Pontianak (Antara Kalbar) - Bagi Brigjen (Pol) Arief Sulistianto, jika ada polisi menangkap penjahat, bandar narkoba, koruptor atau yang lainnya belum bisa disebut sebuah keberhasilan.
Polisi yang menangkap pelaku tindak pidana dinilai bukan merupakan keberhasilan karena hal seperti itu memang sudah menjadi tugas seorang polisi.
Apalagi, kata Kapolda Kalimantan Barat ini, polisi yang merasa berhasil menjalankan tersebut dan berjasa kemudian leluasa menyalahgunakan wewenangnya dengan melanggar hukum.
"Tugas seorang polisi baru bisa dikatakan berhasil, ketika dia atau secara institusi berhasil mencegah terjadinya tindakan kejahatan, baik itu tindak pidana korupsi maupun tindak pidana narkoba. Kalau sudah terjadi lalu polisi menangkap pelakunya, itu bukan keberhasilan," ujar mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus pada Bareskrim Polri itu.
Jenderal berbintang satu itu menyatakan tekadnya untuk tidak berkompromi dalam memberantas polisi-polisi berengsek di daerah itu.
"Bukan berarti kalau seorang polisi sudah merasa berjasa dalam memberantas narkoba misalnya, maka dia menjadi semaunya menyalahgunakan wewenang, berbuat yang melanggar kode etik dan disiplin," katanya.
Arief mencontohkan pencopotan penangkapan terhadap mantan Kasat Reserse Narkoba Polres Melawi Iptu (Pol) Gunawan Manurung beberapa waktu lalu karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau menerima suap.
"Saya sebut mantan Kasat Reserse Narkoba Polres Melawi, karena begitu ditangkap, jabatan Gunawan Manurung sebagai kasat reserse langsung dicopot, karena sudah membuat malu institusi," ungkapnya.
Ditangkapnya Gunawan Manurung, berawal dari tersangka yang menangani kasus narkoba dengan terdakwa Asef, pada 29 Januari 2014. Kemudian istri tersangka Siti Santi Herfina mendatangi mantan kasat reserse itu, untuk meminta agar kasus yang dialami suaminya tidak sampai diproses hukum.
"Permintaan istri tersangka itu dituruti, asalkan mau menyiapkan uang sebesar Rp50 juta. Kemudian istri tersangka itu menyuap Gunawan Manurung sebesar Rp40 juta pada 6 Februari 2014, kemudian pada 8 Februari ditambah lagi Rp5 juta beserta perhiasan atau total senilai Rp50 juta," ujarnya.
Ternyata, kasus narkoba yang dialami terdakwa Asef terus berlanjut, malah mendapat vonis hukum dari PN Sintang selama delapan tahun, delapan bulan kurungan penjara dari tuntutan 12 tahun, sehingga istri terdakwa melapor kepada Polres Melawi.
Saat ini, menurut Arief pihaknya juga sudah menetapkan AKBP Idha Endri Prastiono sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, dan tindak pidana kasus narkoba, serta ditahan di sel Mapolda Kalbar hingga 20 hari ke depan sambil menjalani pemeriksaan dan proses hukum selanjutnya.
Saat ini, Kapolda Kalbar juga sedang memproses hukum AKBP Idha yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, disiplin, dan tindak pidana, yang ditahan Polis Diraja Malaysia (PDRM) di Kuching, Jumat (29/8) lalu. Idha yang pernah bertugas sebagai Kasubdit III Direktorat Reserse Narkoba Polda itu diduga terlibat jaringan sindikat narkoba internasional.
AKBP Idha sempat ditahan dua minggu oleh PDRM bersama Bripka (Pol) MH Harahap, tetapi kemudian dibebaskan karena tidak terbukti atas tuduhan kepada kedua polisi tersebut sehingga dipulangkan ke Indonesia.
Lolos dari ancaman hukuman gantung di Malaysia, AKBP Idha begitu tiba di Kalbar langsung ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, disiplin, dan tindak pidana.
