Pontianak (Antara Kalbar) - Saksi Er (abang korban) FFT (11) dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Pontianak, Rabu, membenarkan terdakwa Lily Susanti (ibu kandungnya) diduga sering melakukan kekerasan terhadap dirinya dan adiknya.
"Saat kejadian pemukulan tanggal 3 Februari 2012, pada saat pulang sekolah, saya dan adik disuruh mandi oleh ibu, karena kami bedua berkelahi, lalu ibu memukul tangan dan kakinya," kata Er saat memberikan keterangan sebagai saksi di PN Pontianak.
Er menjelaskan dirinya mengalami luka lebam dibagian tangan dan kaki akibat dipukul ibunya menggunakan ikat pinggang.
"Saat ibu memukul adik, saya tak melihatnya, meskipun posisi saya bersebelahan," ungkapnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi majelis hakim PN Pontianak yang dipimpin oleh Lisoni, dan anggota Saifudin menyatakan sidang lanjutan akan di gelar, Rabu (7/1) pukul 9.00 WIB hingga selesai dengan agenda mendengar keterangan saksi dari nenek korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Sebelumnya, saksi Ali Sabudin (ayah kandung korban) dalam keterangannya di PN Pontianak membenarkan terdakwa Lily Susanti telah melakukan kekerasan terhadap anaknya FFT (11) dan Er (abang korban) dengan memukulkan ikat pinggang ke tubuh anaknya.
"Kejadiannya tanggal 3 Februari 2012, pada saat pulang sekolah, kedua anak saya disuruh mandi oleh ibunya. Entah kenapa FFT dan Er dipukul menggunakan ikat pinggang, malah akibat pemukulan itu FFT sampai pingsan, saat itu saya sedang baring di kamar, mendengar itu saya bergegas mendatangi anak saya ternyata pukulan pertama terdakwa kenang batang kemaluan, pukulan kedua kena bijinya, dampaknya sering sewaktu itu, FFT sering sakit perut," ungkapnya.
Yang paling fatal lagi, menurut Ali, kemaluan anaknya kini menjadi memadat tidak mau keluar.
Sementara itu, korban KDRT FFT menyatakan sewaktu dipukul pertama dia sudah bilang kepada ibunya, bahwa mengenai kelamin, tetapi bukannya berhenti, malah dipukul lagi mengenai biji kemaluannya.
"Saya dan saudara sering dipukul mama, tetapi ini yang paling parah. Saya minta mama dihukum seberat-beratnya, karena sudah membuat saya cacat," ujarnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum korban KDRT FFT (11), Bambang Sridadi tetap mendesak majelis hakim PN Pontianak menahan terdakwa atau pelaku KDRT Lily Susanti (ibu kandung korban), karena pelaku sudah masuk DPO kepolisian.
Bambang menyesalkan, kenapa status terdakwa kini menjadi tahanan kota atau rumah, padahal statusnya sempat DPO.
Dia juga mempertanyakan pasal yang dimunculkan JPU, saat ini hanya pasal KDRT, UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), sementara pasal tentang perlindungan anak menurut UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dihilangkan. Ada apa dengan JPU sehingga dihilangkannya pasal tentang perlindungan anak tersebut," katanya setengah bertanya.
"Kami berharap majelis hakim menegakkan hukum yang seadil-adilnya, dengan memvonis terdakwa dengan UU Perlindungan Anak. Karena UU Perlindungan Anak ancaman hukumannya tiga tahun penjara, sementara UU KDRT tidak ada batas minimal ancaman hukumnya," kata Bambang.
Dalam keterangannya, Lily Susanti membantah keterangan suaminya dan anaknya. Saya memang memukul anak saya, tetapi bukan menggunakan ikat pinggang dan tidak memukul bagian yang sensitif. Saya seorang ibu, yang telah mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak saya, sehingga tidak mungkin memukul di bagian yang berbahaya," ungkapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Saat kejadian pemukulan tanggal 3 Februari 2012, pada saat pulang sekolah, saya dan adik disuruh mandi oleh ibu, karena kami bedua berkelahi, lalu ibu memukul tangan dan kakinya," kata Er saat memberikan keterangan sebagai saksi di PN Pontianak.
Er menjelaskan dirinya mengalami luka lebam dibagian tangan dan kaki akibat dipukul ibunya menggunakan ikat pinggang.
"Saat ibu memukul adik, saya tak melihatnya, meskipun posisi saya bersebelahan," ungkapnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi majelis hakim PN Pontianak yang dipimpin oleh Lisoni, dan anggota Saifudin menyatakan sidang lanjutan akan di gelar, Rabu (7/1) pukul 9.00 WIB hingga selesai dengan agenda mendengar keterangan saksi dari nenek korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Sebelumnya, saksi Ali Sabudin (ayah kandung korban) dalam keterangannya di PN Pontianak membenarkan terdakwa Lily Susanti telah melakukan kekerasan terhadap anaknya FFT (11) dan Er (abang korban) dengan memukulkan ikat pinggang ke tubuh anaknya.
"Kejadiannya tanggal 3 Februari 2012, pada saat pulang sekolah, kedua anak saya disuruh mandi oleh ibunya. Entah kenapa FFT dan Er dipukul menggunakan ikat pinggang, malah akibat pemukulan itu FFT sampai pingsan, saat itu saya sedang baring di kamar, mendengar itu saya bergegas mendatangi anak saya ternyata pukulan pertama terdakwa kenang batang kemaluan, pukulan kedua kena bijinya, dampaknya sering sewaktu itu, FFT sering sakit perut," ungkapnya.
Yang paling fatal lagi, menurut Ali, kemaluan anaknya kini menjadi memadat tidak mau keluar.
Sementara itu, korban KDRT FFT menyatakan sewaktu dipukul pertama dia sudah bilang kepada ibunya, bahwa mengenai kelamin, tetapi bukannya berhenti, malah dipukul lagi mengenai biji kemaluannya.
"Saya dan saudara sering dipukul mama, tetapi ini yang paling parah. Saya minta mama dihukum seberat-beratnya, karena sudah membuat saya cacat," ujarnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum korban KDRT FFT (11), Bambang Sridadi tetap mendesak majelis hakim PN Pontianak menahan terdakwa atau pelaku KDRT Lily Susanti (ibu kandung korban), karena pelaku sudah masuk DPO kepolisian.
Bambang menyesalkan, kenapa status terdakwa kini menjadi tahanan kota atau rumah, padahal statusnya sempat DPO.
Dia juga mempertanyakan pasal yang dimunculkan JPU, saat ini hanya pasal KDRT, UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), sementara pasal tentang perlindungan anak menurut UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dihilangkan. Ada apa dengan JPU sehingga dihilangkannya pasal tentang perlindungan anak tersebut," katanya setengah bertanya.
"Kami berharap majelis hakim menegakkan hukum yang seadil-adilnya, dengan memvonis terdakwa dengan UU Perlindungan Anak. Karena UU Perlindungan Anak ancaman hukumannya tiga tahun penjara, sementara UU KDRT tidak ada batas minimal ancaman hukumnya," kata Bambang.
Dalam keterangannya, Lily Susanti membantah keterangan suaminya dan anaknya. Saya memang memukul anak saya, tetapi bukan menggunakan ikat pinggang dan tidak memukul bagian yang sensitif. Saya seorang ibu, yang telah mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak saya, sehingga tidak mungkin memukul di bagian yang berbahaya," ungkapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014