Emansipasi juga bermakna merdeka, terbebas dari penjajahan atau perbudakan, dan semua perempuan dapat merdeka dalam arti yang sesungguhnya, kata aktivis perempuan dari Kalimantan Barat, Yudith Evametha Vitranilla (39).

Menurut dia, semua perempuan dapat merdeka, terutama dalam lingkungan keluarga.

"Dan semua perempuan dapat berpartisipasi dalam masyarakat sebagai salah satu bentuk kemerdekaan," kata Sekretaris Wilayah Jaringan Independen Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Pembangunan (JARI) Indonesia Borneo Barat itu terkait peringatan hari lahir tokoh emansipasi perempuan, RA Kartini, di Pontianak, Selasa (21/4).

Pejuang emansipasi perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879. Peringatan hari kelahirannya itu selalu dihelat rakyat Indonesia di seluruh pelosok negeri setiap tahunnya, tak terkecuali di Kalbar dengan berbagai kegiatan seremoni, salah satunya upacara bendera.

Namun sesungguhnya, ada banyak figur perempuan lokal di Kalbar, yang terus fokus pada penanganan kasus-kasus dan perjuangan membela kepentingan sesama kaum perempuan yang juga meneruskan perjuangan Kartini.

Salah satunya adalah Yudith Evametha Vitranilla, perempuan muda yang energik dan tetap konsisten memperjuangkan kemerdekaan kaum perempuan selama 15 tahun terakhir.

Yudith mengatakan, perempuan Indonesia kini semakin luas berkiprah dalam berbagai bidang. Karena itu, semua perempuan juga bisa merdeka dalam makna sesungguhnya, terutama di lingkungan keluarga dan berpartisipasi di masyarakat.

Kemerdekaan itu pulalah yang sudah ia dapatkan sejak lama dan terus "dibagikan" kepada perempuan-perempuan korban, baik karena kekerasan, konflik maupun kebijakan, agar sama-sama merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.

"Merasakan kemerdekaan dalam makna sesungguhnya bisa didapat semua perempuan," kata dia.

Sampai kini pun, istri seorang guru sekolah dasar (SD) swasta, Abdul Karim tersebut, terus memperjuangkan dan membagikan kemerdekaan kepada perempuan rawan kekerasan dan lainnya yang ada di Kalbar.

Perempuan kelahiran Pontianak, 17 Oktober 1976 itu mengakui perjuangannya sudah dimulai sejak awal terjun sebagai aktivis perempuan pada tahun 2000 dengan bergabung di Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Pontianak. Ia pun pernah menangani kasus seperti dengan korban perempuan seperti, perceraian, harta gono gini, hak asuh anak, dan pencabulan.

Dan kini, upaya membagi kemerdekaan kepada kaum perempuan, masih ia lakukan dan bahkan meluaskannya sejak Januari 2015 dengan menjadi Sekretaris Wilayah organisasi yang bertujuan mempromosikan dan mendorong terciptanya pemerintahan yang baik dalam kehidupan masyarakat sipil yang demokratis dan berkeadilan, yakni JARI Indonesia Borneo Barat.

Di antara tugasnya sebagai Divisi Penyadaran Hukum pada LBH APIK yang sehari-hari memberikan pendidikan dan pengkaderan bagi para perempuan yang rentan kekerasan, ia juga aktif pada lembaga yang fokus pada kegiatan membuka akses masyarakat untuk dapat terlibat dalam pengawasan pembangunan tersebut.

"Saya ingin bermanfaat untuk orang banyak dengan apa yang dimiliki," kata ibu tiga anak tersebut.

Dalam usianya yang masih relatif muda, perempuan yang mengidolakan Neno Warisman -- karena bisa hijrah dan konsisten untuk suatu pilihan -- juga merupakan advokat magang pada kantor pengacara Ratna Iriani, SH. Tugasnya sebagai advokat magang, di antaranya menangani permohonan wali adhal, hak asuh anak, perceraian, harta warisan, dan pendampingan ke polisi untuk kasus penipuan dan pembunuhan.


Mengatur Waktu

Semuanya tugas itu, bisa dijalani dengan pengaturan waktu.

Kalau di LBH APIK seperti biasa jam kantor dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. Jika ada kegiatan dengan instansi, ia lebih memilih dilaksanakan saat pagi hari, sementara jika dengan komunitas LBH saat siang hingga sore hari.

LBH APIK Pontianak didirikan Hairiah (mantan anggota DPD RI) dengan beberapa teman pada 18 Januari 1997. Lembaga ini berafiliasi dengan LBH PIK Jakarta, bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan demokratis, serta menciptakan kondisi yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya.

Tujuan tersebut dicapai dengan mewujudkan sistem hukum yang berperspektif perempuan yaitu sistem hukum yang adil dipandang dari pola hubungan kekuasaan dalam masyarakat khususnya hubungan perempuan dan laki-laki, dengan terus menerus berupaya menghapuskan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam berbagai bentuknya.

Karena itu pulalah Yudith bertarik bergabung di lembaga tersebut, apalagi sesuai dengan latar belakangnya sebagai seorang sarjana hukum.

Sementara untuk tugasnya di JARI Indonesia Borneo Barat, cukup fleksibel, karena bisa dilakukan setelah jam kantor. Kegiatan yang biasa ditangani JARI Borneo Barat seperti bedah anggaran, pelatihan advokasi anggaran, pelatihan penguatan otonomi daerah, dan menggagas kontrak sosial para calon legislatif.

"Begitu pula magang sebagai advokat, dapat menyesuaikan. Namun untuk menyelesaikan bahan-bahan yang akan dibawa ke persidangan biasanya dilakukan saat malam hari atau pagi hari sebelum jam kerja, dan tentu saja dikerjakan di rumah," katanya menjelaskan.

Meski sibuk dengan aktivitasnya, Yudith menyatakan tak pernah mendapatkan keluhan dari suami dan ketiga anaknya yakni M Nurhadi Marsafathi Aiman (14), dan si kembar Nurfaidah Aufa Kayla dan Nurfaidah Aulia Yayla yang lahir 2 Juni 2005.

"Selalu ada waktu untuk anak-anak, terutama saat akhir pekan," kata alumni Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, lulusan tahun 1998 itu.

Ia mengaku terjun sebagai aktivis perempuan di LBH APIK karena ketertarikan pada isu lembaga yang "concern" pada persoalan ketidakadilan gender.

Sementara di JARI Borneo Barat, karena prihatin dengan masyarakat yang tidak mendapatkan akses informasi. Sedangkan sebagai advokat, karena dapat membantu orang banyak terutama perempuan dan orang-orang yang tidak mendapatkan hak-haknya.

Ia mengakui ada perbedaan dalam kiprahnya, di satu sisi sebagai aktivis perempuan di lembaga harus fokus menangani kasus perempuan, sementara sebagai advokat harus pula siap dengan kasus apapun.

"Tinggal menyesuaikan dengan hati nurani," kata perempuan yang hobi melakukan perjalanan tersebut.

(N005/M026)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015