Pontianak (Antaranews Kalbar) - Pemerintah Kabupaten Landak mengajukan usulan 22.492 hektare hutan adat kepada Kementerian Lingkungan Hidup sebagai tindak lanjut dari percepatan penetapan hutan adat oleh Pemerintah RI.

"Menindaklanjuti surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor UN.2/Menlhk/PSKI/ Psl. 1/1/2018 tanggal 9 Januari 2018 perihal percepatan penetapan Hutan Adat, maka kita menyampaikan usulan calon hutan adat Kabupaten Landak," kata Bupati Landak, Karolin Margret Natasa di Ngabang, Senin.

Dia menjelaskan, total lahan yang diajukan untuk dijadikan sebagai hutan adat di Landak ada 22.492 hektare dimana itu tersebar di 13 kecamatan yang ada di Landak.

Adapun rinciannya antara lain, 1.841 hektare di kecamatan Menyuke Hulu, 3.425 hektare di Kecamatan Air Besar, 1.283 hektare di Kecamatan Jelimpo, 532 meter persegi di Kecamatan Kuala Behe, 1.838 hektare di Kecamatan Mandor, 1.931 hektare di Kecamatan Mempawah Hulu, 1.491 hektare di kecamatan Menjalin, 2.430 hektare di Kecamayan Menyuke, 1.153 hektare di Kecamatan Meranti, 5551 meter persegi di Kecamatan Ngabang, 1,603 hektar di Kecamatan Sebangki, 3.540 hektare di Kecamatan Sengah Temila, 1.303 hektare di Kecamatan Sompak.

"Suratya sudah kita ajukan, tinggal menunggu penetapannya saja dari Kementrian. Kita harapkan, ini bisa segera diproses, agar masyarakat adat yang ada di Landak bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," kata Karolin.

Karolin menambahkan, hutan adat dan masyarakat adat ialah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hutan adat menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat hukum adat, karena hutan adat menyediakan beraneka ragam kebutuhan secara cuma-cuma untuk masyarakat adat.

"Ibarat sebuah jantung, hutan adat memberikan kehidupan bagi masyarakat adat dan dan sebagai titipan bagi generasi mereka selanjutnya," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah kabupaten dan kota di Kalimantan Barat didorong untuk menerbitkan surat keputusan mengenai penetapan kawasan hutan adat yang merupakan bagian dari skema perhutanan sosial.

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat Marcellus TJ mengatakan, hal ini menjadi salah satu strategi merealisasikan target kawasan hutan adat seluas 1,63 juta hektare (ha).

Saat ini, katanya, baru Kabupaten Sekadau yang telah menetapkan satu kawasan seluas 40,5 ha sebagai hutan adat. Sementara kabupaten lain masih dalam tahap pembahasan di tingkat legislatif dan terhambat peruntukan lahan produksi lain.

Marcellus mengemukakan salah satu permasalahan yang menjadi fokus dalam penetapan hutan adat adalah usulan lokasi hutan adat yang berada dalam kawasan hutan produksi lain (HPL) yang telah diberikan izin produksi.

Dia menambahkan izin yang sudah terlanjur diberikan tidak akan diperpanjang lagi. Marcellus juga meminta agar daerah tidak memberikan izin baru di kawasan yang masuk dalam usulan sebagai hutan adat. "Izin kelapa sawit kan tidak diberikan lagi. Ada moratorium," tegasnya.

Namun, dia menilai kawasan hutan adat yang berada di dalam wilayah HPL memiliki keuntungan lebih banyak karena masyarakat dapat bermitra dengan pemerintah, korporasi dan non-government organization (NGO).

"Masyarakat, dapat pula menggarap sejumlah aktivitas yang bisa meningkatkan ekonomi mereka seperti ekowisata, pemanfaatan energi mikro hidro, hingga usaha air bersih yang melibatkan peran pemerintah desa," katanya.

Terkait hal itu, pihaknya kembali mendorong pemerintah daerah untuk segera mengajukan Hutan Adat, karena pemerintah pusat memang mendesak hal ini.

(KR-RDO/N005) 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018