Jakarta (Antara Kalbar) - Pimpinan Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umroh Nahdlatul Ulama (Asbihu NU) mengusulkan kepada presiden terpilih Joko Widodo dalam pengisian jabatan menteri agama berasal dari Ormas Nahdlatul Ulama (NU) kultural, bukan dari NU politik.
"Meskipun dari NU, tapi bukan NU yang berpolitik, hendaknya NU yang kultural," kata Wakil Ketua Umum Asbihu Hafidz Taftazani melalui pesan elekronik kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Hafidz yang juga Ketua Umum Asphurindo menambahkan, Menag yang lalu memang berasal dari NU tapi NU politik. Akibatnya, NU terlihat beroposisi dengan menteri yang lalu. Hanya saja NU tidak suka memperlihatkan sikap perlawanan seperti kebanyakan kalangan garis keras.
Karena itu, menurut pengamatannya, untuk yang akan datang Menag hendaknya dari Pengurus Besar NU. "Tapi, jangan NU politik yang kenyataannya selalu menggerogoti NU," ujar Hafidz lagi.
Dia mengungkapkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya saat pemerintahan Orde Baru.
Pada era pemerintahan Soeharto, Menag diberikan kepada non-NU yang kemudian justru berhasil mengobok-obok NU, barulah kemudian saat Orde Baru tumbang, NU bangun kembali namun dalam keadaan rapuh.
"Era reformasi, posisi Menag diberikan NU politik, tapi tidak ada pembaharuan bahkan yang ada malah korupsi, baru saja terulang kembali Menag diberikan kepada NU politik makin amburadul, jabatan dijual kepada oknum-oknum yang mau digiring politik tertentu," katanya menjelaskan.
Menteri Agama yang lalu, ujar Hafidz lagi, saat jabatan dipegang bukan dari orang politik adalah Maftuh Basyuni yang telah banyak melakukan terobosan, seperti manajemen haji yang menjadi begitu terbuka.
Saat ini, dengan dimotori Chofifah Indar Parawansa dan KH Hasyim Muzadi, mayoritas Nahdliyin ke Jokowi-JK, karena dalam Koalisi Merah Putih mayoritas Masyumi termasuk partai Islam eks Orde Lama.
"Saatnya sekarang Menag diberikan kepada NU kultural untuk menjaga netralitas, dan menjaga arah politik koalisi Jokowi-JK, mengingat orang-orang NU politik tidak tahu arah gerakan NU," ujarnya pula.
Dia menyatakan, terkadang NU yang dikira hebat dari parpol Islam, malahan bisa merugikan semua, karena akan menggiring Nahdliyin ke partainya dan bisa menggerogoti NU.
Hafidz menilai, dari politik orang-orang NU yang berada di PDI Perjuangan baik, dan lebih dekat dengan orang-orang NU kultural, dibandingkan partai yang dianggap mendukung NU tapi selama ini justru memusuhi NU.
Dalam PDI Perjuangan ada Gus Falah (Nasyirul Falah Amru), di NasDem ada Effendi Khoiri.
Kenapa harus NU kultural, ujar Hafidz pula.
Ia menjawab, hal ini semata-mata untuk menjaga kenetralan dan kerukunan agama.
Dia juga menyadari bahwa penetapan untuk menjadi pembantu presiden itu, sepenuhnya merupakan wewenang dan menjadi hak prerogatif presiden.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Meskipun dari NU, tapi bukan NU yang berpolitik, hendaknya NU yang kultural," kata Wakil Ketua Umum Asbihu Hafidz Taftazani melalui pesan elekronik kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Hafidz yang juga Ketua Umum Asphurindo menambahkan, Menag yang lalu memang berasal dari NU tapi NU politik. Akibatnya, NU terlihat beroposisi dengan menteri yang lalu. Hanya saja NU tidak suka memperlihatkan sikap perlawanan seperti kebanyakan kalangan garis keras.
Karena itu, menurut pengamatannya, untuk yang akan datang Menag hendaknya dari Pengurus Besar NU. "Tapi, jangan NU politik yang kenyataannya selalu menggerogoti NU," ujar Hafidz lagi.
Dia mengungkapkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya saat pemerintahan Orde Baru.
Pada era pemerintahan Soeharto, Menag diberikan kepada non-NU yang kemudian justru berhasil mengobok-obok NU, barulah kemudian saat Orde Baru tumbang, NU bangun kembali namun dalam keadaan rapuh.
"Era reformasi, posisi Menag diberikan NU politik, tapi tidak ada pembaharuan bahkan yang ada malah korupsi, baru saja terulang kembali Menag diberikan kepada NU politik makin amburadul, jabatan dijual kepada oknum-oknum yang mau digiring politik tertentu," katanya menjelaskan.
Menteri Agama yang lalu, ujar Hafidz lagi, saat jabatan dipegang bukan dari orang politik adalah Maftuh Basyuni yang telah banyak melakukan terobosan, seperti manajemen haji yang menjadi begitu terbuka.
Saat ini, dengan dimotori Chofifah Indar Parawansa dan KH Hasyim Muzadi, mayoritas Nahdliyin ke Jokowi-JK, karena dalam Koalisi Merah Putih mayoritas Masyumi termasuk partai Islam eks Orde Lama.
"Saatnya sekarang Menag diberikan kepada NU kultural untuk menjaga netralitas, dan menjaga arah politik koalisi Jokowi-JK, mengingat orang-orang NU politik tidak tahu arah gerakan NU," ujarnya pula.
Dia menyatakan, terkadang NU yang dikira hebat dari parpol Islam, malahan bisa merugikan semua, karena akan menggiring Nahdliyin ke partainya dan bisa menggerogoti NU.
Hafidz menilai, dari politik orang-orang NU yang berada di PDI Perjuangan baik, dan lebih dekat dengan orang-orang NU kultural, dibandingkan partai yang dianggap mendukung NU tapi selama ini justru memusuhi NU.
Dalam PDI Perjuangan ada Gus Falah (Nasyirul Falah Amru), di NasDem ada Effendi Khoiri.
Kenapa harus NU kultural, ujar Hafidz pula.
Ia menjawab, hal ini semata-mata untuk menjaga kenetralan dan kerukunan agama.
Dia juga menyadari bahwa penetapan untuk menjadi pembantu presiden itu, sepenuhnya merupakan wewenang dan menjadi hak prerogatif presiden.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014