Sungai Raya (Antara Kalbar) - Ratusan buruh yang tergabung dari berbagai aliansi dan organisasi kemasyarakatan serta mahasiswa menuntut pemerintah Kalbar untuk menaikkan upah minimum sebesar 100 persen, dalam aksi damai pada peringatan hari buruh di Pontianak.

"UMP yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak bagi buruh di Kalbar. Terlebih dengan semakin mahalnya harga kebutuhan pokok yang terjadi saat ini, jelas semakin menyengsarakan masyarakat, khususnya kaum buruh," kata Koordinator Front Perjuangan Rakyat Kalbar, Wahyu Setiawan di Pontianak, Jumat.

Menurutnya, rendahnya upah, kondisi lingkungan kerja yang buruk dan tidak adanya jaminan sosial dan perlindungan hukum yang diperoleh buruh dan buruh migran beserta keluarganya menjadi persoalan pokok yang belum terselesaikan oleh pemerintah Indonesia.

Dia menjelaskan, berdasarkan peraturan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, belum mampu memberikan penghidupan yang sejahtera melalui upah yang layak dan perlindungan terhadap buruh dan buruh migran Indonesia.

"Ironisnya, kedua UU tersebut menjadi legitimasi pemerintah untuk mengeksploitasi tenaga kerja dengan upah yang sangat murah dan melegalkan sistem kontrak dan alih daya yang membawa kesengsaraan bagi buruh dan buruh migran. Pemerintah menyerahkan penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia kepada pihak perusahaan swasta," tuturnya.

Hal itu menyebabkan permasalahan BMI hingga sampai saat ini terbukti 278 jiwa BMI yang terancam hukuman mati di negara lain dan tidak ada sekali perlindungan dari pemerintah bagi warga negara yang memberikan sumbangsih besar terhadap devisa negara, namun sebaliknya tidak sedikitpun negara mau memperhatikan kondisi buruh migran Indonesia.

Terkait hal tersebut, Front Perjuangan Rakyat Kalbar menuntut pemerintah Indonesia untuk mencabut UU 39/2004 tentang UU PPTKILN ciptakan UU Perlindungan buruh migran dan keluarganya sesuai dengan konferensi PBB 1990.

"Kami juga meminta pemerintah untuk segera mencabut sistem kontrak dan tenaga alih daya yang jelas-jelas merugikan buruh dan mengeksploitasi buruh. Selain itu kami juga mengharapkan agar pemerintah bisa memberikan jaminan perlindungan hukum, keselamatan kerja, jaminan sosial bagi buruh harian lepas di Industri perkebunan, pertambangan dan HTI yang ada di Kalbar," katanya.

(KR-RDO/Y008)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015