Pontianak (ANTARA) - Direktur WALHI Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, meminta respons cepat dari pemerintah daerah (pemda) terhadap bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda wilayah tersebut dalam waktu beberapa pekan terakhir.
"Deteksi dini dan informasi yang mudah diakses penting untuk masyarakat, tetapi papan informasi ISPU di Pontianak saat ini tidak berfungsi. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk memberikan imbauan kepada warga atau menyiapkan layanan kesehatan yang memadai," katanya di Pontianak, Selasa.
Menurut pantauannya, sejak Kamis (25/7) malam, Kota Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat, mulai tertutup oleh kabut asap pekat yang menurunkan kualitas udara. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) mencatat angka 132 hingga pukul 20.00 WIB, yang tergolong dalam kategori tidak sehat.
Angka ini tetap dalam kategori tidak sehat pada hari Jumat (26/7) dengan nilai ISPU 112 pada pukul 11.30 WIB. Kabut asap ini disebabkan oleh karhutla yang melanda wilayah tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, udara di Pontianak tampak mendung akibat polusi asap dan WALHI Kalimantan Barat melaporkan bahwa sepanjang Juli 2024, tercatat 778 titik panas di berbagai wilayah Kalimantan Barat, kecuali Kota Singkawang dan Kota Pontianak. Hotspot terbanyak terdapat di Sanggau (24 persen), Ketapang (15 persen), dan Landak (12 persen).
Adam juga menyatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih aktif dalam melindungi hak warga atas lingkungan yang sehat dan menegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam karhutla.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, menambahkan bahwa asap di Pontianak adalah sinyal darurat terkait karhutla. WALHI mendesak pemerintah untuk mengatasi kerusakan ekosistem hutan dan kawasan hidrologis gambut yang disebabkan oleh aktivitas korporasi sawit dan hutan tanaman industri.
"Tanpa penanganan yang memadai, masyarakat akan terus menjadi korban karhutla dalam sepuluh tahun mendatang," katanya.
Pada tahun 2023, WALHI mencatat 194 korporasi dengan titik api dan kebakaran di lahan konsesinya, termasuk 38 korporasi yang juga terlibat dalam kebakaran sebelumnya. Penegakan hukum oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih belum memadai.
Dalam perkembangan terbaru, pada 29 Juli 2024, pukul 00.15 dini hari, kebakaran di wilayah sekunder C meluas dengan api yang semakin besar dan menghasilkan kepulan asap yang terbawa angin.
Tim gabungan Relawan Rumah Zakat Kalbar dan PMI Kalbar menghadapi tantangan besar dalam pemadaman akibat kekurangan air dan keterbatasan akses.
Terkait hal tersebut, Pj. Gubernur Harisson mengajak semua pihak untuk bersatu dalam penanggulangan karhutla yang semakin serius. Harisson menegaskan pentingnya pemantauan langsung dan penanganan kendala seperti masalah pompa air dan peralatan pemadam.
"Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berkomitmen mencari solusi terbaik dan akan segera mengadakan rapat koordinasi dengan BNPB, sambil mengapresiasi dukungan dari berbagai pihak dalam upaya penanggulangan karhutla," kata Harisson.