Pontianak, 3/2 (Antara Kalbar) - Adanya larangan ekspor biji tengkawang sesuai Permendag No. 44/2012 telah merugikan petani tanaman tersebut di Kalimantan Barat, kata Ketua Kompartemen Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri Provinsi Kalimantan Barat, Rudyzar Zaidar Mochtar.
"Padahal, sejauh ini biji tengkawang sudah ditanam masyarakat pedalaman secara turun temurun, tetapi kenapa pemerintah malah melarang ekspor biji tengkawang," kata Rudyzar Zaidar Mochtar di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, larangan ekspor biji tengkawang ini sudah membuat resah petani Kalbar. "Saya juga amati pembinaan masyarakat lewat lembaga non-pemerintah sangat bagus. Masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah perekonomian lewat buah yang dipanen," ungkapnya.
Rudyzar menambahkan, biji tengkawang bisa dipanen tahunan, baik panen besar maupun panen kecil, harganya pun relatif tinggi, yakni berkisar Rp8 ribu hingga Rp12 ribu/kilogram di tingkat penampung.
Namun belakangan, sejak diterbitkannya Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji tengkawang pun anjlok hingga 100 persen.
"Sejak regulasi itu diterbitkan, harga biji tengkawang kini tinggal Rp4 ribu/kilogram, sehingga petani kita bukannya dirugikan lagi, tetapi `menjerit`," ujarnya.
Hal itu, menurut dia, dipicu oleh regulasi yang tidak berpihak pada petani, karena pihak pengumpul hanya bisa mengirim tanpa ada alternatif pasar. Sementara di Kalbar, hanya ada satu perusahaan yang bisa menampung biji tengkawang itu. "Ada apa di balik semua itu?," katanya.
Salah satu poin dalam Permendag No. 44/2012 disebutkan biji tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex 1207.99.40.00. Akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli barang tersebut, sehingga Permendag itu hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji tengkawang di Kalbar.
Padahal, jika biji tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya berkali-kali lipat di pasar internasional, katanya.
"Kami mendesak pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 agar biji tengkawang boleh diekspor, karena apa bedanya keranji dan kemiri, keduanya adalah buah hutan, tetapi api bisa diekspor, kenapa tengkawang dilarang sehingga kuat dugaan ada kepentingan di balik penerbitan Permendag tersebut," kata Rudyzar.
Rudyzar menambahkan, berbagai pihak sudah pernah menanyakan di mana titik persoalannya sehingga harga biji tengkawang ini anjlok dan bikin resah petani, seperti pihak DPRD Bengkayang, Landak, Sanggau, dan Melawi, pernah menanyakan ke Kadin Kalbar.
"Kami sudah jelaskan bahwa ini kebijakan nasional, tetapi kami berharap gubernur Kalbar bisa mengirim surat ke menteri agar biji tengkawang bisa diperdagangkan bebas agar ada alternatif pasar. Dengan demikian, harga bisa naik dan normal kembali," katanya.
(A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Padahal, sejauh ini biji tengkawang sudah ditanam masyarakat pedalaman secara turun temurun, tetapi kenapa pemerintah malah melarang ekspor biji tengkawang," kata Rudyzar Zaidar Mochtar di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, larangan ekspor biji tengkawang ini sudah membuat resah petani Kalbar. "Saya juga amati pembinaan masyarakat lewat lembaga non-pemerintah sangat bagus. Masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah perekonomian lewat buah yang dipanen," ungkapnya.
Rudyzar menambahkan, biji tengkawang bisa dipanen tahunan, baik panen besar maupun panen kecil, harganya pun relatif tinggi, yakni berkisar Rp8 ribu hingga Rp12 ribu/kilogram di tingkat penampung.
Namun belakangan, sejak diterbitkannya Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji tengkawang pun anjlok hingga 100 persen.
"Sejak regulasi itu diterbitkan, harga biji tengkawang kini tinggal Rp4 ribu/kilogram, sehingga petani kita bukannya dirugikan lagi, tetapi `menjerit`," ujarnya.
Hal itu, menurut dia, dipicu oleh regulasi yang tidak berpihak pada petani, karena pihak pengumpul hanya bisa mengirim tanpa ada alternatif pasar. Sementara di Kalbar, hanya ada satu perusahaan yang bisa menampung biji tengkawang itu. "Ada apa di balik semua itu?," katanya.
Salah satu poin dalam Permendag No. 44/2012 disebutkan biji tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex 1207.99.40.00. Akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli barang tersebut, sehingga Permendag itu hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji tengkawang di Kalbar.
Padahal, jika biji tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya berkali-kali lipat di pasar internasional, katanya.
"Kami mendesak pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 agar biji tengkawang boleh diekspor, karena apa bedanya keranji dan kemiri, keduanya adalah buah hutan, tetapi api bisa diekspor, kenapa tengkawang dilarang sehingga kuat dugaan ada kepentingan di balik penerbitan Permendag tersebut," kata Rudyzar.
Rudyzar menambahkan, berbagai pihak sudah pernah menanyakan di mana titik persoalannya sehingga harga biji tengkawang ini anjlok dan bikin resah petani, seperti pihak DPRD Bengkayang, Landak, Sanggau, dan Melawi, pernah menanyakan ke Kadin Kalbar.
"Kami sudah jelaskan bahwa ini kebijakan nasional, tetapi kami berharap gubernur Kalbar bisa mengirim surat ke menteri agar biji tengkawang bisa diperdagangkan bebas agar ada alternatif pasar. Dengan demikian, harga bisa naik dan normal kembali," katanya.
(A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014