Pontianak (Antaranews Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak, Kalbar mengenalkan budaya makan saprahan ke tingkat pelajar SMP dan SMA/sederajat dengan menggelar Festival Saprahan, Rabu.
"Ada sebanyak 30 peserta Festival Saprahan tingkat pelajar SMP dan SMA turut memeriahkan lomba yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak dalam rangka menyambut Hari Jadi Kota Pontianak ke-247," kata Plt Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Pontianak.
Saprahan dalam adat istiadat melayu berasal dari kata ?saprah? yang artinya berhampar, yaitu budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok.
Dalam saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain saprah.
Budaya makan saprahan adalah tradisi masyarakat Melayu Pontianak, yang berbeda dengan budaya saprahan pada rumpun Melayu lainnya yang ada di Kalimantan Barat (Kalbar).
Ia menjelaskan, Festival Saprahan itu diikuti sebanyak 22 SMP dan delapan SMA/sederajat ini masing-masing menyajikan hidangan saprahan di Aula Sekolah Terpadu Pontianak Timur.
Ia berharap dengan digelarnya Festival Saprahan itu, maka para generasi muda memperoleh pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya makan saprahan yang benar sehingga dapat diterapkan oleh mereka sebagai budaya khas lokal.
"Harapan kami melalui festival ini peserta dapat menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kekayaan budaya pada generasi selanjutnya," katanya.
Untuk itu, digelarnya festival ini juga untuk memberikan pemahaman tentang budaya makan saprahan Kota Pontianak secara jelas dan benar. "Sehingga tidak terjadi kekeliruan pemahaman dan peserta festival dapat membedakan budaya saprahan Pontianak dengan rumpun Melayu lainnya di Kalbar," kata Edi.
Ia menambahkan, budaya saprahan Melayu Pontianak telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada tanggal 23 Agustus 2017 lalu, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
"Ini adalah rangkaian dari langkah-langkah kita dalam upaya menggali, melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya kita, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Rendrayani mengatakan, festival saprahan digelar dalam rangka menggalang generasi muda untuk bersama-sama menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kearifan budaya lokal. "Agar dapat lebih dikenal, dicintai dan menanamkan rasa bangga terhadap kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat," katanya.
Adapun maksud dan tujuan Festival Saprahan ini, adalah sebagai wadah dalam upaya menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya terhadap generasi muda.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Ada sebanyak 30 peserta Festival Saprahan tingkat pelajar SMP dan SMA turut memeriahkan lomba yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak dalam rangka menyambut Hari Jadi Kota Pontianak ke-247," kata Plt Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Pontianak.
Saprahan dalam adat istiadat melayu berasal dari kata ?saprah? yang artinya berhampar, yaitu budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok.
Dalam saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain saprah.
Budaya makan saprahan adalah tradisi masyarakat Melayu Pontianak, yang berbeda dengan budaya saprahan pada rumpun Melayu lainnya yang ada di Kalimantan Barat (Kalbar).
Ia menjelaskan, Festival Saprahan itu diikuti sebanyak 22 SMP dan delapan SMA/sederajat ini masing-masing menyajikan hidangan saprahan di Aula Sekolah Terpadu Pontianak Timur.
Ia berharap dengan digelarnya Festival Saprahan itu, maka para generasi muda memperoleh pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya makan saprahan yang benar sehingga dapat diterapkan oleh mereka sebagai budaya khas lokal.
"Harapan kami melalui festival ini peserta dapat menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kekayaan budaya pada generasi selanjutnya," katanya.
Untuk itu, digelarnya festival ini juga untuk memberikan pemahaman tentang budaya makan saprahan Kota Pontianak secara jelas dan benar. "Sehingga tidak terjadi kekeliruan pemahaman dan peserta festival dapat membedakan budaya saprahan Pontianak dengan rumpun Melayu lainnya di Kalbar," kata Edi.
Ia menambahkan, budaya saprahan Melayu Pontianak telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada tanggal 23 Agustus 2017 lalu, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
"Ini adalah rangkaian dari langkah-langkah kita dalam upaya menggali, melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya kita, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Rendrayani mengatakan, festival saprahan digelar dalam rangka menggalang generasi muda untuk bersama-sama menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kearifan budaya lokal. "Agar dapat lebih dikenal, dicintai dan menanamkan rasa bangga terhadap kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat," katanya.
Adapun maksud dan tujuan Festival Saprahan ini, adalah sebagai wadah dalam upaya menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya terhadap generasi muda.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018