Jakarta (Antara Kalbar) - Ditjen Pajak mencatat tambahan penerimaan pajak sepanjang tahun 2015 hingga 10 Januari 2016. Berdasarkan data setelah rekonsiliasi atau penyesuaian data transaksi keuangan pada periode tersebut, penerimaan pajak negara bertambah sebesar Rp5,24 triliun.
Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin, tambahan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas.
Tambahan ini membuat total penerimaan pajak 2015 menjadi Rp1.060,85 triliun (sebelumnya sampai 31 Desember 2015 berjumlah Rp1.055,61 triliun), di mana non PPh migas menyumbang Rp1.011,13 triliun di antaranya.
"Tidak seluruh penerimaan pajak bisa masuk dan terekam sampai 31 Desember 2015 oleh Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), karena itulah dilakukan rekonsiliasi sampai Minggu (10/1) dan bisa bertambah sekitar Rp5 triliun," ujar Bambang dalam konferensi pers di Kantor DJP, Jakarta.
Namun dengan jumlah tersebut, pemerintah tetap belum bisa memenuhi target penerimaan pajak pada 2015 yaitu Rp1.294 triliun.
Bambang mengapresiasi kinerja DJP yang berhasil meraup pendapatan pajak non PPh migas melewati Rp1.000 triliun pada tahun 2015.
Jumlah ini meningkat 12,05 persen dari tahun 2014, yang realisasi non pph migas-nya adalah Rp897,69 triliun. Persentase tersebut juga lebih tinggi dari peningkatan tahun 2013 (Rp752 triliun) ke 2014 (832,65 triliun) yang "hanya" 7,81 persen.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan prestasi tersebut bisa diukir karena pihaknya rutin mengadakan pertemuan dengan para wajib pajak di akhir tahun 2015.
Sebagai informasi, "penerimaan (pendapatan) pajak" berbeda dengan "penerimaan perpajakan" dan "penerimaan negara". Penerimaan pajak hanya dilakukan oleh DJP dan meliputi PPh Nonmigas, PPh Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya.
Sementara penerimaan perpajakan adalah gabungan pajak dari DJP dengan bea dan cukai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yang nilainya sampai 31 Desember 2015 adalah Rp1.235,80 triliun.
Penerimaan atau pendapatan negara adalah total seluruh pemasukan negara baik dari pajak (dilakukan oleh DJP dan DJBC) maupun nonpajak (seperti pendapatan Badan Layanan Umum/BLU dan hibah) dan sampai 31 Desember 2015 besarannya adalah Rp1.491,5 triliun.
"Perbedaan ini perlu dipahami," kata Menkeu.
Bambang melanjutkan, penerimaan pajak pada tahun 2015 juga dipengaruhi oleh paket kebijakan ekonomi kelima yang memberikan pengurangan tarif pajak bagi wajib pajak yang melakukan revaluasi aktiva tetap.
"Pajak yang diperoleh dari revaluasi ini mencapai Rp20,14 triliun," tutur dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin, tambahan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas.
Tambahan ini membuat total penerimaan pajak 2015 menjadi Rp1.060,85 triliun (sebelumnya sampai 31 Desember 2015 berjumlah Rp1.055,61 triliun), di mana non PPh migas menyumbang Rp1.011,13 triliun di antaranya.
"Tidak seluruh penerimaan pajak bisa masuk dan terekam sampai 31 Desember 2015 oleh Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), karena itulah dilakukan rekonsiliasi sampai Minggu (10/1) dan bisa bertambah sekitar Rp5 triliun," ujar Bambang dalam konferensi pers di Kantor DJP, Jakarta.
Namun dengan jumlah tersebut, pemerintah tetap belum bisa memenuhi target penerimaan pajak pada 2015 yaitu Rp1.294 triliun.
Bambang mengapresiasi kinerja DJP yang berhasil meraup pendapatan pajak non PPh migas melewati Rp1.000 triliun pada tahun 2015.
Jumlah ini meningkat 12,05 persen dari tahun 2014, yang realisasi non pph migas-nya adalah Rp897,69 triliun. Persentase tersebut juga lebih tinggi dari peningkatan tahun 2013 (Rp752 triliun) ke 2014 (832,65 triliun) yang "hanya" 7,81 persen.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan prestasi tersebut bisa diukir karena pihaknya rutin mengadakan pertemuan dengan para wajib pajak di akhir tahun 2015.
Sebagai informasi, "penerimaan (pendapatan) pajak" berbeda dengan "penerimaan perpajakan" dan "penerimaan negara". Penerimaan pajak hanya dilakukan oleh DJP dan meliputi PPh Nonmigas, PPh Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya.
Sementara penerimaan perpajakan adalah gabungan pajak dari DJP dengan bea dan cukai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yang nilainya sampai 31 Desember 2015 adalah Rp1.235,80 triliun.
Penerimaan atau pendapatan negara adalah total seluruh pemasukan negara baik dari pajak (dilakukan oleh DJP dan DJBC) maupun nonpajak (seperti pendapatan Badan Layanan Umum/BLU dan hibah) dan sampai 31 Desember 2015 besarannya adalah Rp1.491,5 triliun.
"Perbedaan ini perlu dipahami," kata Menkeu.
Bambang melanjutkan, penerimaan pajak pada tahun 2015 juga dipengaruhi oleh paket kebijakan ekonomi kelima yang memberikan pengurangan tarif pajak bagi wajib pajak yang melakukan revaluasi aktiva tetap.
"Pajak yang diperoleh dari revaluasi ini mencapai Rp20,14 triliun," tutur dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016