Jakarta (Antara Kalbar) - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengungkapkan biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lahan (restorasi) gambut dibutuhkan sekitar Rp12 juta per hektarenya.
"Perkiraan (biaya restorasi gabut) Rp12 juta per hektarenya untuk estimasi lima tahun," kata Foead di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Foead juga menyebut perhitungan dari Bank Dunia dan CIFOR (The Center for International Forestry Research) kisaran biaya restorasi berkisar Rp6-36 juta per hektarenya dan pihaknya menghitung sekitar Rp12 juta per hektare.
Deputi bidang Kontruksi. Operasi dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong menyebutkan biaya restorasi gambut itu masih dalam hal restorasi hidrologi, yakni penyekatan kanal, penimbunan kanal dan belum termasuk revetigasi gambut.
"Untuk revetigasi gambut sendiri membutuhkan dana berkisar Rp8-10 juta per hektarenya," kata Alue Dohong.
Foead mengungkapkan BRG baru didirikan baru dua bulan sehingga kebutuhan dana operasionalnya memakai anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta dana dari donor.
Dia mengungkapkan pihaknya sudah mengusulkan anggaran ke Kementerian Keuangan dan berharap dalam waktu dekat bisa turun.
"Jadi kami bisa berjalan karena ada dana-dana yang dianggarkan Kementerian LHK untuk dikerjakan bersama dan dari donor yang konsen terhadap restorasi gambut," ucap Foead.
Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengakui bahwa anggaran BRG selain menggunakan dana publik (APBN) juga terbuka dana donor.
"Untuk saat ini anggaran baru diusulkan ke Menkeu, dan nantinya bisa dimasukkan melalui APBNP," ujar Teten.
BRG dalam 5 tahun ke depan menargetkan melakukan restorasi gambut seluas sekitar 2 juta hektare yang berada di tujuh provinsi dan pada tahun ini 800 ribu hektare di empat kabupaten.
Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG Budi Wardhana mengatakan penentuan arahan lokasi restorasi didasarkan pada empat kriteria yakni lahan yang bergambut, kondisi tutupan lahan, keberadaan kanal dan dampak pengembangan kanal, serta historis kebakaran dalam lima tahun.
"Selanjutnya arahan kegiatan restorasi akan ditentukan lebih lanjut berdasarkan pada status lahan, kondisi topografi dan hidrologis aliran air bawah permukaan, kegiatan budidaya dan kondisi sosial budaya masyarakat. Untuk itu pemetaan detail di lokasi tersebut akan segera dilaksanakan," imbuhnya.
Terkait dengan konstruksi restorasi, BRG sedang merampungkan panduan dan prosedur operasional standar pembangunan infrastruktur pembasahan gambut, pembuatan persemaian, penanaman di lahan gambut, dan pemasangan sumut pipa bor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Perkiraan (biaya restorasi gabut) Rp12 juta per hektarenya untuk estimasi lima tahun," kata Foead di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Foead juga menyebut perhitungan dari Bank Dunia dan CIFOR (The Center for International Forestry Research) kisaran biaya restorasi berkisar Rp6-36 juta per hektarenya dan pihaknya menghitung sekitar Rp12 juta per hektare.
Deputi bidang Kontruksi. Operasi dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong menyebutkan biaya restorasi gambut itu masih dalam hal restorasi hidrologi, yakni penyekatan kanal, penimbunan kanal dan belum termasuk revetigasi gambut.
"Untuk revetigasi gambut sendiri membutuhkan dana berkisar Rp8-10 juta per hektarenya," kata Alue Dohong.
Foead mengungkapkan BRG baru didirikan baru dua bulan sehingga kebutuhan dana operasionalnya memakai anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta dana dari donor.
Dia mengungkapkan pihaknya sudah mengusulkan anggaran ke Kementerian Keuangan dan berharap dalam waktu dekat bisa turun.
"Jadi kami bisa berjalan karena ada dana-dana yang dianggarkan Kementerian LHK untuk dikerjakan bersama dan dari donor yang konsen terhadap restorasi gambut," ucap Foead.
Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengakui bahwa anggaran BRG selain menggunakan dana publik (APBN) juga terbuka dana donor.
"Untuk saat ini anggaran baru diusulkan ke Menkeu, dan nantinya bisa dimasukkan melalui APBNP," ujar Teten.
BRG dalam 5 tahun ke depan menargetkan melakukan restorasi gambut seluas sekitar 2 juta hektare yang berada di tujuh provinsi dan pada tahun ini 800 ribu hektare di empat kabupaten.
Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG Budi Wardhana mengatakan penentuan arahan lokasi restorasi didasarkan pada empat kriteria yakni lahan yang bergambut, kondisi tutupan lahan, keberadaan kanal dan dampak pengembangan kanal, serta historis kebakaran dalam lima tahun.
"Selanjutnya arahan kegiatan restorasi akan ditentukan lebih lanjut berdasarkan pada status lahan, kondisi topografi dan hidrologis aliran air bawah permukaan, kegiatan budidaya dan kondisi sosial budaya masyarakat. Untuk itu pemetaan detail di lokasi tersebut akan segera dilaksanakan," imbuhnya.
Terkait dengan konstruksi restorasi, BRG sedang merampungkan panduan dan prosedur operasional standar pembangunan infrastruktur pembasahan gambut, pembuatan persemaian, penanaman di lahan gambut, dan pemasangan sumut pipa bor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016