Pontianak (Antaranews Kalbar) - Tercatat sebanyak 21 Penyu hijau dan sisik mati sepanjang bulan Februari hingga April 2018, yang diduga karena keracunan sejenis tar aspal di kawasan perairan Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
"Penyu-penyu yang mati karena keracunan tar aspal tersebut ditemukan di sepanjang pantai pendaratan penyu di luar kwasan TWA (Taman Wisata Alam) Tanjung Belimbing," kata Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, pada saat patroli, tim juga menemukan beberapa gumpalan tar aspal dan sampah dalam jumlah yang cukup banyak di pinggir pantai.
"Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan pada lima sampel penyu yang terdiri dari empat penyu hijau, dan satu penyu sisik, terdapat empat penyu positif terdapat endapan tar aspal pada organ tubuh penyu sehingga kuat indikasi kematian penyu disebabkan karena menelan tar aspal itu," ungkapnya.
Ia menambahkan, kejadian penyu mati di sepanjang pesisir Pantai Paloh, tidak hanya terjadi baru-baru ini, dalam kurun waktu dua bulan, di bulan Februari-Maret 2018, ditemukan totalnya sebanyak 21 bangkai penyu dan tiga di antaranya telah dilakukan nekropsi.
Menurut dia, BKSDA Kalbar akan mengambil tindak lanjut, antara lain mengumpulkan data dan informasi terkait asal-usul tar aspal dan sampah yang mencemari perairan sekitar pesisir Paloh, dan aksi bersih-bersih pantai bersama para pihak, bahkan jika dipandang perlu akan dilakukan penelitian Iebih lanjut terkait kualitas air laut dan uji kimia sampel cairan hitam yang diduga aspal tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKSDA Kalbar juga menyampaikan pesan kepada masyarakat Kalbar untuk Iebih peduli terhadap kelestarian penyu maupun satwa-satwa liar lainnya.
Baca juga: Penyu Sisik Mati Diduga Karena Bom
Pantai sepanjang 63 kilometer di Pesisir Paloh merupakan habitat pendaratan terbesar penyu di Kalbar. Tidak hanya populasi penyu yang saat ini terancam, bahkan habitat penyu pun ikut terancam dengan adanya aktivitas konversi lahan untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan dan pembangunan wilayah.
"Kami harapkan dengan kepedulian kita akan konservasi penyu, kelestarian penyu akan terwujud. Hal ini mengingat penyu saat ini berstatus Apenddix I CITES yang berarti keberadaannya di alam terancam punah, dan juga masuk ke dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun demikian pemberian status perlindungan saja tidak cukup, jika tidak diiringi dengan tindakan nyata dalam melakukan upaya-upaya konservasi," ujarnya.?
Salah satu upaya nyata yang pihaknya lakukan adalah adanya program pelestarian penyu melalui "Suaka Penyu", di mana sarpras pendukungnya telah dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui BKSDA Kalbar di TWA Tanjung Belimbing, Paloh. Diharapkan dengan adanya Suaka Penyu tersebut kegiatan-kegiatan pelestarian penyu baik yang berada di dalam kawasan konservasi (TWA Tanjung Belimbing) maupun di luar kawasan konservasi dapat saling bersinergi.
"Terkait pengelolaan suaka penyu tersebut, dalam waktu dekat Balai KSDA Kalbar, akan mengundang berbagai pihak diantaranya Pemerintah Kabupaten Sambas, perguruan tinggi, instansi terkait, mitra konservasi serta masyarakat Kecamatan Paloh untuk "ngobrol membahas pelaksanaan program suaka penyu ke depan," katanya.
Terkait informasi Iebih lanjut BKSDA Kalbar telah membuka nomor telepon pengaduan tumbuhan dan satwa liar melalui sambungan, dengan nomor 08115776767 atau melalui 0561-735635.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Penyu-penyu yang mati karena keracunan tar aspal tersebut ditemukan di sepanjang pantai pendaratan penyu di luar kwasan TWA (Taman Wisata Alam) Tanjung Belimbing," kata Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, pada saat patroli, tim juga menemukan beberapa gumpalan tar aspal dan sampah dalam jumlah yang cukup banyak di pinggir pantai.
"Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan pada lima sampel penyu yang terdiri dari empat penyu hijau, dan satu penyu sisik, terdapat empat penyu positif terdapat endapan tar aspal pada organ tubuh penyu sehingga kuat indikasi kematian penyu disebabkan karena menelan tar aspal itu," ungkapnya.
Ia menambahkan, kejadian penyu mati di sepanjang pesisir Pantai Paloh, tidak hanya terjadi baru-baru ini, dalam kurun waktu dua bulan, di bulan Februari-Maret 2018, ditemukan totalnya sebanyak 21 bangkai penyu dan tiga di antaranya telah dilakukan nekropsi.
Menurut dia, BKSDA Kalbar akan mengambil tindak lanjut, antara lain mengumpulkan data dan informasi terkait asal-usul tar aspal dan sampah yang mencemari perairan sekitar pesisir Paloh, dan aksi bersih-bersih pantai bersama para pihak, bahkan jika dipandang perlu akan dilakukan penelitian Iebih lanjut terkait kualitas air laut dan uji kimia sampel cairan hitam yang diduga aspal tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKSDA Kalbar juga menyampaikan pesan kepada masyarakat Kalbar untuk Iebih peduli terhadap kelestarian penyu maupun satwa-satwa liar lainnya.
Baca juga: Penyu Sisik Mati Diduga Karena Bom
Pantai sepanjang 63 kilometer di Pesisir Paloh merupakan habitat pendaratan terbesar penyu di Kalbar. Tidak hanya populasi penyu yang saat ini terancam, bahkan habitat penyu pun ikut terancam dengan adanya aktivitas konversi lahan untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan dan pembangunan wilayah.
"Kami harapkan dengan kepedulian kita akan konservasi penyu, kelestarian penyu akan terwujud. Hal ini mengingat penyu saat ini berstatus Apenddix I CITES yang berarti keberadaannya di alam terancam punah, dan juga masuk ke dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun demikian pemberian status perlindungan saja tidak cukup, jika tidak diiringi dengan tindakan nyata dalam melakukan upaya-upaya konservasi," ujarnya.?
Salah satu upaya nyata yang pihaknya lakukan adalah adanya program pelestarian penyu melalui "Suaka Penyu", di mana sarpras pendukungnya telah dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui BKSDA Kalbar di TWA Tanjung Belimbing, Paloh. Diharapkan dengan adanya Suaka Penyu tersebut kegiatan-kegiatan pelestarian penyu baik yang berada di dalam kawasan konservasi (TWA Tanjung Belimbing) maupun di luar kawasan konservasi dapat saling bersinergi.
"Terkait pengelolaan suaka penyu tersebut, dalam waktu dekat Balai KSDA Kalbar, akan mengundang berbagai pihak diantaranya Pemerintah Kabupaten Sambas, perguruan tinggi, instansi terkait, mitra konservasi serta masyarakat Kecamatan Paloh untuk "ngobrol membahas pelaksanaan program suaka penyu ke depan," katanya.
Terkait informasi Iebih lanjut BKSDA Kalbar telah membuka nomor telepon pengaduan tumbuhan dan satwa liar melalui sambungan, dengan nomor 08115776767 atau melalui 0561-735635.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018