Putussibau (Antara Kalbar) - Masyarakat di Nanga Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, mengeluhkan sulitnya birokrasi dalam pengurusan izin penangkaran ikan arawan (silok) dan penjualannya.
    
Bahkan masyarakat menilai usaha mereka masih belum sepenuhnya diperhatikan pemerintah, baik itu berupa penyuluhan hingga pengurusan surat izin kolam, izin pemasangan chip di ikan serta sertifikat ikan arwana yang masih sulit didapat.
    
"Mereka datang ke sini hanya menarik pajak. Makanya kami menolak membayarnya. Mestinya kami dibina dulu, barulah menarik pajak, itu baru ada imbal baliknya bagi kami," ujar Hermansyah, pengusaha penangkar ikan arwana ditemui di Suhaid, Minggu.
    
"Bukan tidak mau membuat surat izin. Tapi birokrasi rumit dan kurang sosalisasi dari perikanan dan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam)," sambungnya.
    
Ditambahkan Hermansyah, setiap kali ingin menjualnya, pengusaha penangkar arwana merasa takut diproses hukum oleh aparat. "Kadang kami menumpang surat izin teman yang sudah mengantongi izin dari perikanan dan BKSDA. Kalau tidak kami ditangkap," katanya.
    
Ia mengaku, pengurusan perizinan penangkaran ikan arwana bisa menghabiskan dana sebesar Rp80 juta.
    
"Padahal informasi yang kami dengar kepengurusan yang benar gratis," kata dia.
Padahal jika dikelola dengan baik, potensi pajak atau retribusi penangkaran ikan arwana cukup besar.
    
“Saya katakan, kami tak ingin pemerintah hanya bisa narik pajak, tapi bina kami dulu. Kalau sudah dibina kami tentu tidak menolak membayar pajak," tegas Hermansyah.
    
Menurutnya, usaha penangkaran ikan arwana bukan hal mudah, tidak semua alam cocok untuk penangkaran, terutama kualitas air sangat menentukan ikan untuk bisa menetas anak yang berkualitas atau tidak.
    
"Untuk sekali panen, satu indukan bisa menetaskan 30-40 ekor anakan ikan arwana. Penennya dilakukan tiga kali. Panen telur, panen pertengahan 15-25 hari, panen ikan bisa mencapai 40-50 hari. Yang paling bagus panen anak ikan," terang Hermansyah.
    
Hermansyah mengungkapkan, sudah 11 tahun ia menggeluti usaha penangkaran arwana super red. Usaha yang ia rintis sejak tahun 2004 itu kini berkembang pesat.
    
Semula ia hanya menangkar 10 ekor indukan arwana super. Sekarang indukan arwana yang dilepas dikolamnya sudah mencapai 200-an induk arwana yang bisa menetaskan 700-800 anak arwana super red.
    
Dengan omset bersih rata-rata Rp1 miliar setiap tahunnya. Setiap anakkan ikan arwana dijual dengan harga Rp 2,7 juta hingga Rp 3 juta/ekornya.
    
"Menangkar ikan arwana ini, bagi kami bukan sekedar hobi, tetapi pekerjaan bagi kami. Menangkar ikan sudah menjadi kebiasaan dan pekerjaan turun temurun bagi kami," pungkas Hermansyah.

Pewarta: Andre

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015