Sekadau (Antara Kalbar) - Rancangan Undang-Undang Pilkada dimana salah satu poinnya mengatur tentang pilkada tak langsung alias dipilih oleh DPRD mendapat penolakan keras dari warga dan tokoh masyarakat Kabupaten Sekadau. Sebagian pihak menganggap wacana tersebut mengangkangi semangat reformasi.

“Wacana ini sangat bertentangan dengan prinsip reformasi dimana rakyat diberikan hak untuk memilih langsung pemimpinnya, termasuk kepala daerah. Kami sangat tidak setuju dengan wacana ini. Jika RUU tersebut kemudian disahkan menjadi undang-undang, maka akan sangat berbahaya bagi kelangsungan dunia pemerintahan, utamanya di daerah. Kepala daerah tidak akan leluasa mengatur strategi pembangunan karena terikat dengan DPRD. Artinya, setiap kebijakan harus mendapat dukungan dari DPRD, untuk mencapai tujuan itu, tentu perlu kerja keras dari seorang kepala daerah untuk meyakinkan anggota DPRD agar kebijakannya didukung," ujar Dewan Pakar Dewan Adat Dayak Kabupaten Sekadau, Losianus kepada para pewarta (18/9).

Dia melanjutkan, dengan begitu DPRD tentu punya "bargaining position" yang sangat kuat. Ini akan menjadi bom waktu, karena kepala daerah harus berupaya keras, bahkan bisa saja menggunakan segala cara agar kebijakannya didukung DPRD. Selain itu, sistem pemerintahan diprediksi akan kembali seperti jaman orde baru dimana semua diatur oleh pemerintah pusat atau sistem "top-down". Semangat otonomi juga dikebiri.

"Pola pelaksanaan pemungutan suara yang nantinya akan diurus oleh panitia di internal DPRD turut menafikan keberadaan Komisi Pemilihan Umum, dan KPU yang mestinya menjadi leading sector penyelenggaraan pemilu, termasuk pemilukada harus menjadi penonton. Kalau pilkada tak langsung, penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh panitia di DPRD. Artinya, KPU tidak dilibatkan disini, lantas apa gunanya ada KPU, karena kewenangan KPU itu tidak hanya menyelenggarakan Pemilu dan Pemilu legislatif saja, pemilukada juga menjadi kewenangan KPU. Potensi tawar menawar pembelian suara juga akan sangat mungkin terjadi. Hal ini menimbulkan ketakukan akan munculnya KKN dalam skala masif. Sangat mungkin terjadi pembelian suara anggota DPRD oleh kandidat yang akan bertarung, ini sangat berbahaya," ujarnya.

Sementara itu seorang warga Belitang Hilir, Olan juga menyatakan ketidaksetujuannya jika pilkada tak langsung. Pilkada langsung yang sudah berjalan ini dinilai sangat memuaskan meski terkadang ada kala menyakitkan ketika jagoan yang diunggulkan kalah, namun seperti itulah proses demokrasi yang berjalan dengan baik.

"Terlepas suasana seperti apa rasanya tak lagi memilih jagoan sendiri jika di sahkan RUU Pilkada itu, namun hal tersebut jelas akan menciptakan bom waktu di daerah-daerah. Kalah dalam politik itu wajar, jangan karena keegoisan diri sendiri membuat rakyat yang diatasnamakan ini menjadi tumbal-tumbal hasrat ingin berkuasa atas pengajuan RUU Pilkada itu," pungkasnya.

Pewarta: Arkadius Gansi

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014