Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Majelis Hakim PN Pontianak Torowa Daeli menjatuhkan hukuman selama dua tahun penjara dan denda masing-masing Rp1 miliar kepada 11 warga Republik Rakyat Tiongkok (RRT), lebih tinggi dari dakwaan JPU selama 10 bulan, serta denda Rp1 miliar.

"Ke-11 terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal secara bersama di Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu, sehingga semua unsur dakwaan JPU terpenuhi, dan telah terbukti melakukan tindak pidana," kata Torowa Daeli saat membacakan putusan di Pontianak, Rabu.

Hal-hal yang memberatkan yakni para terdakwa terbukti secara hukum melakukan pertambangan di kawasan hutan lindung, dan telah merusakan lingkungan. Sementara yang meringankan, yakni para terdakwa selama persidangan bersikap sopan.

Ia menjelaskan hukuman penjara selama dua tahun itu, dan denda masing-masing Rp1 miliar tersebut dibebankan kepada terdakwa, kalau tidak dibayar, maka hukumannya ditambah masing-masing empat bulan, sementara barang bukti, yakni dua unit eksavator dirampas untuk negara, serta membebankan biaya perkara masing-masing kepada terdakwa Rp5 ribu.

"Karena terdakwa tidak bisa berbahasa Indonesia, maka diberikan pilihan terkait putusan tersebut, yakni menerima, menolak atau banding, atau pikir-pikir," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua Majelis Hakim PN Pontianak juga memerintahkan pada JPU agar berkoordinasi dengan penyidik dari Polda Kalbar untuk terus mengusut tuntas kasus itu, agar tidak hanya pekerja yang dilakukan proses hukum, tetapi aktor dibalik itu juga diproses hukum.

JPU Kejaksaan Tinggi Kalbar, Abdul Samad mendakwa 11 tenaga kerja asing tersebut dengan pasal 158 UU No. 4 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, serta tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sehingga, menurut JPU pihaknya tetap pada tuntutan awal, yakni melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, UU No. 18/2013 tentang Kehutanan, serta UU No. 32 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan tuntutan sepuluh bulan kurungan penjara.

"Kami menerima putusan majelis hakim tersebut. Sementara keputusan penasihat hukum terdakwa yang akan banding itu hak mereka," ujarnya.

Pertimbangan hakim atas putusan itu, yakni PT Cosmos Inti Persada (PT CIP) selaku yang punya izin pertambangan telah mengalihkan izinya kepada perusahaan asing milik warga RRT, yakni MR Lee sejak tahun 2011 yang kini statusnya masuk daftar pencarian orang.

Sementara itu, Penasihat Hukum sebelas warga Republik Rakyat Tiongkok, Widi Syailendra menyatakan atas putusan majelis hakim PN Pontianak itu, mereka banding.

Ke-11 warga RRT didampingi oleh Jimmy Dohar Pandapotan Sihombing, Herman Santoso dan Widi Syailendra, serta menggunakan penerjemah Daruma Daishi, yang juga merupakan tim penasihat hukum para terdakwa.

Sidang kasus itu, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Torowa Daeli, dengan hakim anggota Sugeng Warmanto, dan Syofia Marlianti Tambunan.

Pewarta: Andilala

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014