Jakarta (Antara Kalbar) - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Selasa, memutuskan kenaikan bunga acuan 25 basis poin menjadi 7,75 persen, setelah 13 bulan berturut-turut bertahan di 7,5 persen, sebagai respon atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"RDG memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespon kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh pemerintah," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan kebijakan pertama adalah kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7,75 persen, dengan suku bunga "lending facility" naik sebesar 50 bps menjadi 8,0 persen dan suku bunga "deposit facility"  tetap pada level 5,75 persen berlaku efektif sejak 19 November 2014.

Agus menuturkan kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pascakenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4,0 persen plus minus satu persen pada tahun 2015.

Kebijakan tersebut, lanjut Agus, juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat.

"Pelebaran koridor suku bunga operasi moneter dimaksudkan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan," ujar Agus.

Kebijakan kedua, BI mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas.

Kebijakan ini antara lain meliputi perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, dan pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM.

"Selain itu, kami memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung kelancaran dan perluasan penyaluran program-program bantuan dari Pemerintah kepada masyarakat guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM melalui penggunaan uang elektronik dan implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD)," kata Agus.

BI juga melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya.

"Kebijakan reformasi subsidi BBM diyakini dapat memperkuat kepercayaan pasar dan perbaikan neraca transaksi berjalan sehingga akan lebih kondusif pada pergerakan nilai tukar rupiah ke depan," ujar Agus.

Agus menambahkan BI memperkuat langkah koordinasi bersama pemerintah baik pusat maupun daerah dengan fokus pada upaya untuk meminimalkan potensi tekanan inflasi khususnya dari sisi kenaikan tarif angkutan dan terjaganya harga pangan.

Penguatan koordinasi juga diintensifkan untuk peningkatan stimulus fiskal ke sektor produktif dan kebijakan reformasi struktural lanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Agus meyakini bahwa penguatan bauran kebijakan serta koordinasi yang erat dengan Pemerintah mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

"BI menyambut baik kebijakan reformasi fiskal Pemerintah untuk realokasi anggaran subsidi BBM ke sektor yang produktif. Kebijakan reformasi fiskal ini merupakan langkah mendasar dan sebagai bagian penting dari reformasi struktural dalam memperkuat fundamental perekonomian Indonesia," kata Agus.

Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan pemerintah, tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer.

Kebijakan tersebut diyakini akan mengurangi impor minyak sehingga dapat mengurangi defisit transaksi berjalan khususnya di sisi defisit neraca perdagangan migas yang selama ini masih besar.

Kebijakan pemerintah dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat juga akan memitigasi penurunan daya beli masyarakat sehingga tetap dapat kondusif bagi pertumbuhan konsumsi swasta.

"Lebih dari itu, realokasi anggaran subsidi ke pengeluaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan berbagai kegiatan produktif akan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan," kata Agus.

Secara keseluruhan, BI meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dapat mencapai 5,4-5,8 persen dan akan lebih tinggi dalam jangka menengah-panjang dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga.

Pewarta: Citro Atmoko

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014