Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah terus berupaya untuk menyediakan energi yang berkeadilan bagi rakyat, termasuk dalam penyediaan tenaga listrik. Meskipun menghadapi tantangan geografis sebagai negara kepulauan, namun Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik Indonesia terus menurun sejak tahun 2014.
Selain itu, data terbaru bulan Mei 2017 mencatat tarif tenaga listrik di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara tetangga di ASEAN seperti Filipina, Singapura dan Thailand.
Guna penyediaan tenaga listrik yang semakin terjangkau, upaya efisiensi akan terus dilakukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan bahwa sesuai arahan Bapak Presiden, tarif listrik per 1 Juli hingga 31 Desember 2017 tidak ada yang naik atau tetap seperti sekarang. Untuk itu pemerintah terus meningkatkan tata kelola dan mendorong agar PT PLN (Persero) terus melakukan efisiensi.
Memperkuat hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM, Sujatmiko, menambahkan bahwa berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2014, realisasi BPP pembangkitan tenaga listrik PT PLN (Persero) tercatat sebesar Rp1.105 per kilo Watt hour (kWh), kemudian menurun tahun 2015 menjadi sebesar Rp998 per kWh dan kembali turun tahun 2016 menjadi sekitar Rp983 per kWh.Â
"Tren penurunan BPP tenaga listrik ini merupakan bukti upaya pemerintah untuk mendorong agar PLN semakin efisien dalam penyediaan tenaga listrik. Ini sudah realisasi, jadi bukan lagi rencana atau janji. Kedepan upaya efisiensi akan terus ditingkatkan," ungkap Sujatmiko dalam rilis yang diterima, Rabu.
Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan BPP listrik adalah upaya pengurangan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai bahan bakar pembangkit listrik (fuel mix) PT PLN (Persero). Porsi BBM dalamfuel mix PT PLN (Persero) tahun 2014 sebesar 11,81 persen, kemudian menurun menjadi 8,58 persen pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 hanya sekitar 6,96 persen.
Sebaliknya porsi gas bumi dalam fuel mixpembangkit PT PLN (Persero) meningkat dari tahun 2014 sebesar 24,07 persen menjadi 25,88 persen tahun 2016. Demikian halnya dengan porsi energi terbarukan yang meningkat dari 11,25 persen pada tahun 2014, menjadi 12,46 persen pada tahun 2016.
"Efisiensi dengan strategi fuel mix ini cukup signifikan dampaknya, mengingat biaya energi primer mencapai 66 persen dari total BPP tenaga listrik. Selain itu, efisiensi juga dilakukan di aspek lainnya seperti susut jaringan atau losses, pemeliharaan, dan pembelian tenaga listrik," tambah Sujatmiko.
Efisiensi di sisi pembangkit pada gilirannya dapat berdampak pada tarif listrik yang semakin terjangkau bagi konsumen. Berdasarkan data terbaru yang dilansir PT PLN (Persero), status bulan Mei 2017, untuk golongan rumah tangga, tarif tenaga listrik Indonesia sebesar Rp1.467 per kWh masih lebih murah dibandingkan Filipina sebesar Rp2.359 per kWh, Singapura sebesar Rp2.185 per kWh, dan Thailand sebesar Rp1.571 per kWh.
Di samping itu, masih ada tarif rumah tangga bersubsidi di Indonesia yang jauh lebih murah dibandingkan negara-negara di ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam, yaitu pelanggan 450 VA dengan tarif hanya sebesar Rp415 per kWh dan pelanggan 900 VA rumah tangga tidak mampu sebesar Rp586 per kWh.
"Data tarif tenaga listrik tersebut, menunjukkan keadilan sosial dimana tarif tenaga listrik bersubsidi hanya untuk rakyat tidak mampu. Selain itu, Pemerintah terus mendorong agar BPP tenaga listrik semakin efisien, sehingga tarif tenaga listrik semakin terjangkau. Ini bukti Negara hadir," tutup Sujatmiko.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
Selain itu, data terbaru bulan Mei 2017 mencatat tarif tenaga listrik di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara tetangga di ASEAN seperti Filipina, Singapura dan Thailand.
Guna penyediaan tenaga listrik yang semakin terjangkau, upaya efisiensi akan terus dilakukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan bahwa sesuai arahan Bapak Presiden, tarif listrik per 1 Juli hingga 31 Desember 2017 tidak ada yang naik atau tetap seperti sekarang. Untuk itu pemerintah terus meningkatkan tata kelola dan mendorong agar PT PLN (Persero) terus melakukan efisiensi.
Memperkuat hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM, Sujatmiko, menambahkan bahwa berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2014, realisasi BPP pembangkitan tenaga listrik PT PLN (Persero) tercatat sebesar Rp1.105 per kilo Watt hour (kWh), kemudian menurun tahun 2015 menjadi sebesar Rp998 per kWh dan kembali turun tahun 2016 menjadi sekitar Rp983 per kWh.Â
"Tren penurunan BPP tenaga listrik ini merupakan bukti upaya pemerintah untuk mendorong agar PLN semakin efisien dalam penyediaan tenaga listrik. Ini sudah realisasi, jadi bukan lagi rencana atau janji. Kedepan upaya efisiensi akan terus ditingkatkan," ungkap Sujatmiko dalam rilis yang diterima, Rabu.
Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan BPP listrik adalah upaya pengurangan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai bahan bakar pembangkit listrik (fuel mix) PT PLN (Persero). Porsi BBM dalamfuel mix PT PLN (Persero) tahun 2014 sebesar 11,81 persen, kemudian menurun menjadi 8,58 persen pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 hanya sekitar 6,96 persen.
Sebaliknya porsi gas bumi dalam fuel mixpembangkit PT PLN (Persero) meningkat dari tahun 2014 sebesar 24,07 persen menjadi 25,88 persen tahun 2016. Demikian halnya dengan porsi energi terbarukan yang meningkat dari 11,25 persen pada tahun 2014, menjadi 12,46 persen pada tahun 2016.
"Efisiensi dengan strategi fuel mix ini cukup signifikan dampaknya, mengingat biaya energi primer mencapai 66 persen dari total BPP tenaga listrik. Selain itu, efisiensi juga dilakukan di aspek lainnya seperti susut jaringan atau losses, pemeliharaan, dan pembelian tenaga listrik," tambah Sujatmiko.
Efisiensi di sisi pembangkit pada gilirannya dapat berdampak pada tarif listrik yang semakin terjangkau bagi konsumen. Berdasarkan data terbaru yang dilansir PT PLN (Persero), status bulan Mei 2017, untuk golongan rumah tangga, tarif tenaga listrik Indonesia sebesar Rp1.467 per kWh masih lebih murah dibandingkan Filipina sebesar Rp2.359 per kWh, Singapura sebesar Rp2.185 per kWh, dan Thailand sebesar Rp1.571 per kWh.
Di samping itu, masih ada tarif rumah tangga bersubsidi di Indonesia yang jauh lebih murah dibandingkan negara-negara di ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam, yaitu pelanggan 450 VA dengan tarif hanya sebesar Rp415 per kWh dan pelanggan 900 VA rumah tangga tidak mampu sebesar Rp586 per kWh.
"Data tarif tenaga listrik tersebut, menunjukkan keadilan sosial dimana tarif tenaga listrik bersubsidi hanya untuk rakyat tidak mampu. Selain itu, Pemerintah terus mendorong agar BPP tenaga listrik semakin efisien, sehingga tarif tenaga listrik semakin terjangkau. Ini bukti Negara hadir," tutup Sujatmiko.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017