Sekadau (Antara Kalbar) - Pemerintah Pusat baru saja menerbitkan Permendikbud nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah tanggal 12 Juni. Pasal 2 ayat (1) diatur sekolah 8 jam dalam satu hari, atau 40 jam dalam 5 hari (Senin-Jumat).

Keputusan tersebutpun menuai pro dan kontra lantaran banyak anak daerah yang menempuh pendidikan masih menumpang di rumah warga atau kolega. 

"Kondisi di daerah dengan perkotaan berbeda. Pertama, soal biaya hidup anak, misalnya jajan anak yang mungkin harus ditambah. Kedua, soal kesejahteraan guru apakah sudah berimbang. Kemudian sarana prasarana misal tempat sembahyang memadai atau tidak," tutur Kepala SMA Karya Sekadau, Sumardi. 

Sumardi mengatakan, ada juga anak yang tinggal dengan orang, kalau pulang sekolah jam 3 sore kapan mau bantu-bantu. Namun apapun keputusan pemerintah tetap harus ditaati.

"Tapi itu, kalau bisa dipertimbangkan lah. Kita juga mengaku belum memahami secara persis seperti apa metode teknis pelaksanaan pola sekolah yang baru tersebut. Belum tahu kita, belum ada sosialisasi atau workshop, jadi kita pun belum jelas," tutupnya. 

Sementara itu, Albinus, Kepala SMPN 1 Sekadau Hilir menyatakan kesiapannya menerapkan aturan tersebut jika memang akan diimplementasikan dalam waktu dekat.

"Kita tidak ada masalah. Secara teknis sebetulnya kita sudah tiadakan belajar hari sabtu, hanya ekstrakulikuler. Sapras apa adanya saja. Yang jelas kan jam belajar tidak bertambah, hanya harinya saja yang dikurangi," kata Albinus.

Pewarta: Gansi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017