"Total sebanyak 21 ekor penyu mati diduga karena keracunan tar aspal, dan didominasi penyu muda," kata Dwi Suprapti di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, penyu-penyu tersebut mati dalam kondisi akut atau mendadak, diduga karena terkontaminasi material yang berwarna aspal, dan penyu itu keracunan yang terjadi pada habitat pakannya.
"Kamis sudah survei melalui udara atau drone, tetapi tidak menemukan sumber pencemaran tar aspal tersebut. Tetapi sebelumnya kami menemukan gumpalan hitam yang melekat di sampah-smpah seperti botol," ungkapnya.
Baca juga: Masyarakat sedih kematian penyu karena sampah
Menurut dia, dari hasil pantauan di lapangan, pihaknya banyak menemukan partikel aspal yang melekat di sampah-sampah di pesisir Pantai Paloh.
Sementara itu, tercatat sebanyak 21 penyu hijau dan sisik mati sepanjang bulan Februari hingga April 2018, yang diduga karena keracunan sejenis tar aspal di kawasan perairan Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar.
Sebelumnya, BKSD Kalbar, mencatat jumlah penyu yang bertelur di kawasan pesisir Pantai Paloh memprihatinkan lantaran berkurang drastis.
Kepala Kantor Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, BKSDA Kalbar, Dani Arief Wahyudi mengatakan, jumlah penyu baik penyu hijau dan sisik yang bertelur di sepanjang pesisir Pantai Paloh berkurang drastis.
Baca juga: Aktifitas konversi lahan ancam habitat penyu
Data BKSDA Kalbar, mencatat jumlah penyu yang naik atau bertelur di Pantai Paloh sepanjang tahun 2015, tercatat sebanyak 30 ekor, kemudian di tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi sebanyak 120 ekor, dan tahun 2017 sebanyak 140 ekor.
"Tetapi dari Februari hingga April 2018, baru tercatat dua penyu yang naik untuk bertelur ke kawasan pesisir Pantai Paloh," ungkapnya.
Tentunya, menurut dia, hal tersebut menjadi perhatian semua pihak, apa penyebab penyu menjadi turun drastis untuk bertelur ke Pantai Paloh.
Baca juga: Baru dua ekor penyu yang naik untuk bertelur sepanjang 2018