Sanggau (Antara Kalbar) - Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, hingga kini masih harus berjuang dari berbagai ketertinggalan.
    Camat Entikong Suparman menuturkan, setidaknya ada empat kebutuhan dasar yang di Suruh Tembawang yang belum terwujud dengan baik yakni infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan pertanian.
    Bukan sekali dua kali ia berujar hal itu. Di setiap kesempatan, ia selalu mengingatkan empat hal tersebut ke pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat termasuk potensi ekonomi, pertanian, industri maupun perdagangan.
    Sejak menjadi camat di wilayah perbatasan itu, ia mengaku sangat prihatin dengan kondisi infrastruktur di Desa Suruh Tembawang.
    "Yang masih menjadi kendala sekarang ini infrastrukturnya belum lengkap. Karena jembatan dan pengerasannya belum ada. Kalau pun musim kemarau sepeda motor bisa turun ke Entikong. Tapi kalau musim penghujan sangat susah," ungkap Suparman.
    Buruknya infrastruktur darat membuat warga Desa Suruh Tembawang lebih memilih akses jalur sungai untuk turun ke Entikong meski konsekuensinya, memerlukan biaya yang sangat besar.
   Kepala Desa Gak Muliadi menambahkan, meski hidup serba dalam keterbatasan, namun warga Suruh Tembawang memiliki semangat persatuan, kekeluargaan, soliditas dan kemandirian warga desa yang saling mendukung itu begitu menguatkan kecintaan mereka terhadap NKRI.
    "Sudah puluhan tahun kita hidup di pedalaman beranda negeri. Jujur saja dari jamannya leluhur kami, hingga Indonesia merdeka. Sampai saat ini pembangunan itu masih belum merata dan belum sepenuhnya bisa kami nikmati diberanda negeri ini," ujar kepala Desa Gak Muliadi.
    Ia menuturkan, hingga kini warga desanya masih hidup dalam keterbatasan. Kebutuhan penguatan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi kebutuhan utama saat ini. Sebab hingga kini rentang jarak dan waktu menjadi kendala yang harus dihadapi setiap hari, minggu, tahun. Begitulah dari waktu ke waktu.
    "Hingga kini kami masih bergantung pada alur sungai Sekayam. Meski harus menyabung nyawa menaklukkan derasnya arus dan cadasnya bebatuan sungai Sekayam itu. Semua kami lakukan untuk kelangsungan hidup di negeri ini. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok dan menjual hasil pertanian kami terpaksa harus ke Entikong," ungkap Gak Muliadi.
    Melintasi alur sungai Sekayam menjual hasil pertanian dan berbelanja kebutuhan bahan pokok ke Entikong biasanya dilakukan secara patungan menggunakan sampan dengan mesin 15 PK hingga 18 PK. Sedangkan biaya pergi pulang diasumsikan sekitar Rp1,5 juta terutama untuk membeli kebutuhan bahan bakar.
    Sedangkan lamanya perjalanan dari Desa Suruh Tembawang menuju Entikong lebih singkat yakni sekitar dua jam lebih. Tetapi jarak tempuh sebaliknya dari Entikong ke Desa Suruh Tembawang bisa memakan waktu empat jam. Rentang waktu dan jarak tempuh itu dua jam lebih lama karena motoris dan juru batu harus hati-hati. Karena selain melawan arus, kondisi air surut, bebatuan yang cadas dapat membahayakan keselamatan.
    "Ini cara kami untuk mempersingkat waktu. Kalau melalui jalur darat dan berjalan kaki diperkirakan perjalanan sekitar 45 kilometer. Bisa seharian baru sampai. Kalau pakai motor trail bisa singkat yakni dua jam, itu pun medannya curam dan banyak tebing. Tetapi amannya kalau membawa hasil pertanian dan belanja kebutuhan bahan pokok tidak ada pilihan lain. Memang harus melalui jalur sungai," jelas Gak Muliadi.
    Menurut dia, hingga kini tidak dipungkiri masih ada warga desa yang cenderung berbelanja dan menjual hasil pertanian mereka ke negara tetangga Malaysia. Warga Dusun Gun Jemak dan Dusun Gun Tembawang misalnya, kecenderungan menjual hasil pertanian dan berbelanja kebutuhan bahan pokok ke negara tetangga Malaysia itu antara lain karena rentang waktu dan jarak tempuh yang singkat, yakni melalui jalur darat yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama empat jam.
    "Semua itu karena keterbatasan akses. Rentang jarak dan waktu itulah yang memaksa warag Dusun Gun Jemak dan Dusun Gun Tembawang  menjual hasil pertanian dan berbelanja kebutuhan bahan pokok ke Malaysia," ujar Gak Muliadi.
    Berdasarkan hasil identifikasi sementara Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat terhadap produktifitas masyarakat di perbatasan, khususnya di pedalaman Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau mengungkap saat ini tanaman sahang menjadi komoditas unggulan masyarakat yang cukup menjanjikan.
    Melirik potensi tersebut Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat mendorong masyarakat Desa Suruh Tembawang meningkatkan produktifitas dengan pengembangan potensi SDM dan tata kelola.
    "Hal tersebut untuk menjamin stabilitas rupiah juga. Jadi kita coba petakan dulu. Pelan-pelan kita motivasi dan berdayakan untuk membantu mereka mengidentifikasi kelemahan dengan pemecahan, apakah pemecahan secara bersama dan bersinergi dengan kita. Intinya bagaimana kita dapat menopang produktivitas masyarakat Desa Suruh Tembawang untuk meningkatkan inklusfitas ekonomi," ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Barat Dwi Suslamanto.
    Dwi Suslamanto juga menyerahkan bantuan secara simbolis kepada warga Desa Suruh Tembawang berupa seribu batang kayu ulin untuk gapoktan Desa Suruh Tembawang yang mengembangkan komoditi sahang.
    Bantuan lainnya juga disalurkan di sektor pendidikan berupa fasilitas olahraga sebagai titik temu masyarakat khususnya di SD Negeri 05 Suruh Tembawang, SD Negeri 03 Dusun Gun Jemak dan SD Negeri 03 Dusun Gun Tembawang. Bantuan tersebut melibatkan partisipasi Generasi Baru Indonesia (Genbi)  binaan Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat.


Pewarta: Aries Zaldi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017