Tersangka Idha Endri Prastiono dapat diancam pasal 12 huruf e UU 31/1999 Jo UU 20/2001 tentang Tipikor, dan subsider 374 KUHP.
Arief menjelaskan kronologis ditetapkannya Idha Endri Prastiono sebagai tersangka, yakni berawal 16 November 2013, tim Reserse Narkoba Polda Kalbar, menetapkan Ling Chee Luk dan Chin Kui Zen sebagai tersangka narkoba dengan barang bukti narkoba 468 gram yang seharusnya satu kilogram.
Penyidik dalam kasus itu, AKP Sunardi (bawahan Idha Endri Prastiono) menemukan fakta telah terjadi pengurangan barang bukti setengah kilogram dalam kasus penangkapan tersangka di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang itu.
Hasil pemeriksaan internal, terindikasi kuat ada pelanggaran kode etik dan pidana, sehingga dibentuk komisi kode etik sejak 17 Juni 2014 untuk mendalami kasus tersebut. Atas dasar itulah AKBP Idha Endri Prastiono ditetapkan telah menyalahgunakan wewenang, melanggar kode etik dan tindak pidana.
"Ketika tersangka Idha Endri Prastiono tiba di Mapolda Kalbar sempat dilakukan pemeriksaan kesehatan, hasilnya tensi darah tersangka cukup tinggi, yakni 210 per 140," kata Arief.
Selain itu, berdasarkan pengakuan Sunardi, AKBP Idha Endri Prastiono pernah mengganti barang bukti sabu-sabu dengan tawas, dan ekstasi ribuan butir dengan ekstasi palsu.
Tim Khusus Polda Kalbar saat ini, menahan sebuah mobil Mercy New Eyes Silver dengan nomor polisi B 8000 SD yang parkir di rumah AKBP Idha, di Jalan Parit Haji Husein I, Jumat (5/9).
Penyitaan mobil Mercy yang parkir di halaman rumah Idha, salah satu pengembangan kasus jaringan narkoba internasional yang saat ini menjeratnya.
"Saat ini, berkas perkara AKBP Idha telah diserahkan ke penyidik tindak pidana khusus di Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk proses hukum selanjutnya," kata Arief.
Tidak Tutupi Kesalahan
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan menyatakan pujian dan apresiasinya atas tindakan Arief Sulistianto yang bertekad membersihkan jajarannya dari praktik penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin, kode etik, dan tindak pidana lainnya.
"Untuk kasus AKBP Idha, kami menilai jarang seorang pimpinan yang tidak melindungi anak buhanya. Biasanya ketika anak buahnya tersangdung kasus, maka pimpinan itu seolah menutup-nutupi kesalahan anak buhanya itu," ungkap Edi.
Tetapi, berbeda apa yang telah dilakukan oleh Kapolda Kalbar, yang langsung membuka sepak terjang AKBP Idha ketika wartawan bertanya atau ketika Kompolnas.
"Malah dijelaskan secara rinci, itu membuktikan keseriusan Pak Arief dalam membersihkan jajaran Polda Kalbar dari penyimpangan dan lainnya," kata Edi.
Dalam kesempatan itu, komisioner Kompolnas memuji langkah Kapolda Kalbar Arief Sulistianto yang menerapkan uji kompetensi personel untuk dipromosikan pada jabatan kapolres, wakapolres dan jabatan lainnya di jajaran Polda Kalbar.
"Ini akan kami sampaikan pada Kapolri terkait penerapan uji kompetensi bagi siapa saja yang akan menduduki jabatan di jajaran Polri," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar Chairil Effendy menyatakan dukungannya kepada Kapolda Kalbar dalam memberantas polisi-polisi yang tidak benar.
"Pak Kapolda saat ini bukan menegakkan jabatannya, melainkan menegakkan nilai, sehingga sikap tersebut layaknya seorang kesatria," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua MABM berharap kepada jajaran Polda Kalbar untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat kepada pihak kepolisian dalam menjaga ketertiban masyarakat (kamtibmas), dan sebagai pelindung, pengayom masyarakat.
