Sekadau (Antara Kalbar) - Setelah beberapa aksi demonstrasi yang dilakukan sebelumnya, kembali puluhan orang yang mengaku sebagai pekerja penebang kayu durian mendatangi kantor DPRD Sekadau, Senin.

Tak hanya anggota DPRD, polisi pun dibuat repot oleh aksi orang-orang yang mengaku berasal dari kecamatan Sekadau Hulu, Nanga Taman dan Nanga Mahap ini.

Mereka datang dengan membawa sejumlah poster yang memuat tulisan bernada protes kepada pemerintah. Salah satu poster bertuliskan protes kepada wakil ketua DPRD Sekadau, Jeffray Raja Tugam. Jefrray diprotes lantaran saat menerima kedatangan massa beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa Bupati Sekadau tidak melarang masyarakat untuk menebang kayu durian dan tengkawang.

Faktanya, dalam surat edaran Bupati yang dikeluarkan tanggal 28 Januari, dengan jelas tertera larangan penebangan pohon jenis durian dan tengkawang. Mereka menuding Jeffray telah melakukan pembohongan publik.

"Kami minta supaya kami diperbolehkan menebang lagi. Karena kami makan dari situ. Saya cari makan, bayar kredit motor, menyekolahkan anak dari hasil kayu durian. Kalau tidak ada penebangan, sama saja memutus rejeki saya," kata Masran, salah seorang demonstran asal Lembah Beringin, Kecamatan Nanga Mahap yang mengaku bekerja sebagai tukang pikul kayu hasil tebangan.

Masran mengatakan, dari hasil memikul kayu ia mampu memperoleh penghasilan hingga Rp100 ribu per hari. Hasil yang diperoleh tergantung berapa banyak kayu yang mampu diangkut. Jika aktivitas penebangan dihentikan, dia mengaku tidak akan sanggup menghidupi keluarganya.

Jika mengharapkan hasil menyadap karet, dimana saat ini harga karet jeblok. Dan, dia juga merasa tak akan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Sekarang karet tiga ribu rupiah per kilogram. Empat kilo karet baru dapat satu kilo beras. Kalau saya tidak kerja kayu lagi, anak istri mau makan apa," keluhnya.

Ketika ditanya solusi alternatif apa yang cocok agar penebang dan pemerintah tidak bertolak belakang, dirinya menyebut mau saja jika pemerintah betul-betul melarang penebangan kayu durian dan tengkawang. Namun, sebagai gantinya, ia meminta pemerintah harus menyediakan lapangan kerja baru untuk eks pekerja kayu durian.

"Saya betul-betul mengandalkan hasil penebangan kayu sebagai sumber nafkah," katanya.

Secara pribadi ia mengakui ingin berhenti, tapi harus ada pekerjaan pengganti. "Pemerintah sanggup tidak?" katanya setengah bertanya.

Sejatinya, pada 16 Februari lalu telah dilakukan penandatanganan kesepakatan antara pemerintah kabupaten dengan desa-desa dan penebang kayu. Kesepakatan tersebut intinya mendukung SK Bupati tentang larangan penebangan kayu durian dan tengkawang. Saat itu, pemerintah memberikan kelonggaran bagi para penebang kayu. Kayu-kayu olahan yang sudah terlanjur ditebang dipersilakan untuk dijual dengan syarat harus dilengkapi dokumen resmi.

 Saat itu penebang diberi waktu dua minggu untuk mengurusi kayu olahan. Belum juga sampai masa "deadline" yang ditentukan sampai 1 Maret, para penebang kayu kembali melakukan demonstrasi. Tuntutan yang mereka sampaikan pun hampir sama dengan sebelum-sebelumnya. Massa sempat bertemu dengan sejumlah anggota DPRD Sekadau, termasuk Jeffray Raja Tugam di ruang sidang DPRD Sekadau. Namun, pertemuan itu urung menghasilkan solusi. Hingga pukul 16.00 WIB lebih, massa masih menduduki gedung kantor DPRD Sekadau.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sekadau, Sandae, mencibir aksi demonstrasi para penebang kayu.

"Mereka itu demo saja kerjanya, bukannya mengurus kayu yang sudah ditebang. Padahal kan kemarin sudah diberi peluang supaya kayu yang sudah terlanjur ditebang bisa dijual. Kami tidak berani merekomendasikan di luar kesepakatan tanggal 16 lalu," ucap Sandae yang ketika dihubungi para pewarta melalui telepon seluler sedang berada di Pontianak.

Jika penebang ngotot tetap melakukan aktivitas penebangan, dirinya pun menegaskan pihaknya tidak akan bertanggung jawab.

"Terserah mereka. Yang pasti kami tidak bertanggung jawab jika ada apa-apa. Kami berpegang pada kesepakatan bersama dan SK Bupati," singkat Sandae.

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015