Pontianak (Antara Kalbar) - Bermula dari sekedar hobi "ngemil", Eni Indrawati mencoba memasak sendiri penganan ringan yang terbuat dari talas atau keladi. Alhasil, setelah berbulan-bulan mencoba sendiri bahkan hingga tangannya terluka, kini Eni Indrawati malah menikmati hasil tambahan dari kegemarannya itu. Stik keladi yang diberi nama "Budi Utomo" itu, ikut menjadi oleh-oleh untuk Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) ketika Joko Widodo berkunjung ke Kalimantan Barat.
"Yang disajikan di Bandara (Supadio Pontianak) ketika Pak Jokowi datang, ya salah satunya stik keladi saya ini," ujar Eni Indrawati tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Renyah dan gurih. Itu yang pertama kali dirasakan di lidah ketika mengigit stik keladi buatan Eni Indrawati. Tentu bukan sekejap ia mampu menemukan resep sehingga olahannya seperti itu.
Ia masih ingat, pada tahun 2010. Ibu dua anak itu gemar membeli stik keladi yang dijual di pasar. Lambat laun, suaminya yang juga seorang tentara di lingkungan Lanud Supadio Pontianak, menyarankan agar ia mencoba membuat sendiri penganan khas Pontianak tersebut. Ia pun mulai mencoba.
"Padahal belum pernah sama sekali, melihat cara mengolahnya juga belum," katanya.
Masalah pertama adalah cara menyiapkan keladi sebelum digoreng. Berbagai cara ia coba. Mulai dari mengupasnya terlebih dahulu, baru dicuci, atau dicuci dulu baru dikupas. Ternyata, kalau dikupas lalu dicuci, lendir atau getah yang dihasilkan keladi semakin banyak. Ia pun harus merelakan tangannya terluka karena licinnya buah keladi yang dicuci setelah dikupas. Akhirnya, ia menemukan cara yakni setelah dikupas dan dipotong-potong, barulah dicuci.
Satu permasalahan selesai, lalu lanjut ke pengolahan. Ia kemudian menemukan takaran dan panas yang tepat untuk menggoreng keladi. "Ini setelah dua sampai tiga bulan mencoba," ujar dia.
Setelah menemukan takaran yang paling tepat, ia mulai menggoreng dalam jumlah banyak. Namun bukan untuk dikomersilkan, melainkan dinikmati bersama keluarga besar dan tamu yang datang. Kebetulan keluarga besarnya pandai memasak dan memiliki rumah makan di Desa Rasau Jaya, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya.
Eni semula tinggal di Asrama TNI AU sebelum akhirnya pindah ke tempatnya sekarang, di Gang Sri Usman, Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Saat teman-temannya mencoba, ternyata banyak yang kesengsem. Pesanan pun mulai berdatangan. Namun ia tetap tidak berniat berjualan secara khusus. Malahan teman-temannya itu yang mendorong agar ia mau menjual dalam skala luas. Peristiwa itu antara tahun 2010 - 2012. Tahun 2012, ia mengikuti sosialisasi dari dinas terkait. Ia pun mulai menyiapkan izin-izin terkait stik keladi buatannya itu.
"Yang belum ada, untuk paten merek dagang saja, lainnya ada," ujar Eni. Ia memakai nama CV Budi Utomo Jaya. Kebetulan, Budi Utomo adalah nama rumah makan orang tuanya di Desa Rasau Jaya.
Setelah izin lengkap, ia mulai memperhitungkan stok. Ia juga menyiapkan tempat khusus untuk proses pengolahan stik keladi. Selain itu, juga ada lemari kaca yang berisi ratusan bungkus stik keladi dan olahan lainnya.
Pada tahun 2013, ia mencoba menawarkan dagangannya di GOR Pangsuma Pontianak. Di sana, ia bertemu dengan rekan-rekannya yang juga berjualan. "Mereka ternyata ikut Inkubator Bisnis yang diadakan Bank Indonesia. Saya pun akhirnya ikut dan tergabung dalam angkatan ke-4 tahun 2013," ungkap Eni.