***1***
(U.A057/M026)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Polisi yang menangkap pelaku tindak pidana dinilai bukan merupakan keberhasilan karena hal seperti itu memang sudah menjadi tugas seorang polisi.
Apalagi, kata Kapolda Kalimantan Barat ini, polisi yang merasa berhasil menjalankan tersebut dan berjasa kemudian leluasa menyalahgunakan wewenangnya dengan melanggar hukum.
"Tugas seorang polisi baru bisa dikatakan berhasil, ketika dia atau secara institusi berhasil mencegah terjadinya tindakan kejahatan, baik itu tindak pidana korupsi maupun tindak pidana narkoba. Kalau sudah terjadi lalu polisi menangkap pelakunya, itu bukan keberhasilan," ujar mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus pada Bareskrim Polri itu.
Jenderal berbintang satu itu menyatakan tekadnya untuk tidak berkompromi dalam memberantas polisi-polisi berengsek di daerah itu.
"Bukan berarti kalau seorang polisi sudah merasa berjasa dalam memberantas narkoba misalnya, maka dia menjadi semaunya menyalahgunakan wewenang, berbuat yang melanggar kode etik dan disiplin," katanya.
Arief mencontohkan pencopotan penangkapan terhadap mantan Kasat Reserse Narkoba Polres Melawi Iptu (Pol) Gunawan Manurung beberapa waktu lalu karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau menerima suap.
"Saya sebut mantan Kasat Reserse Narkoba Polres Melawi, karena begitu ditangkap, jabatan Gunawan Manurung sebagai kasat reserse langsung dicopot, karena sudah membuat malu institusi," ungkapnya.
Ditangkapnya Gunawan Manurung, berawal dari tersangka yang menangani kasus narkoba dengan terdakwa Asef, pada 29 Januari 2014. Kemudian istri tersangka Siti Santi Herfina mendatangi mantan kasat reserse itu, untuk meminta agar kasus yang dialami suaminya tidak sampai diproses hukum.
"Permintaan istri tersangka itu dituruti, asalkan mau menyiapkan uang sebesar Rp50 juta. Kemudian istri tersangka itu menyuap Gunawan Manurung sebesar Rp40 juta pada 6 Februari 2014, kemudian pada 8 Februari ditambah lagi Rp5 juta beserta perhiasan atau total senilai Rp50 juta," ujarnya.
Ternyata, kasus narkoba yang dialami terdakwa Asef terus berlanjut, malah mendapat vonis hukum dari PN Sintang selama delapan tahun, delapan bulan kurungan penjara dari tuntutan 12 tahun, sehingga istri terdakwa melapor kepada Polres Melawi.
Saat ini, menurut Arief pihaknya juga sudah menetapkan AKBP Idha Endri Prastiono sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, dan tindak pidana kasus narkoba, serta ditahan di sel Mapolda Kalbar hingga 20 hari ke depan sambil menjalani pemeriksaan dan proses hukum selanjutnya.
Saat ini, Kapolda Kalbar juga sedang memproses hukum AKBP Idha yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, disiplin, dan tindak pidana, yang ditahan Polis Diraja Malaysia (PDRM) di Kuching, Jumat (29/8) lalu. Idha yang pernah bertugas sebagai Kasubdit III Direktorat Reserse Narkoba Polda itu diduga terlibat jaringan sindikat narkoba internasional.
AKBP Idha sempat ditahan dua minggu oleh PDRM bersama Bripka (Pol) MH Harahap, tetapi kemudian dibebaskan karena tidak terbukti atas tuduhan kepada kedua polisi tersebut sehingga dipulangkan ke Indonesia.
Lolos dari ancaman hukuman gantung di Malaysia, AKBP Idha begitu tiba di Kalbar langsung ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran kode etik, disiplin, dan tindak pidana.
Tersangka Idha Endri Prastiono dapat diancam pasal 12 huruf e UU 31/1999 Jo UU 20/2001 tentang Tipikor, dan subsider 374 KUHP.
