Mempawah (Antara Kalbar) - Seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Mempawah tentu sepakat jika tradisi robo-robo yang dilaksanakan setiap rabu terakhir di bulan Safar secara terus menerus perlu dilestarikan, khususnya di bumi Galaherang.

Ini sebagai upaya pelestarian tradisi budaya dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kabupaten Mempawah, provinsi Kalimantan Barat.

Mewakili  partisipasi kesetaraan gender, salah satu figur penting di Kecamatan Siantan Haerani, mengungkap tradisi Robo-robo, diantaranya identik dengan rangkaian napak tilas memperingati kedatangan Opu Daeng Manambon dari kerajaan Ketapang ke kerajaan Mempawah.

Saat itu Opu Daeng Manambon  dan rombongan tiba di muara sungai Mempawah, yang disambut masarakat dengan sukacita.

Rombongan Opu Daeng Manambon kemudian melemparkan ketupat kepada masyarakat setempat persis di tepian sungai kuala Mempawah. "Saat itu ceritanya banyak tumbuh mempelam pauh atau pohon jenis asam," cerita Haerani singkat.

Menurut Haerani histori dan tradisi itu hingga kini terus melekat menjadi event budaya dan pariwisata. Selain bersifat sakral diinternal kerabat Istana Keraton Amantubillah Mempawah, secara seremonial pemerintah daerah patut melakukan pelestarian budaya.

Meski pelestarian budaya itu setiap tahunnya hanya dilaksanakan secara sakral dan seromonial, dipusatkan di Kuala Mempawah, dan diharapkan tidak boleh mengalami distorsi.

"Tradisi robo-robo ini salah satunya dapat kita simpulkan sebagai khasanah tradis budaya yang potensial, sekaligus merekatkan masyarakat untuk saling bersilaturrahim dan menjaga semangat kekeluargaan yang rukun dan damai, seperti yang kita ikuti dan saksikan di Desa Peniti Luar sekarang ini. Suka cita robo-robo ini tidak boleh melenceng dari nilai-nilai positif yang sudah diwariskan leluhur kita, ini spiritnya," kata Haerani.

Meski aktif sebagai anggota DPRD Mempawah, Haerani yang juga pengusaha kuliner "pengkang" itu menegaskan tidak berlebihan dalam melangsungkan tradisi robo-robo tahun ini. Bersama keluarga besarnya, Haerani berinisiatif membuat pengkang raksasa sepanjang 7 meter dengan diameter 1 meter.

"Ini inisiatif pribadi, jangan dipolitisir. Saya dan keluarga besar beserta seluruh karyawan saya tulus berpartisipasi menyemarakkan tradisi robo-robo, sekaligus mengajak seluruh elemen masyarakat mendukung pemerintah daerah dalam melestarikan tradisi dan budaya kita ini sebagai simbol perekat, kebersamaan, kekeluargaan dan gorong royong," tegas Haerani.

Selain muspika, ratusan warga dan pengunjung ternyata antusias mengikuti proses pembuatan pengkang raksasa.  Sejak Rabu pagi (30/11) mereka sedianya saling membahu menyelesaikan proses pembuatan pengkang raksasa itu untuk dapat disantap bersama-sama dihalaman pondok pengkang, jalan raya desa Peniti Luar, Kecamatan Siantan.

Proses pembuatan "pengkang" raksasa itu akhirnya rampung dalam 4 jam setelah melalui proses pembungkusan.

Sedangkan proses pembakarannya dilakukan secara alami, yakni dibakar dengan menggunakan 280 kilogram batok kelapa kering. Hal yang unik ini tentu saja mengundang perhatian berbagai pengunjung dan  awak media massa yang melakukan peliputan.

Haerani mengatakan komposisi "pengkang" terdiri dari 400 kilogram pulut (ketan) putih. Kemudian ditanak dan diaduk dengan santan kelapa kurang lebih 500 buah.

Setelah setengah matang, penganan tersebut selanjutnya dikemas dengan mal khusus dibalut dengan daun pisang dan alumunium foil.

"Penganan pengkang ini kita suguhkan untuk disantap secara masal. Silahkan semuanya untuk dapat menikmati, ada sambal kepah, ada juga sambal udangnya. Pasti enak, ayo silahkan dinikmati semua," ujar Haerani mempersilahkan.

Penganan "pengkang" yang disuguhkan dan dinikmati warga secara gratis di hari robo-robo itu tentu saja mengundang selera. Selain khas, rasanya yang guruih dan enak menjadikan penganan raksasa itu jadi rebutan warga.

"Kite taulah robo-robo ni biasanya khas dengan ketupat, sambang udang serai dan lain sebagainya. Kalau pengkang ini ciri khas dan rasanya memang enak. Tahun depan mudah-mudahan pengkang raksasa gratis bisa kami nikmati lagi disini," ungkap Hera warga desa Peniti Luar, Kecamatan Siantan.

"Saya kira pengkang raksasa ini patut dipertimbangkan sebagai destinasi kuliner didaerah ini. Robo-robo pun makin meriah sambil makan pengkang gratis. Seeedaap," ujar Jainal warga Siantan. 

Penganan "pengkang" sebenarnya sudah menjadi hak paten keluarga Haerani. Ciri makanan olahan pada kemasan dicapit menggunakan bambu dan diikat dengan tali bundung.

Haerani sekarang merupakan generasi ke-4 dari mendiang leluhurnya yang sudah mengolah dan memperkenalkan penganan "pengkang" sejak 1942. 

Pewarta: Aries Zaldi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016