Pontianak  (Antara Kalbar) - Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, Kalimantan Barat, memaksimalkan abatisasi ke seluruh rumah dan sekolah khususnya kepada wilayah yang memang rawan dengan penyebaran penyakit demam berdarah.

"Di musim pancaroba sekarang ini, kita menggalakkan abatisasi ke seluruh rumah dan sekolah khususnya kepada wilayah yang memang rawan dengan penyebaran penyakit Demam Berdarah," kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, Djoko Suratmiarjo, di Singkawang, Kamis.

Alasan pihaknya menggalakkan abatisasi itu, karena berdasarkan analisis data dari tiga tahun terakhir, bahwa kasus demam berdarah penderitanya adalah rata-rata anak-anak sekolah.

Di samping itu, pihaknya juga menyiapkan alat Regen Rapid Test di seluruh Puskesmas yang ada di Kota Singkawang. "Bahkan alat Regen Rapid Test ini juga turut kita sebarkan di seluruh Puskesmas Pembantu," tuturnya.

Dia mengatakan, jika seandainya ada penderita yang di curigai demam berdarah, untuk memastikannya harus di rapid test dulu. Meski di rapid test sudah menyatakan positif, lanjutnya, untuk meyakinkannya lagi maka akan dilakukan test laboratorium.

Jika test laboratorium menyatakan positip, maka langkah selanjutnya akan dilakukan rawan inap. "Bagi Puskesmas yang memiliki rawat inap, pasien langsung di rawat inap, jika tidak ada rawat inap, akan di rujuk ke Rumah Sakit," ungkapnya.

Atas dasar itulah, maka pihaknya akan melakukan tindakan-tindakan di lapangan. Seperti melakukan survei epidemologi, berkunjung ke rumah penderita, sampai dengan melakukan survei radius penularan DBD 100 meter dari tempat penderita.

"Kalau dalam radius 100 meter itu ada ditemukan anak yang demam (satu atau dua orang), barulah dilakukan Fogging. Kalau tidak ada, maka kita lakukan abatisasi," katanya.

Menurutnya, penatalaksanaan Fogging untuk sekarang ini sangatlah ketat. Hal itu dikarenakan, pertama, cairan pestisida yang disemprotkan cukup membahayakan masyarakat. Kedua, kalau kita selalu membiasakan fogging dikhawatirkan nyamuk mengalami resistensi yang tentunya akan menjadi susah, karena merk Pestisida-nya terpaksa harus diganti.

Sehingga tindakan Fogging merupakan jalan terakhir dan bisa dilakukan apabila di daerah itu betul-betul ditemukan penderita demam berdarah.

Disamping melakukan tindakan-tindakan di lapangan, dia juga mengimbau kepada masyarakat Kota Singkawang untuk senantiasa menerapkan pola 3 M (menguras, menutup dan mengubur) di setiap rumah.

"Prilaku ini yang harus dibiasakan oleh masyarakat, terutama di musim pancaroba sekarang ini," pesannya.

Karena, di musim pancaroba sekarang ini, penyakit yang paling mengkhawatirkan adalah demam berdarah. Saat inilah telur-telur nyamuk berkembangbiak.

"Mengingat nyamuk Aedes Aegypti, kalau bertelur masa bertahannya bisa sampai 6 bulan. Di musim kemarau, telurnya menempel di dinding tempat penampungan. Begitu hujan, dia langsung menetas," katanya.

Untuk tahun 2016 saja, terdapat 76 kasus penderita demam berdarah. "Dari 76 penderita, 2 orang meninggal dunia. Rata-rata penderitanya adalah anak-anak usia sekolah," ujarnya.

Dengan sudah dilakukannya upaya-upaya abatisasi di setiap RT maupun sekolah-sekolah yang memang rawan akan penyebaran DBD, dia berharap tahun ini Singkawang tidak terjadi KLB.

"Kita berharap, jentik-jentik yang membawa virus DBD itu bisa mati semua setelah dilakukan abatisasi. Walaupun tidak mati, diharapkan dia tidak membawa virus," kata Djoko.



Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017