Pontianak (Antara Kalbar) - Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya Rapat Paripurna DPR RI pada 13 Februari 2015 menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015  menjadi Undang-Undang (UU) APBN-P 2015.  

Asumsi-asumsi makro yang disepakati dalam pembentukan UU APBN-P 2015 adalah ; Pertumbuhan ekonomi 5,7 persen, Inflasi 5 persen, Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 6,2 persen, Nilai tukar rupiah Rp12.500 per dolar Amerika Serikat, Harga minyak Indonesia (ICP) 60 US dolar per barel, Lifting minyak 825 ribu barel per hari, Lifting gas 1,22 juta barel.

Selain asumsi-asumsi makro di atas, Komisi XI DPR RI Periode 2014-2019 dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah yang dalam hal ini diwakili Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia,menyepakati target-target terukur pembangunan nasional.

Meliputi tingkat pengangguran sebesar 5,6 persen, tingkat kemiskinan sebesar 10,3 persen, gini rasio dengan indeks 0,40, dan Indeks Pembangunan Manusia (dengan metode perhitungan yang baru) sebesar 69,40.

Dimasukkannya target-target pembangunan nasional ini sebagai kesepakatan DPR RI dengan  pemerintah, merupakan terobosan DPR RI Periode 2014-2019 khususnya Komisi XI.

Sementara gambaran umum dari  APBN-P 2015 yang disepakati diantaranya adalah ; Belanja Negara Rp1.984,1 triliun, yang mana lebih rendah Rp10,7 triliun dari usulan pemerintah sebelumnya, pendapatan negara dan hibah disepakati sebesar Rp1.761,6 triliun, di  mana penerimaan pajak non-migas disepakati
Rp1.439,7 triliun. Target penerimaan perpajakan ini meningkat 11,5 persen dari APBN 2015. Defisit dalam APBN-P 2015 disepakati sebesar Rp224,1 triliun, atau 1,92 persen dari PDB.

Ini merupakan APBN pertama dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam mengimplementasi 9 program yang tertuang dalam Nawacita dan Trisakti yang secara garis besar kesemuanya ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk mempercepat kedaulatan pangan dan menggerakkan perekonomian daerah, modernisasi pasar, peningkatan kualitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, Penambahan anggaran untuk Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) untuk BPJS, dan percepatan pelaksanaan pendidikan wajib belajar 12 tahun.

Secara makro, yang menarik dari kerja sama antara DPR RI dan Pemerintahan Jokowi-JK ini adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia menempatkan anggaran terbesar pada APBN-P 2015 untuk pembangunan infrastruktur, yakni Rp290,3 triliun atau meningkat Rp100 triliun dari anggaran infrastruktur APBN 2015 sebesar Rp191triliun.

Dimana sebagian besar anggaran ini berasal dari realokasi atau penghematan APBN 2015 untuk belanja subsidi BBM yang dikurangi dari Rp276 triliun menjadi Rp17,9 triliun.

Anggaran pembangunan infrastruktur besar dalam APBN-P Tahun 2015 ini juga termasuk alokasi Rp2,7 triliun dana untuk pembangunan kawasan perbatasan, terdiri atas Rp2 triliun untuk seluruh akses menuju perbatasan dari mulai yang di Kalimantan dengan Malaysia, Papua dengan Papua Nugini dan NTT (Nusa Tenggara Timur) dengan Timor Leste, serta Rp700 miliar diarahkan ke pengembangan lingkungan di Pos Lintas Batas.

Untuk perbatasan Kalimantan Barat, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati anggaran yang dialokasikan sebesar Rp1,6 triliun. Terdiri atas Rp1,1 triliun untuk pembangunan akses jalan di tiga perbatasan (Aruk, Entikong, dan Nanga Badau) yaitu jalan akses Sajingan-Aruk (11,6 km); Balai Karangan - Entikong (19,2 km); Nanga Badau - Batas Serawak (3,8 km). Lalu jalan paralel perbatasan Temajuk - Aruk - Entikong (252,83 km); Entikong - Nanga Badau (242,8 km) dan Nanga Badau - Batas Kaltim (275,76 km). Serta alokasi Rp479 miliar untuk pengembangan lingkungan di Pos Lintas Batas yaitu PLB Entikong Rp305 miliar,  PLB Aruk Rp129 miliar, dan PLB Nanga Badau Rp45 miliar.

