Pontianak (Antara Kalbar) - Penasihat Hukum sebelas warga Republik Rakyat Tiongkok, Widi Syailendra menyatakan proses hukum terhadap kliennya terkesan dipaksakan, bisa dilihat dari dakwaan JPU yang hanya satu pasal dari jeratan hukum sebelumnya empat pasal.

"Ada beberapa catatan kami terkait replik JPU yang kami jawab dengan duplik hari ini," kata Widi Syailendra di Pontianak, Rabu.

Widi mempertanyakan pengurangan pasal oleh JPU setelah memasuki tahapan persidangan. "Apa setelah fakta persidangan muncul, JPU baru menyadari pasal yang ditetapkan kepada para terdakwa tidak sesuai?" katanya setengah bertanya.

Dia juga menyoroti, keterangan saksi ahli yang mereka dihadirkan, sama sekali tidak menjadi pertimbangan oleh JPU. JPU juga dinilai terlalu memaksa dengan menggiring opini bahwa kegiatan pertambangan dilakukan oleh PT Tanah Raja Indonesia, bukan PT Cosmos Inti Persada (PT CIP).

JPU hanya mengacu pada berita acara pemeriksaan saja, tetapi tidak bisa membuktikan apa yang menjadi dasar jeratan hukumnya.

"Padahal PT Tanah Raja hanya sponsor, hal itu bisa dilihat dari laporan rencana anggaran kegiatan belanja PT CIP. yang melaporkan rencana anggaran belanja, bukan PT Tanah Raja, sehingga saya yakin, klien kami bisa lepas dari jeratan hukum," ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalbar, Samad mendakwa 11 tenaga kerja asing tersebut dengan pasal 158 UU No. 4 2009 tentang Pertambangan, mineral dan batubara, serta tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sehingga, menurut JPU pihaknya tetap pada tuntutan awal, yakni melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, UU No. 18/2013 tentang Kehutanan, serta UU No. 32 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan tuntutan sepuluh bulan kurungan penjara.

Ke-11 warga RRT didampingi oleh Jimmy Dohar Pandapotan Sihombing, Herman Santoso dan Widi Syailendra, serta menggunakan penerjemah Daruma Daishi, yang juga merupakan tim penasihat hukum para terdakwa.

"Apalagi mereka juga mengerjakan pertambangan diluar izin yang dimiliki PT CIP, selain itu, warga RRT itu bekerja atas rekrutan PT Tanah Raja yang mengerjakan lokasi pertambangan PT CIP yang memang sudah tidak diperbolehkan," ungkap Abdul Samad.

Dalam kesempatan itu, JPU menyatakan tuntutan selama sepuluh bulan penjara itu, sudah sesuai dengan rasa keadilan, karena mereka hanya sebagai karyawan saja.

"Karena mereka menerima gaji, serta pertanggungjawaban penuhnya ada pada perusahaan sehingga penuntutan terhadap terdakwa hanya melanggar UU Pertambangan, Kehutanan, UU Lingkungan Hidup," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Torowa Daeli menyatakan sidang lanjutkan kembali digelar, Rabu mendatang (22/10) mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai, dengan agenda pembacaan vonis.

Sidang kasus itu, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Torowa Daeli, dengan hakim anggota Sugeng Warmanto, dan Syofia Marlianti Tambunan.

(A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014