Di Inkubator Bisnis Bank Indonesia Perwakilan Kalbar, ia mendapat banyak masukan. Seperti pengemasan, cara penjualan, hingga pembukuan.
Banyaknya usaha sejenis pun baginya bukan sebagai pesaing karena masing-masing sudah mempunyai pelanggan dan pasar masing-masing.
Ia dalam satu minggu biasa tiga sampai empat kali mengolah keladi dengan berat keseluruhan berkisar 100 kilogram. Eni dibantu tiga orang yang khusus untuk mengupas, memotong dan menggoreng. Ia hanya mengawasi agar hasilnya sesuai arahan.
Stik keladinya pun telah dijual hingga ke Nangroe Aceh Darussalam, Malaysia, Jakarta, Jawa Tengah, dan sebagainya. Omset puluhan hingga ratusan juta rupiah pernah ia nikmati.
Namun sejak awal tahun ini, ia mengalami penurunan permintaan. Ia sendiri tidak tahu penyebab pastinya. "Mungkin ekonomi memang lagi turun," ujarnya. Ia yang semula dalam satu minggu bisa menggoreng 400 kilogram keladi, kini hanya separuhnya.
Ia mengakui, kenaikan harga bahan baku terutama keladi, sangat mempengaruhi harga jual. Ia mula-mula menjual stik keladi dengan harga Rp40 ribu per kilogram. Saat ini, hampir mendekati angka Rp100 ribu. "Kenaikan bahan baku yang paling banyak, tahun 2013 - 2014," katanya.
Namun ia tetap optimistis. Perlahan permintaan dari luar daerah kembali bermunculan. Saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kalbar, stik keladi buatannya jadi oleh-oleh untuk Paspampres.
Ia juga mempunyai kesibukan lain yakni menjual ikan arwana. Penangkar di Kabupaten Kapuas Hulu mengirim ke Eni untuk dijual kembali. "Alhamdulillah, hasilnya," ujar wanita 39 tahun ini sembari tersenyum. Ia pun berniat untuk mengembangkan lagi bisnisnya itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Yang disajikan di Bandara (Supadio Pontianak) ketika Pak Jokowi datang, ya salah satunya stik keladi saya ini," ujar Eni Indrawati tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Renyah dan gurih. Itu yang pertama kali dirasakan di lidah ketika mengigit stik keladi buatan Eni Indrawati. Tentu bukan sekejap ia mampu menemukan resep sehingga olahannya seperti itu.
Ia masih ingat, pada tahun 2010. Ibu dua anak itu gemar membeli stik keladi yang dijual di pasar. Lambat laun, suaminya yang juga seorang tentara di lingkungan Lanud Supadio Pontianak, menyarankan agar ia mencoba membuat sendiri penganan khas Pontianak tersebut. Ia pun mulai mencoba.
"Padahal belum pernah sama sekali, melihat cara mengolahnya juga belum," katanya.
Masalah pertama adalah cara menyiapkan keladi sebelum digoreng. Berbagai cara ia coba. Mulai dari mengupasnya terlebih dahulu, baru dicuci, atau dicuci dulu baru dikupas. Ternyata, kalau dikupas lalu dicuci, lendir atau getah yang dihasilkan keladi semakin banyak. Ia pun harus merelakan tangannya terluka karena licinnya buah keladi yang dicuci setelah dikupas. Akhirnya, ia menemukan cara yakni setelah dikupas dan dipotong-potong, barulah dicuci.
Satu permasalahan selesai, lalu lanjut ke pengolahan. Ia kemudian menemukan takaran dan panas yang tepat untuk menggoreng keladi. "Ini setelah dua sampai tiga bulan mencoba," ujar dia.
