Pontianak (Antara Kalbar) - Humas Walhi Kalbar, Hendrikus Adam menyatakan, lahan yang dijadikan ladang oleh masyarakat untuk pertanian di Kalimantan Barat umumnya menghindari lahan gambut.

"Sehingga lahan gambut yang terbakar tersebut bukan untuk pertanian seperti yang ditudingkan," kata Hendrikus Adam di Pontianak, Jumat.

Ia menjelaskan, jika melihat kejadiannya selama ini, bencana asap itu terjadi bila lahan yang terbakar itu sangat luas dan yang paling parah bila terjadi dilahan gambut. Sedang berladang yang dilakukan masyarakat umumnya menghindari atau tidak di lahan gambut.

"Artinya, bencana kabut asap itu bila dicermati dari sumber penyebabnya bukan terletak pada soal kejadian kebakarannya, tetapi di lahan atau lokasi yang seperti apa kebakaran itu terjadi. Kalau terjadi pada hamparan yang sangat luas dan terutama terjadi di lahan gambut jelas inilah yang sesungguhnya menjadi penyebab bencana kabut asap hebat itu," katanya.

Menurut dia, mengaitkan bencana asap yang rutin terjadi setiap tahunnya dengan menuding masyarakat peladang sebagai biang kabut asap tentu sebuah kesalahan, terlebih bila sampai melarang mereka melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan.

"Selain secara undang-undang �berladang dengan kearifan lokal itu amanah konstitusi, selain itu kegiatan berladang juga sangat memperhatikan sikap kehati-hatian dengan menyertakan kearifan lokal yang sudah turun temurun dilakukan," ujarnya.

Guna memastikan bencana asap tidak terus terjadi,�negara berkewajiban memastikan rakyatnya tetap merdeka tanpa disertai rasa takut untuk melakukan usahanya, seperti hak atas pangan dengan cara berladang, katanya.

"Bila kita cermati, sejumlah kebakaran yang dianggap terjadi di luar konsesi perusahaan sesungguhnya memiliki relasi yang kuat akibat rusaknya ekosistem sekitar atas hadirnya perusahaan. Sejumlah kawasan penyangga dan ekosistem gambut yang mestinya menjadi pengatur siklus air menjadi lebih gampang mengering sehingga lebih gampang tersulut api," ungkapnya.

Kini, menurut dia, masyarakat lokal atau petani menjadi resah ketika ada larangan membakar lahan untuk berladang. Selain itu, fakta di lapangan dengan lahirnya larangan membakar, telah membuat masyarakat lokal yang biasa berladang dengan mengedepankan kearifan lokal resah dan trauma, bahkan banyak diantara mereka yang mulai dihadapkan dengan persoalan hukum.





(U.A057/Y008)

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016