Jakarta (Antara Kalbar) - Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan kepada masyarakat Indonesia untuk tidak menganggap enteng fenomena penyebaran paham radikalisme yang menyalahartikan ayat-ayat Al-Qur'an untuk melakukan tindakan terorisme.
"Jangan pandang enteng fenomena penyebaran paham radikal terorisme yang berkembang di masyarakat. Kepentingan kita satu, yaitu bagaimana caranya selamatkan bangsa kita dari terorisme," kata Wamenag Nasaruddin Umar di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers program nasional pencegahan terorisme bertema "Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Penyebaran Paham Radikal Terorisme di Dunia Kampus".
Dalam kesempatan itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan institusi-institusi pendidikan tinggi Islam membentuk sebuah satuan tugas (satgas) penanggulangan penyebaran paham radikal yang dapat melahirkan tindak terorisme.
Satgas tersebut dipimpin oleh Wamenag, dan salah satu programnya adalah mensinergikan peran perguruan tinggi dengan BNPT dalam menanggulangi penyebaran paham radikal.
Satgas BNPT mengadakan pertemuan dengan para pimpinan perguruan tinggi agama Islam seluruh Indonesia pada 4-6 Juli.
"Tujuan bertemunya para rektor perguruan tinggi Islam ini untuk berbagi wawasan dan mempertemukan persepsi. Diskusi yang dikembangkan akan digunakan untuk meluruskan makna ayat-ayat Al-Qur'an yang sering disalahartikan untuk pembenaran kegiatan terorisme," ujar Nasaruddin.
Ia meminta para ulama dan para pengajar di institusi pendidikan ikut berperan dalam menjelaskan kepada masyarakat bahwa deradikalisasi yang dilakukan BNPT dan Kementerian Agama bukanlah kegiatan "deislamisasi".
"BNPT juga tidak akan melakukan pembatasan kegiatan dakwah atau kegiatan majelis taklim. Jadi, kalau ada yang bilang deradikalisasi sebagai deislamisasi, itu tidak benar," tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah bersama dengan para ulama dan pendidik perlu melakukan langkah-langkah agar masyarakat tercerahkan dengan pemahaman agama yang benar.
"Para ulama dan pemimpin perguruan tinggi Islam yang benar harus berani 'speak up' (berbicara tegas) agar para minoritas muslim yang garis keras ini jangan asal mengatasnamakan Islam untuk membenarkan perbuatan salah mereka," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Jangan pandang enteng fenomena penyebaran paham radikal terorisme yang berkembang di masyarakat. Kepentingan kita satu, yaitu bagaimana caranya selamatkan bangsa kita dari terorisme," kata Wamenag Nasaruddin Umar di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers program nasional pencegahan terorisme bertema "Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Penyebaran Paham Radikal Terorisme di Dunia Kampus".
Dalam kesempatan itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan institusi-institusi pendidikan tinggi Islam membentuk sebuah satuan tugas (satgas) penanggulangan penyebaran paham radikal yang dapat melahirkan tindak terorisme.
Satgas tersebut dipimpin oleh Wamenag, dan salah satu programnya adalah mensinergikan peran perguruan tinggi dengan BNPT dalam menanggulangi penyebaran paham radikal.
Satgas BNPT mengadakan pertemuan dengan para pimpinan perguruan tinggi agama Islam seluruh Indonesia pada 4-6 Juli.
"Tujuan bertemunya para rektor perguruan tinggi Islam ini untuk berbagi wawasan dan mempertemukan persepsi. Diskusi yang dikembangkan akan digunakan untuk meluruskan makna ayat-ayat Al-Qur'an yang sering disalahartikan untuk pembenaran kegiatan terorisme," ujar Nasaruddin.
Ia meminta para ulama dan para pengajar di institusi pendidikan ikut berperan dalam menjelaskan kepada masyarakat bahwa deradikalisasi yang dilakukan BNPT dan Kementerian Agama bukanlah kegiatan "deislamisasi".
"BNPT juga tidak akan melakukan pembatasan kegiatan dakwah atau kegiatan majelis taklim. Jadi, kalau ada yang bilang deradikalisasi sebagai deislamisasi, itu tidak benar," tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah bersama dengan para ulama dan pendidik perlu melakukan langkah-langkah agar masyarakat tercerahkan dengan pemahaman agama yang benar.
"Para ulama dan pemimpin perguruan tinggi Islam yang benar harus berani 'speak up' (berbicara tegas) agar para minoritas muslim yang garis keras ini jangan asal mengatasnamakan Islam untuk membenarkan perbuatan salah mereka," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014