Pontianak (Antara Kalbar) - Kepolisian Resort Ketapang membantah pemberitaan mengenai penculikan dua petani sawit, melainkan penangkapan seorang petani atas nama Marasyah karena yang bersangkutan sebelumnya sudah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Berita penculikan itu tidak benar seperti yang dimuat di salah satu media online, karena yang bersangkutan adalah DPO, dan ada penangkapannya. Mengapa tidak konfirmasi dahulu dengan pihak kepolisian sebelum memberitakan," kata Kasatreskrim Polres Ketapang, AKP Bellen Anggara Pratama kepada Antara di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, Marasyah alias Maras ditetapkan sebagai DPO Nomor: DPO/28/V/2015/Reskrim, yang diterbitkan Polres Ketapang, 25 Mei 2015. Dijadikannya Marasyah DPO, karena yang bersangkutan bersikap tidak kooperatif dalam menghadapi proses penyidikan yang tengah berlangsung.
Proses penangkapan Marasyah oleh anggota Polres Ketapang, dilakukan di Aam Kost, di kawasan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan, 23 Maret 2016. Berdasarkan informasi pemilik kos, Marasyah tidur di kamar 303.
Setelah polisi menjelaskan bahwa Marasyah merupakan tersangka dan masuk dalam DPO, pemilik kos kemudian mengetuk pintu kamar. Berulang kali diketuk, namun yang bersangkutan tidak bersedia keluar malam itu.
"Tidak ada pendobrakan, dan anggota kami menunggu sampai pagi. Barulah keesokan harinya penangkapan dilakukan," ungkapnya.
Setelah itu, Marasyah langsung dibawa ke Polres Ketapang dan dimasukkan ke dalam tahanan hingga saat ini. Penangkapan sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku. "Kami ikuti semua prosedur, juga berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan. Karena kami tidak mau gegabah, apalagi sekarang sudah ada praperadilan, Komnas HAM, atau Kompolnas, karena kalau menangkap secara sembarangan, itu sama artinya kita gantung diri," ujarnya.
Marasyah ditetapkan sebagai tersangka, karena terjerat kasus pencurian kelapa sawit. Hingga saat ini, jelas Bellen, pidana pokok yang melibatkan teman-temannya sudah divonis dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Sedangkan Marasyah sendiri dijerat pasal 55 dan 56 jo pasal 107 UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, yang sekarang perkaranya sedang displit.
Sementara terkait seorang petani lagi, yakni Fuad. Bellen justru tidak habis pikir, sebab Fuad tidak tersangkut kasus apapun, termasuk yang melibatkan Marasyah, dan pada saat penangkapan Fuad tidur di kamar yang berbeda dengan Marasyah.
"Kami juga tidak mengerti mengapa dia lari ketika Marasyah dilakukan penangkapan, mungkin Fuad menjadi ketakutan dan merasa bersalah. Sehingga ketika mengetahui Marasyah ditangkap, dia langsung lari," ujar Bellen.
Bellen mengimbau kepada masyarakat agar bersikap tenang dan tidak gampang terprovokasi. Sedangkan kepada media massa, ia meminta agar memuat pemberitaan yang objektif, faktual, dan menyejukkan.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Berita penculikan itu tidak benar seperti yang dimuat di salah satu media online, karena yang bersangkutan adalah DPO, dan ada penangkapannya. Mengapa tidak konfirmasi dahulu dengan pihak kepolisian sebelum memberitakan," kata Kasatreskrim Polres Ketapang, AKP Bellen Anggara Pratama kepada Antara di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, Marasyah alias Maras ditetapkan sebagai DPO Nomor: DPO/28/V/2015/Reskrim, yang diterbitkan Polres Ketapang, 25 Mei 2015. Dijadikannya Marasyah DPO, karena yang bersangkutan bersikap tidak kooperatif dalam menghadapi proses penyidikan yang tengah berlangsung.
Proses penangkapan Marasyah oleh anggota Polres Ketapang, dilakukan di Aam Kost, di kawasan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan, 23 Maret 2016. Berdasarkan informasi pemilik kos, Marasyah tidur di kamar 303.
Setelah polisi menjelaskan bahwa Marasyah merupakan tersangka dan masuk dalam DPO, pemilik kos kemudian mengetuk pintu kamar. Berulang kali diketuk, namun yang bersangkutan tidak bersedia keluar malam itu.
"Tidak ada pendobrakan, dan anggota kami menunggu sampai pagi. Barulah keesokan harinya penangkapan dilakukan," ungkapnya.
Setelah itu, Marasyah langsung dibawa ke Polres Ketapang dan dimasukkan ke dalam tahanan hingga saat ini. Penangkapan sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku. "Kami ikuti semua prosedur, juga berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan. Karena kami tidak mau gegabah, apalagi sekarang sudah ada praperadilan, Komnas HAM, atau Kompolnas, karena kalau menangkap secara sembarangan, itu sama artinya kita gantung diri," ujarnya.
Marasyah ditetapkan sebagai tersangka, karena terjerat kasus pencurian kelapa sawit. Hingga saat ini, jelas Bellen, pidana pokok yang melibatkan teman-temannya sudah divonis dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Sedangkan Marasyah sendiri dijerat pasal 55 dan 56 jo pasal 107 UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, yang sekarang perkaranya sedang displit.
Sementara terkait seorang petani lagi, yakni Fuad. Bellen justru tidak habis pikir, sebab Fuad tidak tersangkut kasus apapun, termasuk yang melibatkan Marasyah, dan pada saat penangkapan Fuad tidur di kamar yang berbeda dengan Marasyah.
"Kami juga tidak mengerti mengapa dia lari ketika Marasyah dilakukan penangkapan, mungkin Fuad menjadi ketakutan dan merasa bersalah. Sehingga ketika mengetahui Marasyah ditangkap, dia langsung lari," ujar Bellen.
Bellen mengimbau kepada masyarakat agar bersikap tenang dan tidak gampang terprovokasi. Sedangkan kepada media massa, ia meminta agar memuat pemberitaan yang objektif, faktual, dan menyejukkan.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016