Singkawang (Antara Kalbar) - Puluhan guru pendidikan agama di Kota Singkawang menyampaikan tiga tuntutan kepada anggota Komisi 2 DPRD dan Pemkot Singkawang dalam hearing yang digelar di ruang sidang Paripurna DPRD kota setempat, Selasa.

"Ada tiga tuntutan yang kami sampaikan dalam hearing ini," kata Koordinator Komunikasi Pendidikan Guru Agama Kota Singkawang, Yahya.


Pertama, jelas Yahya, guru agama tidak mau di diskriminasikan (dibedakan). Kedua, guru agama menuntut agar tunjangan non sertifikasi tetap dibayarkan sampai berkelanjutan.

"Terkait dengan ini, kami meminta agar dewan Singkawang harus segera mencarikan solusinya dan harus berkelanjutan. Supaya tidak sampai terjadi seperti ini lagi ke depannya," ujarnya.

Ketiga, para guru agama minta dicarikan solusinya agar pembayaran tunjangan non sertifikasi tetap terus dibayarkan sampai seterusnya.

"Hal itu kami tekankan, pertama, kami sama-sama diangkat oleh Pemda. Tapi mengapa guru agama tidak mendapatkan tunjangan non sertifikasi. Sedangkan guru kelas mendapatkan tunjangan non sertifikasi. Ada apa, padahal kami kan sama-sama PNS," tuturnya.

Kedua, tunjangan non sertifikasi ini sebenarnya dari awal sudah ada bagi para guru agama. Tapi, semenjak adanya Permendikbud Nomor 17 tahun 2016 yang diberlakukan pada tanggal 27 April 2016 itulah, sehingga para guru agama non sertifikasi tidak lagi mendapatkan tunjangan.

"Hitung-hitung sudah ada 9 bulan tunjangan non sertifikasi tidak lagi kami terima. Semenjak bulan April 2016 sampai sekarang itulah. Terkait dengan itu, kami minta tunjangan non sertifikasi tetap dibayarkan sampai berkelanjutan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua PGRI Singkawang, Jaka Kelana mengatakan, jika permasalahan ini sudah disampaikannya ke ketua umum PGRI Kalbar.

"Permasalahan guru-guru pendidikan agama Singkawang ini sudah saya sampaikan langsung kepada ibu ketua umum PGRI," kata Jaka Kelana.

Dia juga meminta, agar Permendikbud Nomor 17 tahun 2016 ini di revisi bahkan dicabut. Karena ada kata-kata pengecualian untuk guru-guru pendidikan agama.

Sehingga tunjangan non sertifikasi mereka (tambahan penghasilan) ini tidak bisa dibayarkan oleh Kemendikbud maupun Kemenag.

"Saya berharap seperti itu, supaya teman-teman merasa tenang mengajar. Tidak lagi bolak-balik untuk mengurus masalah ini. Dan saya pun tenang juga di sekolah," ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Komis 2 DPRD Singkawang, Eka Chandra berjanji berusaha semaksimal mungkin guna membayarkan honor atau tambahan tunjangan kerja mereka.

"Karena bagaimanapun, guru agama merupakan ujung tombak dari masa depan anak-anak kita," kata Eka Chandra.

Disamping itu, pihaknya juga akan menyampaikan hasil hearing itu ke Kemendikbud dan Kemenag RI. "Mudah-mudahan dari Kementerian ada jawaban yang pasti. Kalaupun tidak ada, kami di DPRD akan berusaha semaksimal mungkin," ujarnya.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Singkawang, Hendra Yusra mengatakan, jika pengecualian seperti yang tertuang didalam Permendikbud Nomor 17 tahun 2016 itu bukan diskriminatif. Tapi pengecualian itu ada jalur lain untuk dibayarkan.

"Herannya, mengapa tidak dianggarkan dalam Kemenag. Itu saja persoalannya," kata Hendra.

Menurutnya, perubahan kebijakan Permendikbud itu sangat diperlukan, karena jika tidak dirubah maka itu akan berlanjut seterusnya.

"Jika memang pembayaran tunjangan guru agama ini diperbolehkan melalui APBD, ndak masalah. Kalau tidak boleh, kan jadi masalah ke depannya," ujarnya.

Terkait dengan itu, dirinya juga berjanji akan mencarikan solusi dari permasalahan yang dihadapi para guru pendidikan agama kota Singkawang.

(U.KR-RDO/N005)

Pewarta: Rudi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017