Tersedianya alokasi anggaran Pembangunan dalam APBN-P 2015 untuk kawasan perbatasan Kalimantan ini, sangat sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah dalam RPJM 2015-2019 yang mengedepankan pengembangan kawasan perbatasan sebagai halaman depan NKRI yang maju dan berdaulat, melalui fokus pengembangan pada sembilan (9) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Wilayah Pulau Kalimantan dan mempercepat pembangunan 34 Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) selama tahun 2015-2019.
 
Selain itu, yang menarik adanya subsidi pertanian yang juga meningkat menjadi Rp55,6 triliun dalam APBN 2015.  Hal ini yang perlu mulai dimanfaatkan oleh kita di Kalbar dalam memajukan perekonomian daerah dan kapasitas Sumber Daya Manusia-nya (SDM) berdasarkan karakteristik kedaerahan masing-masing.  

Perlu saya garis bawahi yang dimaksud dengan Kita adalah Masyarakat dan Pimpinan Daerah yang dipilih oleh masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui, pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membuat kebijakan untuk mengelompokkan wilayah hutan termasuk juga berupa Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa atau Hutan Kemasyarakatan yang mana merupakan bagian dari program penyaluran kredit dari Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H) dari Departemen Kehutanan.  

Ambil contoh produk Karet dimana kita dapat bersama-sama mengajukan proposal dalam bentuk pola kemitraan untuk mendapatkan dana kredit yang ditawarkan P2H dengan alur sebagai berikut; cicilan pertama dengan bunga murah baru dibayarkan pada musim panennya karet yaitu 3 tahun, pengajuan proposal oleh kelompok tani akan dievaluasi dari bentuk kerja sama atau nota kesepahaman antara pembeli hasil (biasanya perusahaan seperti  pabrik bahan baku ban), kelompok tani dan Bupati dengan diketahui penyuluh Kehutanan di daerah tersebut.

Kemudian setiap kelompok tani harus terdiri dari minimal 5 orang dengan masing anggotanya menguasai luasan hektare dari lahan tersebut. Bupati dengan peraturan daerahnya dapat mengatur tingkat kesejahteraan petani tersebut dengan menentukan jumlah hektare yang dapat dikuasai atas nama individu petani.

Keuntungan dari kombinasi program pola kemitraan dan kredit P2H ini adalah akan meningkatkan kedaulatam pangan dan peningkatan kapabilitas SDM masyarakatnya. Karena pengusaha tidak perlu mengurus izin lahan dan pekerja tidak menjadi beban pengusaha, petani sebagai kelompok belajar membuat proposal usaha dan akan belajar bertanggung jawab dan berinovasi agar produktivitas hasil panennya tinggi.

Selain itu, penyuluh dari Departemen Kehutanan akan terus mendampingi sebagai konsultan kelompok tani, pemerintah daerah akan lebih berdaulat dan inovatif dalam mengatur kuota pengelolaan lahan per individu tani berdasarkan jenis hasil tanaman rakyat tersebut.

Akhirnya dengan telah ditetapkannya APBN Perubahan 2015, kembali saya sebagai wakil rakyat Kalimantan Barat di DPR RI, mengingatkan kepada kita semua agar bersama-sama saling bahu-membahu dan bergotong-royong untuk mengoptimalkan semua alokasi anggaran pembangunan yang telah disusun pemerintah dan ditetapkan bersama DPR RI, secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Karena inilah salah satu kesempatan bagi kita di Kalbar untuk dapat semakin berdaulat secara politik, selangkah lebih berdikari secara ekonomi, dan berdaulat sebagai satu kesatuan bangsa Indonesia.

Dan tak lupa saya juga mengingatkan agar kita selalu ingat kembali pada falsafah "Salus Populi Suprema Lex" yang bermakna bahwa kesejahteraan rakyat adalah hal yang utama, sehingga dalam setiap derap langkah pembangunan yang dilakukan di Kalbar pada akhirnya bertujuan mensejahterakan rakyat.

Terutama yang termarginalkan, sehingga cita-cita luhur sebagai bangsa untuk menuju Indonesia yang adil makmur dan sejahtera dapat tercapai. Semoga...

(*anggota Komisi XI DPR RI, Fraksi PDI Perjuangan Dapil Kalbar)

Pewarta: Michael Jeno (*)

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015