Pontianak (Antara Kalbar) - Nelayan Kota Pontianak, Kalimantan Barat meminta pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Joko Widodo agar menambah kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi.
"Kami berharap Presiden Jokowi melalui Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) menambah kuota solar bersubsidi bagi nelayan," kata Ati Anam salah seorang nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan kendala yang mereka alami saat ini, yakni terbatasnya ketersediaan solar bersubsidi sehingga berdampak pada penghasilan para nelayan.
"Kami juga berharap pemerintah mempermudah kepengurusan perizinan untuk kapal motor kapasitas 10 gross ton (GT) ke atas, dan 30 GT, sehingga antara biaya modal dan hasil tangkapan kami bisa berimbang," ungkapnya.
Kepala UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan Sungai Jawi, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, Rahimin menyatakan saat ini terdata sebanyak 30 unit kapal motor yang dimiliki nelayan Pontianak dengan rata-rata kapasitas lima GT.
"Untuk proses perizinan kapal motor di bawah 10 GT tidak ada masalah. Kami (Pemkot Pontianak) memang berkomitmen mempermudah dalam hal kepengurusan izin apa saja, termasuk izin kapal motor nelayan," ujarnya.
Menurut dia rata-rata hasil tangkap para nelayan Pontianak dengan kapal motor kapasitas lima GT sebanyak 20 ton/bulannya.
Sebelumnya, Sekretaris HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kalbar Johanda Junaidi menyatakan, saat ini nelayan Kalbar dan Indonesia umumnya harus "berburu" ikan bukannya menangkap ikan seperti tahun 80-an.
Hasil tangkapan nelayan, baik nelayan modern dan tradisional sudah jauh berkurang dibanding tahun 80-an. Berkurangnya hasil tangkapan nelayan, karena ikan-ikan sudah habis diburu oleh nelayan-nelayan asing menggunakan kapal-kapal besar.
Menurut dia, untuk ukuran kapal motor sedang, sekali turun paling tidak membutuhkan dana sebesar Rp5 juta, itu untuk pembelian bahan bakar minyak, es, makanan, dan untuk pinjaman para buruh nelayan.
"Dengan modal awal sebesar itu, sekarang kalau berhasil menangkap ikan paling banyak setengah ton ikan tongkol, yang kalau dijual paling dapat sebesar modal pertama yang dikeluarkan nelayan tadi, yakni Rp5 juta," ujarnya.
Kalau tahun 80-an, satu kapal motor bisa mendapat ikan sekitar dua hingga tiga ton, sehingga para nelayan bisa membawa pulang uang puluhan juta rupiah. Hasil tangkapan ikan para nelayan Kalbar turun sekitar 70 persen dibanding tahun 80-an, akibat ikan sudah habis dicuri oleh nelayan asing, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Kami berharap Presiden Jokowi melalui Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) menambah kuota solar bersubsidi bagi nelayan," kata Ati Anam salah seorang nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan kendala yang mereka alami saat ini, yakni terbatasnya ketersediaan solar bersubsidi sehingga berdampak pada penghasilan para nelayan.
"Kami juga berharap pemerintah mempermudah kepengurusan perizinan untuk kapal motor kapasitas 10 gross ton (GT) ke atas, dan 30 GT, sehingga antara biaya modal dan hasil tangkapan kami bisa berimbang," ungkapnya.
Kepala UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan Sungai Jawi, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, Rahimin menyatakan saat ini terdata sebanyak 30 unit kapal motor yang dimiliki nelayan Pontianak dengan rata-rata kapasitas lima GT.
"Untuk proses perizinan kapal motor di bawah 10 GT tidak ada masalah. Kami (Pemkot Pontianak) memang berkomitmen mempermudah dalam hal kepengurusan izin apa saja, termasuk izin kapal motor nelayan," ujarnya.
Menurut dia rata-rata hasil tangkap para nelayan Pontianak dengan kapal motor kapasitas lima GT sebanyak 20 ton/bulannya.
Sebelumnya, Sekretaris HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kalbar Johanda Junaidi menyatakan, saat ini nelayan Kalbar dan Indonesia umumnya harus "berburu" ikan bukannya menangkap ikan seperti tahun 80-an.
Hasil tangkapan nelayan, baik nelayan modern dan tradisional sudah jauh berkurang dibanding tahun 80-an. Berkurangnya hasil tangkapan nelayan, karena ikan-ikan sudah habis diburu oleh nelayan-nelayan asing menggunakan kapal-kapal besar.
Menurut dia, untuk ukuran kapal motor sedang, sekali turun paling tidak membutuhkan dana sebesar Rp5 juta, itu untuk pembelian bahan bakar minyak, es, makanan, dan untuk pinjaman para buruh nelayan.
"Dengan modal awal sebesar itu, sekarang kalau berhasil menangkap ikan paling banyak setengah ton ikan tongkol, yang kalau dijual paling dapat sebesar modal pertama yang dikeluarkan nelayan tadi, yakni Rp5 juta," ujarnya.
Kalau tahun 80-an, satu kapal motor bisa mendapat ikan sekitar dua hingga tiga ton, sehingga para nelayan bisa membawa pulang uang puluhan juta rupiah. Hasil tangkapan ikan para nelayan Kalbar turun sekitar 70 persen dibanding tahun 80-an, akibat ikan sudah habis dicuri oleh nelayan asing, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014