Pontianak (Antaranews Kalbar) -Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalbar Adinanto Cahyono mengingatkan risiko kebakaran hutan dan lahan terhadap tekanan inflasi.
"Karhutla ke depan satu di antara risiko yang bisa membuat tingginya tekanan inflasi di Kalbar, meskipun tidak terlalu besar. Karhutla yang mengakibatkan bencana asap dapat mengganggu produksi dan distribusi bahan pangan. Seperti tahun 2015 lalu menganggu distribusi sejumlah komoditas kebutuhan masyarakat baik melalui kapal, pesawat maupun lainnya," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menambahkan beberapa risiko inflasi lainnya yang tetap perlu menjadi perhatian seperti penyesuaian harga komoditas yang diatur pemerintah seiring peningkatan harga minyak dunia, penyesuaian batas bawah tiket angkutan udara, dan wacana kenaikan gaji PNS yang dapat meningkatkan ekspektasi harga.
"Dalam rangka pengendalian inflasi dan potensi risiko yang ada, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kalbar akan terus memperkuat koordinasi kebijakan," papar dia.
Terkait tekanan inflasi Kalbar pada Juli 2018, Adinanto menyebutkan ada penurunan bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"Inflasi Kalbar pada Juli 2018 tercatat sebesar 0,51 persen untuk bulan ke bulan dan 4,17 persen tahun ke tahun. Secara bulanan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,28 persen bulan ke bulan," jelas dia.
Menurutnya inflasi Kalbar pada Juli 2018 terutama didorong oleh kenaikan tarif pulsa ponsel, sekolah dasar, jeruk, daging ayam ras, dan kacang panjang.
"Kenaikan tarif pulsa ponsel seiring dengan penyesuaian tarif oleh operator seluler. Adapun kenaikan biaya sekolah dasar terjadi akibat penyesuaian biaya pendidikan seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh menurunnya produksi ayam dan meningkatnya harga pakan. Sementara itu, kenaikan jeruk dan kacang panjang disebabkan oleh menurunnya pasokan," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Karhutla ke depan satu di antara risiko yang bisa membuat tingginya tekanan inflasi di Kalbar, meskipun tidak terlalu besar. Karhutla yang mengakibatkan bencana asap dapat mengganggu produksi dan distribusi bahan pangan. Seperti tahun 2015 lalu menganggu distribusi sejumlah komoditas kebutuhan masyarakat baik melalui kapal, pesawat maupun lainnya," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menambahkan beberapa risiko inflasi lainnya yang tetap perlu menjadi perhatian seperti penyesuaian harga komoditas yang diatur pemerintah seiring peningkatan harga minyak dunia, penyesuaian batas bawah tiket angkutan udara, dan wacana kenaikan gaji PNS yang dapat meningkatkan ekspektasi harga.
"Dalam rangka pengendalian inflasi dan potensi risiko yang ada, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kalbar akan terus memperkuat koordinasi kebijakan," papar dia.
Terkait tekanan inflasi Kalbar pada Juli 2018, Adinanto menyebutkan ada penurunan bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"Inflasi Kalbar pada Juli 2018 tercatat sebesar 0,51 persen untuk bulan ke bulan dan 4,17 persen tahun ke tahun. Secara bulanan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,28 persen bulan ke bulan," jelas dia.
Menurutnya inflasi Kalbar pada Juli 2018 terutama didorong oleh kenaikan tarif pulsa ponsel, sekolah dasar, jeruk, daging ayam ras, dan kacang panjang.
"Kenaikan tarif pulsa ponsel seiring dengan penyesuaian tarif oleh operator seluler. Adapun kenaikan biaya sekolah dasar terjadi akibat penyesuaian biaya pendidikan seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh menurunnya produksi ayam dan meningkatnya harga pakan. Sementara itu, kenaikan jeruk dan kacang panjang disebabkan oleh menurunnya pasokan," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018