Pontianak  (Antara Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota setempat memperkenalkan tradisi makan saprahan kepada para siswa dan siswi SMA/sederajat di kota itu.

"Hari ini, kami memperkenalkan berbagai cara menyajikan tradisi makan saprahan yang merupakan tradisi budaya Melayu," kata Kepala Disbudpar Kota Pontianak, Hilfira Hamid di Pontianak, Selasa.

Ia menjelaskan, saat ini tradisi makan bersama dalam keluarga sudah mulai memudar disebabkan aktivitas kesibukan masing-masing.

"Padahal makan bersama dalam sebuah keluarga itu sangat penting. Paling tidak sekali dalam sehari duduk makan bersama-sama sehingga bisa terjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak sekaligus mengontrol aktivitas mereka," ungkapnya.

Atas latar belakang itulah anak-anak juga harus dikenalkan dengan adat budaya yang ada di Kota Pontianak, salah satunya budaya makan saprahan. Yakni dengan menggelar seminar saprahan dengan tema "Menggali Etika Saprahan Budaya Dipertahankan" di aula rumah dinas wakil Wali Kota Pontianak, yang diikuti 100 peserta dari berbagai sekolah negeri maupun swasta setingkat SMA/SMK.

Menurut Hilfira, banyak filosofi yang terkandung dalam budaya makan saprahan, dari sisi etika yakni menghormati orang yang lebih tua, menghargai pimpinan atau orang yang dihormati. Selain itu juga adanya rasa kekeluargaan dan kebersamaan menyatu dalam tradisi makan saprahan.

"Makanan yang sama-sama dinikmati, artinya dengan makan saprahan ini istilahnya duduk sama-sama rendah, berdiri sama tinggi, dan makanan yang dinikmati juga secara bersama-sama," ujarnya.

Dalam tradisi makan saprahan, banyak terkandung bagaimana bersikap sopan saat menikmati sajian atau hidangan makanan dalam sebuah acara, dan juga diajarkan bagaimana sikap duduk yang baik, dimana kaum pria duduk bersila sedangkan kaum wanita duduk berselimpuh, katanya.

Menurut dia, untuk melestarikan budaya saprahan di kalangan masyarakat serta memperkenalkan ke dunia luar sebagai aset kekayaan budaya yang dimiliki Pontianak, pihaknya rutin menggelar Festival Saprahan dalam peringatan Hari Jadi Kota Pontianak setiap tahunnya, yang diikuti dari berbagai kalangan masyarakat.

Sementara itu, Rahmaniah salah seorang pemateri seminar makan saprahan, menyatakan adat saprahan adalah adat makan bersama duduk di lantai yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak dalam berbagai acara seperti pernikahan, khitanan dan acara syukuran lainnya.

"Dalam acara saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain saprah," katanya.

Tradisi saprahan ini, lanjutnya mengandung makna duduk sama rendah, berdiri sama tinggi sebagai wujud kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial serta persaudaraan. "Tujuannya untuk mewujudkan acara makan bersama secara tertib bernuansa khas Melayu Pontianak serta mempererat tali silaturrahim antar sesama masyarakat," ujarnya.

Peralatan dan perlengkapan dalam adat saprahan mencakup kain saprahan, piring makan, kobokan beserta serbet, mangkok untuk nasi, mangkok untuk lauk hidangan, sendok untuk nasi dan lauk serta gelas minuman.

"Menu utama hidangan adat saprahan diantaranya nasi putih atau kebuli, semur daging, sayur dalcah, sayur pacri nenas atau terong, selada, acar telur, sambal bawang, air serbat dan kue tradisional khas Kota Pontianak," katanya.

Namun untuk proses menyajikan hidangan saprahan, tidak hanya sekadar meletakkan di atas kain seprahan, yakni ada ketentuan adat yang harus dilakukan, misalnya pakaian yang dikenakan petugas yang menyajikan hidangan, cara berjalan, duduk serta bergerak maju mundur dan lainnya.

"Petugas penyaji hidangan saprahan tidak boleh membelakangi tamu yang hadir," katanya.



(U.A057/Y008)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016