pemerintah menggunakan UU No. 22/2001 tentang Migas untuk mengatur harga elpiji non subsidi, konsekuensinya pemerintah harus mensubsidi Pertamina ketika elpiji 12 kilogram masih di bawah harga keekonomian yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.

Direktur Puskepi menyatakan, dampak dari kenaikan elpiji non subsidi (elpiji tabung 12 kilogram), bukan tidak mungkin pengguna elpiji non subsidi akan "merembes" ke elpiji tabung tiga kilogram. Hal itu tidak terjadi jika distribusi elpiji tiga kilogram dilakukan secara tertutup sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji.

(A057/I014)

Pewarta: Andilala

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014