Pontianak (Antara Kalbar) - Koordinator Divisi Hukum, Advokasi dan Serikat Pekerja, Aliansi Jurnalis Independen Pontianak Boyke Sinurat mengatakan pihaknya akan mendesak perusahaan media yang ada di Kalimantan Barat untuk memenuhi kesejahteraan para jurnalis yang sampai saat ini masih banyak yang belum dipenuhi.
"Bukan suatu rahasia lagi bahwa kondisi kesejahteraan sebagian jurnalis dan pekerja media yang belum menggembirakan dan akan kita perjuangkan melalui peringatan Hari Buruh (Mayday) 1 Mei besok, " kata Boyke di Pontianak, Minggu.
Menurutnya, nasib para jurnalis tidak jauh berbeda dengan buruh, bahwa sebagian jurnalis masih menerima penghasilan jauh dibawah ketentuan upah minimum regional yang berlaku di masing-masing daerah.
Sejauh ini, menurut AJI Pontianak, posisi tawar jurnalis yang lemah karena belum berserikat membuat pemilik media berlaku semena- mena dalam hal kesejahteraan jurnalis maupun pekerja media secara umum.
Tidak mengherankan perkembangan industri media yang begitu pesat, tak berbanding lurus dengan kesejahteraan jurnalis.
Bahkan di tengah tren konvergensi media yang menjadikan beban kerja jurnalis dan pekerja media kian berat, tetap tak berpengaruh pada kesejahteraan.
"Berdasarkan hasil survei AJI, khususnya soal kontributor media di daerah banyak diabaikan hak-haknya," katanya.
Boyke mengungkapkan sebesar 39 persen kontributor belum memperoleh Jaminan Sosial Nasional berupa BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan, dari jumlah itu, 44 persen tidak terlindungi karena mengaku tidak mampu membayar asuransi swasta secara mandiri.
Melihat upah rendah terhadap kalangan jurnalis, terutama mereka yang belum menyandang status pegawai tetap, tentunya membahayakan iklim kebebasan pers. Jurnalis rentan tergoda menerima atau meminta amplop atau gratifikasi pada narasumber.
Untuk itu, lanjutnya, AJI Pontianak sependapat bahwa upah yang rendah bukan alasan bagi jurnalis untuk menabrak Kode Etik Jurnalistik.
Kendati demikian upah dan tingkat kesejahteraan jurnalis tidak boleh dikesampingkan oleh perusahaan media, karena perbaikan kesejahteraan pekerja termasuk jurnalis, merupakan bagian dari perjuangan AJI demi menjaga kebebasan pers.
"Berdasarkan hal tersebut, dalam menyambut Hari Buruh 1 Mei 2017, AJI mengeluarkan pernyataan sikap untuk mendesak perusahaan media meningkatkan kesejahteraan jurnalis ditengah tambahan beban kerja akibat konvergensi media maupun ekspansi perusahaan," katanya.
AJI Pontianak juga mendesak perusahaan media yang mempekerjakan kontributor, freelance maupun pekerja yang berstatus tidak tetap dengan standar kontrak kerja yang jelas dan upah yang jelas, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, AJI mendesak pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melakukan audit ke perusahaan media terkait implementasi UU Nomor 13 th 2003 Tentang Ketenagakerjaan terhadap jurnalis, terutama jurnalis di daerah.
"Kami juga mendesak Dinas Tenaga Kerja atau Instansi terkaIt di daerah untuk mengawasi praktik hubungan kerja perusahaan media serta mendukung pendirian serikat pekerja di tingkat perusahaan media/lintas media sesuai UU No. 21 Th 2000 tentang Serikat Pekerja, demi memberikan perlindungan pada jurnalis," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Bukan suatu rahasia lagi bahwa kondisi kesejahteraan sebagian jurnalis dan pekerja media yang belum menggembirakan dan akan kita perjuangkan melalui peringatan Hari Buruh (Mayday) 1 Mei besok, " kata Boyke di Pontianak, Minggu.
Menurutnya, nasib para jurnalis tidak jauh berbeda dengan buruh, bahwa sebagian jurnalis masih menerima penghasilan jauh dibawah ketentuan upah minimum regional yang berlaku di masing-masing daerah.
Sejauh ini, menurut AJI Pontianak, posisi tawar jurnalis yang lemah karena belum berserikat membuat pemilik media berlaku semena- mena dalam hal kesejahteraan jurnalis maupun pekerja media secara umum.
Tidak mengherankan perkembangan industri media yang begitu pesat, tak berbanding lurus dengan kesejahteraan jurnalis.
Bahkan di tengah tren konvergensi media yang menjadikan beban kerja jurnalis dan pekerja media kian berat, tetap tak berpengaruh pada kesejahteraan.
"Berdasarkan hasil survei AJI, khususnya soal kontributor media di daerah banyak diabaikan hak-haknya," katanya.
Boyke mengungkapkan sebesar 39 persen kontributor belum memperoleh Jaminan Sosial Nasional berupa BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan, dari jumlah itu, 44 persen tidak terlindungi karena mengaku tidak mampu membayar asuransi swasta secara mandiri.
Melihat upah rendah terhadap kalangan jurnalis, terutama mereka yang belum menyandang status pegawai tetap, tentunya membahayakan iklim kebebasan pers. Jurnalis rentan tergoda menerima atau meminta amplop atau gratifikasi pada narasumber.
Untuk itu, lanjutnya, AJI Pontianak sependapat bahwa upah yang rendah bukan alasan bagi jurnalis untuk menabrak Kode Etik Jurnalistik.
Kendati demikian upah dan tingkat kesejahteraan jurnalis tidak boleh dikesampingkan oleh perusahaan media, karena perbaikan kesejahteraan pekerja termasuk jurnalis, merupakan bagian dari perjuangan AJI demi menjaga kebebasan pers.
"Berdasarkan hal tersebut, dalam menyambut Hari Buruh 1 Mei 2017, AJI mengeluarkan pernyataan sikap untuk mendesak perusahaan media meningkatkan kesejahteraan jurnalis ditengah tambahan beban kerja akibat konvergensi media maupun ekspansi perusahaan," katanya.
AJI Pontianak juga mendesak perusahaan media yang mempekerjakan kontributor, freelance maupun pekerja yang berstatus tidak tetap dengan standar kontrak kerja yang jelas dan upah yang jelas, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, AJI mendesak pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melakukan audit ke perusahaan media terkait implementasi UU Nomor 13 th 2003 Tentang Ketenagakerjaan terhadap jurnalis, terutama jurnalis di daerah.
"Kami juga mendesak Dinas Tenaga Kerja atau Instansi terkaIt di daerah untuk mengawasi praktik hubungan kerja perusahaan media serta mendukung pendirian serikat pekerja di tingkat perusahaan media/lintas media sesuai UU No. 21 Th 2000 tentang Serikat Pekerja, demi memberikan perlindungan pada jurnalis," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017