Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis mengatakan pihaknya akan memaksimalkan penyuluhan penggunaan pupuk Tricoderma kepada masyarakat petani, sebagai salah satu langkah untuk mencegah meluasnya pembakaran lahan pertanian.

"Tahun 2016 lalu, kita berhasil menekan angka kebakaran lahan. Untuk tahun ini, kita juga akan melakukan berbagai langkah pencegahan, salah satunya dengan memaksimalkan sosialisasi penggunaan trichoderma kepada masyarakat petani, agar tidak membakar lahan," kata Cornelis di Pontianak, Senin.

Dirinya mengatakan, hal itu juga telah disampaikannya kepada Presiden RI, Joko Widodo, pada saat Rapat Koordinasi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan bersama Presiden di Jakarta, belum lama ini.

Cornelis menjelaskan, trichoderma merupakan mikro organisme pembusuk tanaman yang dapat digunakan sekaligus sebagai pupuk.

Sosialisasi dilakukan melalui pelatihan Babinkamtibmas untuk membuat trichoderma yang akan diturunkan kepada petani-petani di daerah, informasi jejaring menggunakan smartphone, hingga membangun Desa Siaga Api.

"Dengan Trichoderma ini, para petani bisa menapatkan tanah yang subur, tanpa membakar lahan dan tanpa mengeluarkan biaya yang besar untuk membeli pupuk. Ini yang sedang kita gencarkan dengan menggandeng berbagai pihak," tuturnya.

Mantan Bupati Landak ini menambahkan, pihaknya juga telah membentuk Masyarakat Peduli Api di wilayah yang berpotensi terjadi Karhutla antara lain Kabupaten Kubu Raya pada 21 desa, Melawi satu desa, Sintang 34 desa, Kayong Utara tujuh desa dan Kabupaten Ketapang 45 Desa.

Selain itu mengoptimalkan peran dunia usaha untuk melakukan pencegahan dan pemadaman dini di areal konsesi dan sekitarnya. Melakukan upaya pemadaman secara dini dan mandiri di kawasan hutan dan lahan yang terbakar.

Dirinya juga mengapresiasi pelaku usaha perkebunan, yang bekerja sama dengan pemerintah dalam mencegah kebakaran tahun lalu, dengan membentuk Desa Siaga Api, dimana hal itu berhasil dalam mencegah kebakaran hutan.

"Ini merupakan langkah yang baik dengan melibatkan masyarakat secara aktif, sehingga berhasil menekan bahkan tidak ada terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah yang telah dibentuk satgasnya, karena keberhasilan itu maka diberikan insentif dari perusahaan dalam bentuk bantuan infrastruktur sosial," kata Cornelis.

Ditegaskan Cornelis, peladang tradisional tidak membakar lahan hingga berhektare-hektare.

"Mereka itu berladang di gunung, bukan di lahan gambut. Jadi api tidak mudah menyebar. Tidak menyebabkan kabut asap," katanya.

Penyebab kebakaran lahan, kata dia, adalah pembukaan lahan pertanian baru di kawasan gambut. "Sekarang ini, lahan gambut yang banyak terbakar di wilayah Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan Ketapang," tuturnya.

Cornelis juga menyatakan, hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat menggantikan metode tebang-bakar bagi peladang tradisional. Menggunakan mekanisasi mesin, biayanya tidak terjangkau.

"Melalui program Kementerian Pertanian RI, peladang tradisional diharapkan beralih ke lahan sawah. Hal tersebut dengan dicanangkan cetak sawah seluas 18.500 hektare di wilayah Kalbar," tuturnya. 

(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017