Tangerang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Pamulang menyarankan kepada pihak kepolisian agar melibatkan lembaga layanan perempuan dalam penanganan masalah peristiwa suami bakar istri di wilayah Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, yang terjadi pada Minggu (30/6) malam.
"Tujuannya adalah agar korban mendapatkan pendampingan selama proses hukum dan upaya pemulihan," kata Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang Halimah Humayrah Tuanaya, di Tangerang Rabu.
Ia juga mengutuk keras peristiwa pembakaran istri oleh suami itu karena hal ini merupakan gambaran dari kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masih terus terjadi di Indonesia yang diibaratkan sebuah fenomena gunung es.
"Kasus dibakarnya isteri ini hanya satu angka saja. Angka sesungguhnya yang tidak terungkap jauh lebih banyak dari yang muncul ke permukaan," kata dia.
Dirinya juga mengapresiasi aparat kepolisian yang telah menetapkan suami korban sebagai tersangka. Kepolisian disarankan agar mengungkap peristiwa kekerasan dalam rumah tangga yang telah terjadi sebelumnya.
"Berdasarkan kesaksian kakak korban, rumah tangga pelaku-korban sering terjadi percekcokan. Jadi penting untuk mengungkap dugaan kekerasan yang sebelumnya pernah terjadi," ujarnya.
Sebelumnya pihak kepolisian telah menetapkan S (41) sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yakni pembakaran istrinya yang berinisial SR (22) di Gang H Adih, Kelurahan Kenanga Cipondoh Kota Tangerang.
"Saat ini pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus KDRT. Untuk saksi yang diperiksa baru dua saksi," kata Kapolsek Cipondoh, Kompol Evarmon Lubis
Evarmon menjelaskan motif sementara dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka mengaku karena emosi akibat selisih paham atau cemburu. Akibat peristiwa tersebut korban SR mengalami luka bakar sekitar 27 persen pada bagian kepala dan wajah.
Menurut dia, pelaku dipersangkakan dengan pasal 44 dan 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta.