Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua DPRD Kabupaten Mempawah, Rahmad Satria beberapa waktu lalu mengikuti ujian terbuka strata tiga (S3) Program Studi Ilmu hukum di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Dipimpin langsung Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. FX. Adji Samekto, SH.,M.Hum. beserta tim penguji antar lain Prof. Dr. Juanda, SH., MH Guru besar dari Universitas Bengkulu beserta tim penguji lainnya Budi Ispriyarso, SH.,M.Hum. Dr. Lita Tyesta ALW, SH.,M.Hum. Hasyim Asy’ari, SH.,M.Si.Ph.D. dan Prof. Dr. Yusriyadi, SH.,MS. Prof. Dr. Rahayu, SH., M.Hum. dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Dalam disertasinya, Promovendus rahmad Satria antara lain mendalami studi terhadap pengaturan hak ekonomi, sosial dan budaya di Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan kajian studinya itu, dalam sejarah pasca diproklamirkannya kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tahun 1945, hingga kini konfigurasi politik pemerintahan daerah di Indonesia dalam praktiknya tidak selalu sejalan dengan prinsip demokrasi.
Pembabakan konfigurasi politik yang terpetakan sejak kemerdekaan Indonesia hingga kini dinilai ada kalanya menunjukkan karakter yang demokratis dan ada pula sebaliknya.
Terhadap teori dan tesis Prof. Mahfud M.D, yang secara umum menyatakan konfigurasi politik pemerintahan daerah di era reformasi dewasa ini tergolong konfigurasi politik yang demokratis, dicirikan dengan karakter produk hukum yang responsif. Tesis Prof. Mahfud M.D tersebut menyatakan adanya korelasi yang bersifat mutlak antara konfigurasi politik yang demokratis atau sebaliknya tidak demokratis, dengan karakter produk hukumnya.
Terkait tesis Prof. Mahfud M.D itu, Promovendus, Rahmad Satria memaparkan dapat dibangun proposisi bahwa konfigurasi politik pemerintahan daerah dewasa ini tergolong demokratis, karena itu peraturan daerah tergolong responsif terhadap problematika masyarakat daerah.
"Namun, faktanya di Kalimantan Barat konfigurasi politik pemerintahan daerah yang demokratis tersebut, tidak serta merta melahirkan peraturan daerah yang responsif dan berihak kepada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat marjinal," kata Rahmad Satria dengan lantang dihadapan majelis penguji pada sidang ujian terbuka Promosi Doktor, Sabtu (27/2).
Promovendus Rahmad Satria menerangkan, dalam kasus pengaturan hak-hak ekosob misalnya, dirinya memandang tidak semua daerah yang meresponnya dengan melakukan pengaturan melalui peraturan daerah. Hal tersebut secara eksplisit dapat dibuktikan dengan fakta hukum, fakta fisik atau emperik dan fakta sosial. Fakta-fakta tersebut dikupas promovendus Rahmad Satria dan dirangkumnya dalam fokus studi mulai dari permasalahan, kerangka pemikiran, tujuan dan kontribusi penelitian hingga proses penelitian serta pokok-pokok hasil penelitiannya.
Dalam ujian terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum itu, Rahmad Satria kemudian berkesimpulan bahwa produk hukum berupa peraturan daerah yang mengatur hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang kebanyakan merupakan pergulatan masyarakat marjinal, konfigurasi politik pemerintahan di Kalimantan Barat yang tergolong demokratis dewasa ini tidak atau belum mampu melahirkan peraturan daerah yang berpihak atau responsif pada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat marjinal.
"Model ideal membangun peraturan daerah yang mengakomodasi hak-hak ekosob masyarakat marjinal, maka konfigurasi politik demokratis yang berparadigma pembangunan hukum dan masyarakat yang berbasis hak asasi manusia yang pararel dengan cita hukum pancasila hendaknya menjadi payung berfikir dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengundangan bahkan sosialisasi suatu peraturan daerah serta menjadi semacam kaidah penuntun karakterisasi peraturan daerah yang responsif sebagai sarana promotif, protektif, dan implementatif bagi kepentingan masyarakat daerah," ujar Rahmad Satria dihadapan majelis penguji pada sidang ujian terbuka Promosi Doktor.
Lebih lanjut, dalam studinya Rahmad Satria juga merekomendasikan penambahan pasal dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, khususnya yang mengatur tentang hak warga negara dalam mengajukan gugatan hukum terhadap pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya.
Penambahan pasal dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, perihal parameter hak asasi manusia, khususnya terkait mekanisme pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Selain itu, dalam studinya, promovendus Rahmad Satria juga mengusulkan agar pemerintah daerah dan DPRD Kalimantan Barat untuk segera membangun, menginisiasi dan mempercepat lahirnya produk hukum berupa peraturan daerah Kalimantan barat yang berpihak pada pemenuhan hak-hak ekosob masyarakat marjinal, sesuai dengan model ideal membangun peraturan daerah yang ditawarkan dalam disertasinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Dipimpin langsung Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. FX. Adji Samekto, SH.,M.Hum. beserta tim penguji antar lain Prof. Dr. Juanda, SH., MH Guru besar dari Universitas Bengkulu beserta tim penguji lainnya Budi Ispriyarso, SH.,M.Hum. Dr. Lita Tyesta ALW, SH.,M.Hum. Hasyim Asy’ari, SH.,M.Si.Ph.D. dan Prof. Dr. Yusriyadi, SH.,MS. Prof. Dr. Rahayu, SH., M.Hum. dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Dalam disertasinya, Promovendus rahmad Satria antara lain mendalami studi terhadap pengaturan hak ekonomi, sosial dan budaya di Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan kajian studinya itu, dalam sejarah pasca diproklamirkannya kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tahun 1945, hingga kini konfigurasi politik pemerintahan daerah di Indonesia dalam praktiknya tidak selalu sejalan dengan prinsip demokrasi.
Pembabakan konfigurasi politik yang terpetakan sejak kemerdekaan Indonesia hingga kini dinilai ada kalanya menunjukkan karakter yang demokratis dan ada pula sebaliknya.
Terhadap teori dan tesis Prof. Mahfud M.D, yang secara umum menyatakan konfigurasi politik pemerintahan daerah di era reformasi dewasa ini tergolong konfigurasi politik yang demokratis, dicirikan dengan karakter produk hukum yang responsif. Tesis Prof. Mahfud M.D tersebut menyatakan adanya korelasi yang bersifat mutlak antara konfigurasi politik yang demokratis atau sebaliknya tidak demokratis, dengan karakter produk hukumnya.
Terkait tesis Prof. Mahfud M.D itu, Promovendus, Rahmad Satria memaparkan dapat dibangun proposisi bahwa konfigurasi politik pemerintahan daerah dewasa ini tergolong demokratis, karena itu peraturan daerah tergolong responsif terhadap problematika masyarakat daerah.
"Namun, faktanya di Kalimantan Barat konfigurasi politik pemerintahan daerah yang demokratis tersebut, tidak serta merta melahirkan peraturan daerah yang responsif dan berihak kepada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat marjinal," kata Rahmad Satria dengan lantang dihadapan majelis penguji pada sidang ujian terbuka Promosi Doktor, Sabtu (27/2).
Promovendus Rahmad Satria menerangkan, dalam kasus pengaturan hak-hak ekosob misalnya, dirinya memandang tidak semua daerah yang meresponnya dengan melakukan pengaturan melalui peraturan daerah. Hal tersebut secara eksplisit dapat dibuktikan dengan fakta hukum, fakta fisik atau emperik dan fakta sosial. Fakta-fakta tersebut dikupas promovendus Rahmad Satria dan dirangkumnya dalam fokus studi mulai dari permasalahan, kerangka pemikiran, tujuan dan kontribusi penelitian hingga proses penelitian serta pokok-pokok hasil penelitiannya.
Dalam ujian terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum itu, Rahmad Satria kemudian berkesimpulan bahwa produk hukum berupa peraturan daerah yang mengatur hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang kebanyakan merupakan pergulatan masyarakat marjinal, konfigurasi politik pemerintahan di Kalimantan Barat yang tergolong demokratis dewasa ini tidak atau belum mampu melahirkan peraturan daerah yang berpihak atau responsif pada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat marjinal.
"Model ideal membangun peraturan daerah yang mengakomodasi hak-hak ekosob masyarakat marjinal, maka konfigurasi politik demokratis yang berparadigma pembangunan hukum dan masyarakat yang berbasis hak asasi manusia yang pararel dengan cita hukum pancasila hendaknya menjadi payung berfikir dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengundangan bahkan sosialisasi suatu peraturan daerah serta menjadi semacam kaidah penuntun karakterisasi peraturan daerah yang responsif sebagai sarana promotif, protektif, dan implementatif bagi kepentingan masyarakat daerah," ujar Rahmad Satria dihadapan majelis penguji pada sidang ujian terbuka Promosi Doktor.
Lebih lanjut, dalam studinya Rahmad Satria juga merekomendasikan penambahan pasal dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, khususnya yang mengatur tentang hak warga negara dalam mengajukan gugatan hukum terhadap pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya.
Penambahan pasal dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, perihal parameter hak asasi manusia, khususnya terkait mekanisme pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Selain itu, dalam studinya, promovendus Rahmad Satria juga mengusulkan agar pemerintah daerah dan DPRD Kalimantan Barat untuk segera membangun, menginisiasi dan mempercepat lahirnya produk hukum berupa peraturan daerah Kalimantan barat yang berpihak pada pemenuhan hak-hak ekosob masyarakat marjinal, sesuai dengan model ideal membangun peraturan daerah yang ditawarkan dalam disertasinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016