Jakarta (Antara Kalbar) - PDI Perjuangan menyebut tindakan penyadapan terhadap kadernya yang juga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, sebagai teror politik yang nyata terhadap partai.

Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Tjahjo Kumolo yang dihubungi di Jakarta, Jumat, mengatakan penyadapan terhadap kadernya yang memiliki elektabilitas tertinggi itu sebagai "teror politik" yang harus dilawan.

Meskipun demikian, Tjahjo harus mengurungkan rencana awal untuk membawa kasus penyadapan ini ke jalur hukum, setelah Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, enggan memperpanjang masalah ini dan menganggap penyadapan ini sebagai sesuatu yang biasa.

"Jokowi tidak ingin mempermasalahkan atau melaporkan ke pihak berwajib," kata Tjahjo yang juga legislator Komisi I DPR yang membawahkan urusan intelijen, pertahanan dan luar negeri ini.

Sekjen partai oposisi ini mendeskripsikan penyadapan sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap hak pribadi manusia dan mencederai demokrasi yang selalu diagung-agungkan oleh Indonesia.

"Penyadapan melanggar hak privasi warga negara dan tidak dibenarkan di negara demokrasi. Penyadapan adalah pelanggaran berat," jelasnya.

PDI-P pada Kamis (20/2) mengumumkan telah terjadi penyadapan terhadap kadernya, Jokowi, yang juga dijagokan berbagai pihak untuk maju sebagai bakal calon Presiden pada Pemilu Presiden 2014, Juli mendatang.

Alat sadap itu dipasang di rumah dinas Jokowi di Menteng, Jakarta Pusat dan terdeteksi sejak Desember 2013. Alih-alih marah, Jokowi menganggap penyadapan ini sebagai hal biasa saja.

Pandangan "biasa" itu didasarkan pada muatan pembicaraan yang telah tersadap, merupakan sesuatu yang tidak penting, kata Jokowi.

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014