Pontianak (Antara Kalbar) - Dewan Adat Dayak (DAD) se-Kalimantan menyatakan penolakannya terhadap rencana program transmigrasi warga eks-Gafatar ke Pulau Kalimantan, menyusul dikembalikannya ribuan mantan anggota organisasi tersebut ke daerah masing-masing.
"Setelah melakukan pertemuan dengan DAD se-Kalimantan, 30 Januari di Banjarmasin, kami telah sepakat menolak kehadiran warga eks-Gafatar di Pulau Kalimantan dalam bentuk apapun," kata Ketua DAD Kalimantan Barat, Yakobus Kumis di Pontianak, Selasa.
Atas sikap penolakan tersebut, DAD se-Kalimantan juga menyatakan kesiapannya untuk menghadapi gugatan dari Komnas HAM dan Kontras.
"Karena intinya kami tidak mau Pulau Kalimantan menjadi tempat penyimpangan, yang membuat teror dan keresahan, serta ajaran-ajaran sesat. Kami tidak mau Kalimantan dijadikan tempat mendirikan negara dalam negara," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Yakobus menambahkan, pihaknya tidak bertanggung jawab, apabila aspirasi DAD se-Kalimantan dan aspirasi masyarakat lainnya yang intinya menolak kehadiran Gafatar maupun eks-Gafatar di Kalimantan, tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.
"Kami juga mendukung kebijakan Gubernur Kalbar, Cornelis yang juga Presiden Majelis Adat Dayak Nasional yang secara tegas menolak kehadiran eks-Gafatar. Serta meminta warga eks-Gafatar dikembalikan ke daerah masing-masing, karena jelas melanggar UU No. 24/2013 tentang Kependudukan," ujarnya.
Menurut dia, pihaknya khawatir kalau kelompok maupun paham-paham Gafatar terus berkembang, maka akan menjadi "bom waktu" yang dapat memicu konflik dan kerusuhan di Pulau Kalimantan.
"Kami meminta pemerintah pusat, dan aparat hukum agar segera mengusut otak atau aktor intelektual dibalik eksodusnya warga eks-Gafatar ke Kalimantan, sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Yakobus.
Serta mengajak masyarakat lintas etnis dan agama di Kalimantan untuk bersatu padu melakukan tindakan pencegahan terhadap hal-hal yang berbau radikalisme dan ormas terlarang yang ingin memecah persatuan dan kesatuan di Pulau Kalimantan.
Dalam kesempatan itu, Ketua DAD Kalbar juga menyampaikan, aspirasi terkait penolakan terhadap warga eks-Gafatar di Pulau Kalimantan tersebut akan pihaknya sampaikan secara langsung ke Presiden RI Joko Widodo.
Sementara itu, ratusan masyarakat dari Kabupaten Mempawah, Selasa siang, juga melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalbar guna menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar ke Kalbar dalam bentuk apapun.
"Kami menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar atau dalam bentuk apapun termasuk kalau ormasnya sudah berubah," kata M Atta saat melakukan orasinya di depan Kantor DPRD Provinsi Kalbar.
Anggota DPRD Provinsi Kalbar, Ishak Ali Almutahar menyatakan, dukungannya terhadap masyarakat Kabupaten Mempawah dan Kalbar umumnya yang menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar ke Kalbar dalam bentuk apapun.
"Penolakan itu, karena Ormas Gafatar sesat, dan ingin mendirikan negara di dalam negara. Sehingga tidak boleh lagi ada Gafatar di Kalbar," katanya.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Setelah melakukan pertemuan dengan DAD se-Kalimantan, 30 Januari di Banjarmasin, kami telah sepakat menolak kehadiran warga eks-Gafatar di Pulau Kalimantan dalam bentuk apapun," kata Ketua DAD Kalimantan Barat, Yakobus Kumis di Pontianak, Selasa.
Atas sikap penolakan tersebut, DAD se-Kalimantan juga menyatakan kesiapannya untuk menghadapi gugatan dari Komnas HAM dan Kontras.
"Karena intinya kami tidak mau Pulau Kalimantan menjadi tempat penyimpangan, yang membuat teror dan keresahan, serta ajaran-ajaran sesat. Kami tidak mau Kalimantan dijadikan tempat mendirikan negara dalam negara," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Yakobus menambahkan, pihaknya tidak bertanggung jawab, apabila aspirasi DAD se-Kalimantan dan aspirasi masyarakat lainnya yang intinya menolak kehadiran Gafatar maupun eks-Gafatar di Kalimantan, tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.
"Kami juga mendukung kebijakan Gubernur Kalbar, Cornelis yang juga Presiden Majelis Adat Dayak Nasional yang secara tegas menolak kehadiran eks-Gafatar. Serta meminta warga eks-Gafatar dikembalikan ke daerah masing-masing, karena jelas melanggar UU No. 24/2013 tentang Kependudukan," ujarnya.
Menurut dia, pihaknya khawatir kalau kelompok maupun paham-paham Gafatar terus berkembang, maka akan menjadi "bom waktu" yang dapat memicu konflik dan kerusuhan di Pulau Kalimantan.
"Kami meminta pemerintah pusat, dan aparat hukum agar segera mengusut otak atau aktor intelektual dibalik eksodusnya warga eks-Gafatar ke Kalimantan, sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Yakobus.
Serta mengajak masyarakat lintas etnis dan agama di Kalimantan untuk bersatu padu melakukan tindakan pencegahan terhadap hal-hal yang berbau radikalisme dan ormas terlarang yang ingin memecah persatuan dan kesatuan di Pulau Kalimantan.
Dalam kesempatan itu, Ketua DAD Kalbar juga menyampaikan, aspirasi terkait penolakan terhadap warga eks-Gafatar di Pulau Kalimantan tersebut akan pihaknya sampaikan secara langsung ke Presiden RI Joko Widodo.
Sementara itu, ratusan masyarakat dari Kabupaten Mempawah, Selasa siang, juga melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalbar guna menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar ke Kalbar dalam bentuk apapun.
"Kami menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar atau dalam bentuk apapun termasuk kalau ormasnya sudah berubah," kata M Atta saat melakukan orasinya di depan Kantor DPRD Provinsi Kalbar.
Anggota DPRD Provinsi Kalbar, Ishak Ali Almutahar menyatakan, dukungannya terhadap masyarakat Kabupaten Mempawah dan Kalbar umumnya yang menolak dikembalikannya warga eks-Gafatar ke Kalbar dalam bentuk apapun.
"Penolakan itu, karena Ormas Gafatar sesat, dan ingin mendirikan negara di dalam negara. Sehingga tidak boleh lagi ada Gafatar di Kalbar," katanya.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016