Jakarta (Antara Kalbar) - Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui hasil risetnya memaparkan 10 kepolisian daerah (polda) yang menunggak kasus tindak pidana korupsi terbesar dalam kurun waktu 2010 hingga 2014.
"Posisi pertama di Polda Sumatera Utara dengan jumlah kasus mencapai 30 dengan kerugian negara Rp94,6 miliar," tutur peneliti Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan menunggak di sini diartikan memiliki sejumlah kasus korupsi yang statusnya masih pada tahap penyidikan dan belum naik ke penuntutan atau bisa disebut stagnasi.
Selanjutnya, ialah Polda Jawa Timur dengan 22 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp14,8 miliar. Pada urutan ketiga Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dengan jumlah 21 kasus dan kerugian negara Rp133,6 miliar.
Pada urutan keempat adalah Polda Sulawesi Selatan dengan 18 kasus dan kerugian negara Rp34,3 miliar; urutan kelima Polda Jawa Tengah dengan 16 kasus dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp22,3 miliar.
Urutan keenam ialah Polda Bengkulu 15 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar; urutan ketujuh adalah Polda Jawa Barat dengan 15 kasus dan kerugian negara Rp31,1 miliar.
"Tiga terakhir adalah Kalimantan Timur, NTT, dan Sulawesi Utara dengan 11 kasus. Kerugian negara masing-masing ialah Rp122,4 miliar, Rp7,5 miliar, dan Rp42,2 miliar," tutur Wana memaparkan.
Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, dia menjelaskan bahwa daftar tersebut dibuat menurut tingkatan Polda dengan asumsi kasus korupsi yang ditangani oleh Polres berada di bawah koordinasi institusi tersebut.
Selain polda, kata dia, Bareskrim Mabes Polri juga memiliki sejumlah kasus yang belum naik ke penuntutan atau pelimpahan ke kejaksaan sejak ditetapkan berstatus penyidikan pada periode 2010--2014.
"Bareskrim memiliki sembilan kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mecapai Rp548 miliar," tuturnya.
(R029/D. Kliwantoro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Posisi pertama di Polda Sumatera Utara dengan jumlah kasus mencapai 30 dengan kerugian negara Rp94,6 miliar," tutur peneliti Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan menunggak di sini diartikan memiliki sejumlah kasus korupsi yang statusnya masih pada tahap penyidikan dan belum naik ke penuntutan atau bisa disebut stagnasi.
Selanjutnya, ialah Polda Jawa Timur dengan 22 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp14,8 miliar. Pada urutan ketiga Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dengan jumlah 21 kasus dan kerugian negara Rp133,6 miliar.
Pada urutan keempat adalah Polda Sulawesi Selatan dengan 18 kasus dan kerugian negara Rp34,3 miliar; urutan kelima Polda Jawa Tengah dengan 16 kasus dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp22,3 miliar.
Urutan keenam ialah Polda Bengkulu 15 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar; urutan ketujuh adalah Polda Jawa Barat dengan 15 kasus dan kerugian negara Rp31,1 miliar.
"Tiga terakhir adalah Kalimantan Timur, NTT, dan Sulawesi Utara dengan 11 kasus. Kerugian negara masing-masing ialah Rp122,4 miliar, Rp7,5 miliar, dan Rp42,2 miliar," tutur Wana memaparkan.
Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, dia menjelaskan bahwa daftar tersebut dibuat menurut tingkatan Polda dengan asumsi kasus korupsi yang ditangani oleh Polres berada di bawah koordinasi institusi tersebut.
Selain polda, kata dia, Bareskrim Mabes Polri juga memiliki sejumlah kasus yang belum naik ke penuntutan atau pelimpahan ke kejaksaan sejak ditetapkan berstatus penyidikan pada periode 2010--2014.
"Bareskrim memiliki sembilan kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mecapai Rp548 miliar," tuturnya.
(R029/D. Kliwantoro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015