Setelah menemukan takaran yang paling tepat, ia mulai menggoreng dalam jumlah banyak. Namun bukan untuk dikomersilkan, melainkan dinikmati bersama keluarga besar dan tamu yang datang. Kebetulan keluarga besarnya pandai memasak dan memiliki rumah makan di Desa Rasau Jaya, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya.
Eni semula tinggal di Asrama TNI AU sebelum akhirnya pindah ke tempatnya sekarang, di Gang Sri Usman, Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Saat teman-temannya mencoba, ternyata banyak yang kesengsem. Pesanan pun mulai berdatangan. Namun ia tetap tidak berniat berjualan secara khusus. Malahan teman-temannya itu yang mendorong agar ia mau menjual dalam skala luas. Peristiwa itu antara tahun 2010 - 2012. Tahun 2012, ia mengikuti sosialisasi dari dinas terkait. Ia pun mulai menyiapkan izin-izin terkait stik keladi buatannya itu.
"Yang belum ada, untuk paten merek dagang saja, lainnya ada," ujar Eni. Ia memakai nama CV Budi Utomo Jaya. Kebetulan, Budi Utomo adalah nama rumah makan orang tuanya di Desa Rasau Jaya.
Setelah izin lengkap, ia mulai memperhitungkan stok. Ia juga menyiapkan tempat khusus untuk proses pengolahan stik keladi. Selain itu, juga ada lemari kaca yang berisi ratusan bungkus stik keladi dan olahan lainnya.
Pada tahun 2013, ia mencoba menawarkan dagangannya di GOR Pangsuma Pontianak. Di sana, ia bertemu dengan rekan-rekannya yang juga berjualan. "Mereka ternyata ikut Inkubator Bisnis yang diadakan Bank Indonesia. Saya pun akhirnya ikut dan tergabung dalam angkatan ke-4 tahun 2013," ungkap Eni.
Di Inkubator Bisnis Bank Indonesia Perwakilan Kalbar, ia mendapat banyak masukan. Seperti pengemasan, cara penjualan, hingga pembukuan.
Banyaknya usaha sejenis pun baginya bukan sebagai pesaing karena masing-masing sudah mempunyai pelanggan dan pasar masing-masing.
Ia dalam satu minggu biasa tiga sampai empat kali mengolah keladi dengan berat keseluruhan berkisar 100 kilogram. Eni dibantu tiga orang yang khusus untuk mengupas, memotong dan menggoreng. Ia hanya mengawasi agar hasilnya sesuai arahan.
Stik keladinya pun telah dijual hingga ke Nangroe Aceh Darussalam, Malaysia, Jakarta, Jawa Tengah, dan sebagainya. Omset puluhan hingga ratusan juta rupiah pernah ia nikmati.
Namun sejak awal tahun ini, ia mengalami penurunan permintaan. Ia sendiri tidak tahu penyebab pastinya. "Mungkin ekonomi memang lagi turun," ujarnya. Ia yang semula dalam satu minggu bisa menggoreng 400 kilogram keladi, kini hanya separuhnya.
Ia mengakui, kenaikan harga bahan baku terutama keladi, sangat mempengaruhi harga jual. Ia mula-mula menjual stik keladi dengan harga Rp40 ribu per kilogram. Saat ini, hampir mendekati angka Rp100 ribu. "Kenaikan bahan baku yang paling banyak, tahun 2013 - 2014," katanya.
Namun ia tetap optimistis. Perlahan permintaan dari luar daerah kembali bermunculan. Saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kalbar, stik keladi buatannya jadi oleh-oleh untuk Paspampres.
Ia juga mempunyai kesibukan lain yakni menjual ikan arwana. Penangkar di Kabupaten Kapuas Hulu mengirim ke Eni untuk dijual kembali. "Alhamdulillah, hasilnya," ujar wanita 39 tahun ini sembari tersenyum. Ia pun berniat untuk mengembangkan lagi bisnisnya itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015