Pontianak  (Antara Kalbar) - Aliansi Jurnalis Independen Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat menolak kekerasan terhadap jurnalis, dan meminta pihak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Ketua AJI Pontianak Heriyanto dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Jumat, meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis Kalbar, seperti kasus pemukulan terhadap wartawan Metro Pontianak, Arief Nugroho, dan wartawan Metro TV, Faisal pada 13 Maret 2010 yang dilakukan oleh oknum mahasiswa Fakultas Teknik Untan Pontianak, serta kasus-kasus lainnya.

AJI Pontianak mengecam dan mengutuk setiap aksi kekerasan terhadap jurnalis sehingga sekecil apapun bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus diproses secara hukum agar bisa memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan itu sendiri.

Dalam pernyataan tertulisnya AJI Pontianak juga menyerukan stop mempekerjakan jurnalis tanpa kontrak yang jelas, dan perjelas status kontributor atau stringer, tingkatkan kesejahteraan jurnalis dengan memberikan upah layak dan berbagai tunjangan lain, meminta aparat hukum mengusut kasus pembunuhan wartawan Udin Bernas yang hingga kini belum tuntas, dan selesaikan sengketa jurnalistik dengan menggunakan Undang Undang Pers.

Dalam kesempatan itu, Heriyanto menyatakan kepada pihak yang berkonflik agar memegang teguh UU Pers dan kode etik jurnalistik, memahami fungsi dan tugas wartawan sebagai penyampai berita dalam rangka memenuhi keingintahuan publik.

"Jika ada permasalahan hendaknya gunakan hak jawab, ralat, dan sebagainya, bisa juga melalui jalur Dewan Pers, seperti mediasi, rekonsiliasi dan sebagainya," katanya.

Menurut dia, hendaknya wartawan memegang teguh kode etik jurnalistik untuk meminimalkan konflik terusan akibat pemberitaan yang dilaporkan.

Sementara itu, AJI Jakarta mencatat ada delapan kasus pembunuhan jurnalis sejak tahun 1996 sampai sekarang yang belum diselesaikan secara tuntas. Nama para jurnalis yang menjadi korban, yaitu Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin dari harian Bernas, Naimullah jurnalis Sinar Pagi, dan Agus Mulyawan jurnalis Asia Press. Selanjutnya, Ersa Siregar jurnalis RCTI, Herliyanto jurnalis Delta Pos, Adriansyah Matrais Wibisono jurnalis TV lokal di Merauke, dan Alfred Mirulewan jurnalis tabloid Pelangi.

Menurut dia, setiap laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak tahun 1996 banyak yang tidak ditindaklanjuti kepolisian. Sehingga terkesan ada pembiaran dan menciptakan impunitas hukum bagi para pelaku.



Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014