Arief menjelaskan kronologis ditetapkannya Idha Endri Prastiono sebagai tersangka, yakni berawal 16 November 2013, tim Reserse Narkoba Polda Kalbar, menetapkan Ling Chee Luk dan Chin Kui Zen sebagai tersangka narkoba dengan barang bukti narkoba 468 gram yang seharusnya satu kilogram.
Penyidik dalam kasus itu, AKP Sunardi (bawahan Idha Endri Prastiono) menemukan fakta telah terjadi pengurangan barang bukti setengah kilogram dalam kasus penangkapan tersangka di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang itu.
Hasil pemeriksaan internal, terindikasi kuat ada pelanggaran kode etik dan pidana, sehingga dibentuk komisi kode etik sejak 17 Juni 2014 untuk mendalami kasus tersebut. Atas dasar itulah AKBP Idha Endri Prastiono ditetapkan telah menyalahgunakan wewenang, melanggar kode etik dan tindak pidana.
"Ketika tersangka Idha Endri Prastiono tiba di Mapolda Kalbar sempat dilakukan pemeriksaan kesehatan, hasilnya tensi darah tersangka cukup tinggi, yakni 210 per 140," kata Arief.
Selain itu, berdasarkan pengakuan Sunardi, AKBP Idha Endri Prastiono pernah mengganti barang bukti sabu-sabu dengan tawas, dan ekstasi ribuan butir dengan ekstasi palsu.
Tim Khusus Polda Kalbar saat ini, menahan sebuah mobil Mercy New Eyes Silver dengan nomor polisi B 8000 SD yang parkir di rumah AKBP Idha, di Jalan Parit Haji Husein I, Jumat (5/9).
Penyitaan mobil Mercy yang parkir di halaman rumah Idha, salah satu pengembangan kasus jaringan narkoba internasional yang saat ini menjeratnya.
"Saat ini, berkas perkara AKBP Idha telah diserahkan ke penyidik tindak pidana khusus di Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk proses hukum selanjutnya," kata Arief.
Tidak Tutupi Kesalahan
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan menyatakan pujian dan apresiasinya atas tindakan Arief Sulistianto yang bertekad membersihkan jajarannya dari praktik penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin, kode etik, dan tindak pidana lainnya.
"Untuk kasus AKBP Idha, kami menilai jarang seorang pimpinan yang tidak melindungi anak buhanya. Biasanya ketika anak buahnya tersangdung kasus, maka pimpinan itu seolah menutup-nutupi kesalahan anak buhanya itu," ungkap Edi.
Tetapi, berbeda apa yang telah dilakukan oleh Kapolda Kalbar, yang langsung membuka sepak terjang AKBP Idha ketika wartawan bertanya atau ketika Kompolnas.
"Malah dijelaskan secara rinci, itu membuktikan keseriusan Pak Arief dalam membersihkan jajaran Polda Kalbar dari penyimpangan dan lainnya," kata Edi.
Dalam kesempatan itu, komisioner Kompolnas memuji langkah Kapolda Kalbar Arief Sulistianto yang menerapkan uji kompetensi personel untuk dipromosikan pada jabatan kapolres, wakapolres dan jabatan lainnya di jajaran Polda Kalbar.
"Ini akan kami sampaikan pada Kapolri terkait penerapan uji kompetensi bagi siapa saja yang akan menduduki jabatan di jajaran Polri," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar Chairil Effendy menyatakan dukungannya kepada Kapolda Kalbar dalam memberantas polisi-polisi yang tidak benar.
"Pak Kapolda saat ini bukan menegakkan jabatannya, melainkan menegakkan nilai, sehingga sikap tersebut layaknya seorang kesatria," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua MABM berharap kepada jajaran Polda Kalbar untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat kepada pihak kepolisian dalam menjaga ketertiban masyarakat (kamtibmas), dan sebagai pelindung, pengayom masyarakat.
***1***
(U.A057/M026)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014