Pekanbaru (Antara Kalbar) - Sebanyak tujuh orang penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhirnya dibebaskan oleh warga setelah sempat ditahan selama sehari, usai penyidik menyegel lahan terbakar di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.

         "Tadi pukul 14.00 WIB sudah dibebaskan. Dua mobil yang sempat ditahan warga juga telah dikembalikan. Sekarang mereka kembali ke Pekanbaru," kata Kepala Pusat Pengendalian Ekoregion Sumatera Amral Ferry kepada Antara di Pekanbaru, Sabtu.

         Dia mengatakan ketujuh penyidik tersebut sempat ditahan oleh warga sejak Jumat (2/9) sore. Menurut informasi yang didapatkan Antara, penyidik tengah menyelidiki kasus kebakaran di lahan konsesi perusahaan kelapa sawit PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL).

        Ia memastikan bahwa semua penyidik dalam kondisi sehat dan sama sekali tidak mengalami kekerasan akibat penanahanan tersebut. Namun, Amral belum menjelaskan secara rinci kasus yang sedang diselidiki tersebut.

         Kapolres Rokan Hulu, AKBP Yusuf Rahmanto saat dihubungi terpisah mengatakan bahwa insiden itu terjadi setelah penyidik KLHK menyegel lahan warga yang terbakar di Desa Bonai Kecamatan Bonai, Kabupaten Rokan Hulu.

         Warga yang dimaksud, lanjut Kapolres, merupakan masyarakat adat yang terdiri dari tiga suku yakni Melayu, Mandailing dan Domo. Masyarakat adat tersebut membentuk kelompok tani nelayan andalan (KTNA). Dalam prosesnya, masyarakat adat telah meminta kepada PT APSL agar membantu mengembangkan perkebunan sawit di tanah "ulayat" melalui skema KTNA.

         "Di lahan itu saat ini sudah ditanami sawit berumur enam tahun. Sudah produktif dan sekarang kondisinya terbakar. Jadi warga merasa telah menjadi korban, namun justru lahan disegel penyidik," lanjutnya menceritakan kronologis peristiwa penahanan itu.

         Menurut dia, warga mengajukan sejumlah permintaan kepada penyidik sebelum akhirnya tujuh penyidik tersebut dibebaskan pada Sabtu siang tadi.

         Permintaan warga diantaranya adalah ingin bertemu dengan perwakilan pemerintah untuk membicarakan kebakaran yang terjadi di lahan mereka. Selanjutnya, mereka meminta agar media meralat informasi bahwa mereka membakar lahan untuk perluasan perkebunan yang faktanya mereka telah memiliki sawit produktif.

          Kemudian menyatakan ke penyidik bahwa PT APSL merupakan pelaksanan teknis yang diminta masyarakat untuk membantu mengembangkan perkebunan sawit di lahan masyarakat. Poin selanjutnya mereka menyatakan bahwa benar perkebunan KTNA berada di tanah adat serta permintaan terakhir meminta pemerintah memberikan jawaban lima hari terhitung sejak hari ini.

          "Intinya warga mempertanyakan ke penyidik kenapa lahan mereka disegel. Padahal, warga mengaku sebagai korban dalam kebakaran itu. Untuk itu warga menahan penyidik," ujarnya.

         Meski begitu, Yusuf mengatakan terkait kebakaran di lahan masyarakat tersebut polisi terus melakukan penyelidikan. Yusuf menyebut lahan yang terbakar di lahan masyarakat itu mencapai 180 hektare.

         Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau juga menyatakan mendalami kebakaran lahan di lokasi PT APSL. Kasubdit IV Ditkrimsus Polda Riau menyebut total luas lahan yang terbakar di PT APSL dan milik warga sekitar perusahaan perkebunan itu mencapai 800 hektare.

Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016