Pontianak (Antara Kalbar) - Humas Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengatakan upaya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) terutama terhadap korporasi yang terlibat pembakaran hutan dan lahan di Kalbar terkesan tidak serius.

"Bahkan beberapa perusahaan yang lahannya sebelumnya mengalami kebakaran tanpa ada kabar berkenaan dengan tindakan hukum yang dilakukan, sehingga efek jera penting diberikan kepada korporasi yang membakar lahan sebagaimana amanah undang-undan," kata Hendrikus Adam di Pontianak, Rabu.

Menurut Adam, upaya penegakan hukum tarhadap korporasi yang terlibat melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar tidak cukup hanya menghukum pelakuknya yang tertangkap tangan membakar, melainkan harus diungkap aktor intelektualnya.

"Tentu saja, kami mengapresiasi upaya pemadaman yang dilakukan sejumlah pihak terkait atas kejadian kebakaran yang terjadi, namun tentu saja penindakan secara tegas atas peristiwa kebakaran yang terjadi pada konsesi perusahaan di Kalbar selama ini juga penting ditunjukkan," katanya.

Menurut dia, kejadian pembersihan lahan dengan cara membakar oleh korporasi sudah menjadi rahasia umum.

"Kami berharap pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo beserta aparatur penegak hukumnya untuk dapat memastikan pemberlakuan hukum yang tidak tajam ke bawah namun tumpul ke atas," katanya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalbar, Kombes (Pol) Suhadi SW menyatakan, selama tahun 2015, Polda Kalbar dan jajarannya melakukan proses penyidikan terhadap kasus Karhutla sebanyak 35 kasus, yang terdiri dari 31 kasus dengan tersangka perorangan, dan empat kasus dilakukan oleh korporasi.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Polda Kalbar, dari 35 kasus tersebut, 12 kasus berkas perkara yang tersangka dan barang bukti sudah diserahkan kepada JPU, bahkan sudah ada yang disidangkan.

Kemudian empat kasus sudah P21, artinya berkas perkara sudah dinyatakan lengkap, tinggal penyidik menyerahkan kembali kepada JPU berkas perkara berikut tersangka dan barang buktinya.

Sementara itu, kasus yang lain masih dalam proses penyidikan tujuh kasus, penyerahan tahap satu ada empat kasus artinya berkas sudah selesai disidik oleh polisi, namun oleh jaksa masih dipelajari, tinggal menunggu petunjuk atau koreksi dari JPU, apakah dinyatakan lengkap atau ada perbaikan, dan empat berkas dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti, kata Suhadi.

Kasus yang dihentikan penyidikannya adalah satu kasus korporasi PT RJP, lahan yang terbakar lima hektare, yakni lahan yang di atasnya sudah ada tanaman sawitnya, sehingga kalau itu dibakar rasanya tidak masuk akal, sehingga penyidik menghentikan penyidikannya.

"Penghentian penyidikan terhadap kasus PT RJP, sudah melalui prosedur, yaitu melalui gelar perkara, yang diikuti oleh pengawas penyidik, Propam, Inspektorat Polda Kalbar, ahli hukum, penyidik yang menangani kasusnya, dimana peserta gelar merekomendasikan bahwa terhadap perkara yang ditangani tidak cukup bukti sehingga proses penyidikan dihentikan," katanya.

Sedangkan tiga kasus lain yang dihentikan penyidikannya adalah kasus perorangan yang ditangani oleh Polres Sintang, Sanggau, dan Sekadau, masing-masing satu kasus.

Sementara itu, tiga kasus Karhutla yang melibatkan tiga perusahaan masing-masing, PT SKM dengan lahan yang terbakar 100 hektare, PT KAL sebanyak 30 hektare, dan PT RKA sebanyak 60 hektare, sampai saat ini berkas perkara sudah tiga kali dikembalikan oleh JPU yang menanganinya atau masih P19.





(U.A057/I006) 

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016